All Chapters of Passionate CEO - Malam yang Tak Terlupakan: Chapter 61 - Chapter 70
129 Chapters
Bab 6 - Menguak Masa Lalu
William balas menatap gadis yang memandanginya. Kata-kata Mysha begitu menohok. Namun, hatinya menolak untuk percaya ucapan gadis itu. Ia benar-benar masih berharap suatu saat gadis yang dicintainya akan mampu mengingat masa kecil mereka. Perlahan-lahan, hingga tiada rasa sakit yang dirasa setiap kenangan mereka melintas di kepala gadis berkacamata itu.William kembali menarik napas dalam. Menekan segala perasaan yang berkecamuk di dalam hati. Rasanya akhir-akhir ini ia membutuhkan pengendalian diri lebih dari biasanya.“Seberharga apa pun, masa lalu tetaplah masa lalu,” ujar William tenang. “Mysh ... , percayalah aku hanya tidak ingin melihatmu kesakitan.”Mysha melihat kesungguhan di mata pria itu ketika memintanya untuk percaya. Dan ia meyakininya. Yang tidak ia mengerti adalah sikap pria di sampingnya yang tetap tenang dan datar menghadapi emosinya yang meninggi. Kini ia justru merasa bersalah telah menumpahkan kekesalannya sendiri ke
Read more
Bab 7 - Pertemuan Dua Pria
William menghubungi Michael lewat ponsel. Dia tahu betapa sibuk Michael akhir-akhir ini, firma hukumnya mendapat banyak kasus yang disorot oleh media. Di satu sisi, firma Michael dikenal oleh banyak orang, tapi bagai pedang bermata dua, seluruh tingkah lakunya semakin diawasi dan satu langkah salah dapat berakibat karir pria berkacamata itu hancur.Akibat lainnya adalah dia tidak bisa sepenuhnya menemani Mysha sebagai seorang saudara dalam masa-masa kelam wanita itu. William mendesah, dia hanya berharap Mysha ditemani lebih banyak oleh orang-orang yang peduli kepada dirinya."Halo," sahut Michael riang di ujung sambungan. "Will? Ada apa meneleponku di akhir pekan?""Ada hal yang ingin kubicarakan. Apakah kita bisa bertemu sekarang?""Seperti biasa, tanpa basa-basi." Michael tertawa pelan, memaklumi sikap direktur satu itu. "Aku masih harus menyelesaikan berkas untuk sidang lusa. Kalau tidak keberatan, bisakah kalau kau yang datang ke apartemenku?"
Read more
Bab 8 - Pesta Penyambutan
Kisah tentang Mysha yang terlontar dari mulut Michael membayangi kepala William sejak pagi. Di ruang kerjanya, pria itu mematung tanpa mengerjakan apa-apa. Sebuah masa lalu yang begitu kelam masih tergambar jelas. Pantas saja Mysha menjadi wanita yang begitu mandiri. Ada senyum tertahan kala mengingat wanita itu membetulkan mesin kopinya untuk kali yang pertama. Mysha sungguh telah menjelma sebagai sosok yang luar biasa tegar.Namun, jika mengingat ketegaran Mysha runtuh saat Axel mencampakkan dirinya, mau tak mau itu membuat hati William terasa nyeri. Ia merasa tak mungkin bisa membuat Mysha langsung berpaling kepadanya dan melupakan Axel, meski lelaki playboy itu telah menorehkan segala luka. William tahu, hati Mysha masih setia.Apa yang bisa ia lakukan untuk menghibur Mysha? Setidaknya sembari menunggu sang waktu menunaikan tugasnya untuk menghapus jejak kepedihan yang ditinggalkan Axel dalam hati wanita itu.Pekerjaan.Ya ... William sadar, ia juga t
Read more
Bab 9 - Memoar yang Mengendap
William menghela napas untuk menenangkan diri. Ia tidak boleh terpancing konfrontasi yang dilancarkan oleh pemilik apartemen itu. Bagaimana pun niatnya datang ke sini adalah demi wanita yang dicintainya.“Kau tak bisa lari selamanya. Hadapilah!” jawab William dingin. Tatapannya mengunci netra biru yang berkilat marah."Bukankah kita sudah bicara semalam suntuk. Kau sudah dengar semua alasannya. Apa lagi yang kau mau?" Senyum sinis terukir di wajah tampan lawan bicara William.William memandang ke dalam ruangan dari  pintu yang setengah terbuka di hadapannya. Jendela lebar di dalam apartemen itu memerangkap jutaan garis cahaya ke ruang tamu yang dihiasi sofa putih besar. Bahkan pemilik apartemen ini tak mau repot-repot mempersilakannya masuk."Aku hanya mau Mysha bahagia." William menjawab singkat.Seketika itu juga, kesinisan di wajah pria berambut pirang itu lenyap.“Kalau begitu bahagiakan dia. Buat dia melupakanku!&
Read more
Bab 10 - Keputusan Pahit
Hati William bergolak ketika Mysha melontarkan satu pertanyaan itu. Dia tidak ingin berbohong pada Mysha tapi dia juga tidak ingin melanggar janjinya pada Axel. Sama seperti ayahnya selalu memegang janji, William pun meletakkan prinsip yang sama dalam hidupnya. Hanya saja, pancaran duka di mata emas Mysha membuat hatinya gamang. Pria itu mengambil napas tidak kentara untuk menenangkan diri. Dalam waktu singkat, logikanya berjalan mendahului perasaannya.Jika William memberi tahu kebenaran tanpa persetujuan Axel, Mysha pasti akan segera memelesat pergi ke apartemen Axel yang baru dan wanita itu akan kembali terluka oleh penolakan pria itu. Entah hal bodoh apa yang akan dilakukan Axel untuk menjauhkan Mysha dari kebenaran dan William tidak bisa mengambil risiko adanya luka lain yang tertoreh dalam hati rapuh wanita itu."Will!" panggil Mysha menuntut jawaban membuat kesadaran William kembali mendarat pada kenyataan. "Katakan padaku, apakah kau tahu di mana Axel sekarang?
Read more
Bab 11 - Ketetapan Hati
"Are you out of your mind?!" Axel menggeram. "Apa kau pikir aku tak punya otak untuk tahu risiko yang kuhadapi kalau sampai berkeliaran di sana dan bertemu Mysha?"William hanya menelengkan kepalanya sedikit, seolah nemastikan kata-kata lawan bicaranya."Whatever!" Axel berbalik dan membanting pintu kamarnya keras. Membiarkan William sendirian di ruang tamu.Sementara direktur utama itu seolah paham betul tindakan yang baru saja diterimanya dan sama sekali tidak merasa terkejut. Masih dengan tenang, ia kembali berjalan dan menutup pintu apartemen Axel perlahan.Dari tindakan Axel, bisa disimpulkan pria itu benar-benar bukan sosok yang dilihat Mysha. Itu sudah lebih dari cukup untuk saat ini. William lebih senang kalau Axel dan Mysha bisa bertemu bukan karena ketidaksengajaan. Namun, karena memang saling ingin membicarakan tentang apa yang seharusnya mereka selesaikan bersama.Lagi-lagi William harus mampu menahan semua rasa pedih juga kekesalan yan
Read more
Bab 12 - Kepergian yang Tertunda
Baru kali ini Mysha berharap lift yang akan membawanya ke lantai 19 berjalan lambat saja. Bahkan berdiri di dalam kotak besi sendirian, ia dapat mendengar suara detak jantungnya yang bergemuruh.Seandainya ia bisa memiliki sedikit saja ketenangan William, tak mungkin dirinya segugup ini."Rileks, Mysh! Ini hanya meeting seperti biasa," ucapnya lirih kepada diri sendiri.Lift berhenti kemudian membuka. Dengan langkah lambat ia berjalan keluar menuju ruang direktur utama CLD. Sepanjang koridor Mysha menarik napas dalam lalu mengembuskan perlahan untuk menenangkan diri.***"Mr. Davis sudah menunggu Anda, Miss Natasha." Sekretaris direktur menyambut dan membukakan pintu kantor William untuknya.Mysha membalasnya dengan senyum ramah dan anggukan. Lidahnya terlalu kelu untuk bicara."Good afternoon, Sir! Claudia bilang, Anda memanggil saya." Mysha menyapa William yang sedang menatap laptop dengan serius dari kursi kerjanya."Hi, Mys
Read more
Bab 13 - Kebenaran Masa Lalu
Mary Natasha terdiam selama beberapa saat dengan tangan masih menggenggam gagang pintu. Matanya mengerjap beberapa kali dengan heran memandangi seorang pria gagah berambut hitam di hadapannya."Will?" tanyanya memastikan."Ya, Mrs. Natasha," balas William tanpa basa-basi. "Apakah saya bisa masuk?"Masih terkejut, Mary membuka pintu lebih lebar dan menyingkir dari ambang pintu, memberikan jalan pada WIlliam untuk masuk. Direktur utama CLD tersebut melangkah ke dalam ruang tamu yang minimalis tapi manis. Di belakangnya, Mary menutup pintu sebelum berjalan mendahului William dan mempersilakan pria itu duduk di sofa."Kau sudah menjadi lelaki yang gagah." Sebuah senyum tipis muncul di wajah Mary ketika dia membawakan teh hangat dan meletakkannya di hadapan William. "Tidak terasa sudah dua puluh tahun sejak terakhir kali kita bertemu."William menyunggingkan senyum datar yang sopan sambil meminum teh yang mengepulkan uap. Menyesap teh di tengah udara mu
Read more
Bab 14 - Critical Hit
Jika bisa, William ingin menyeret Axel keluar dari apartemennya dan melemparkan pria itu ke hadapan Mysha. Ia tak habis pikir bagaimana seorang CEO yang dahulu kerap tampil di garda depan dengan penuh percaya diri, juga acap kali bertindak sangat berani demi mendapatkan tender, kini justru bersembunyi di sini. Mengurung diri dan tak berani menghadapi kenyataan.Sudah tak terhitung berapa kali ia bolak-balik menyambangi apartemen Axel dan berusaha membujuknya untuk menemui Mysha. Namun, hanya kegagalan bertubi didapat.William tahu, ia tak bisa tinggal diam. Tidak ada perkembangan berarti sejak enam bulan yang lalu Axel meninggalkan Mysha. Sebanyak dan sesering apa pun dirinya hadir di sisi Mysha, ia hanya seperti bayang-bayang. Pikiran wanita itu hanya untuk Axel. Meski pedih, tapi William tak bisa mengelak akan kenyataan pahit itu. Cinta Mysha belum bisa beralih padanya.Di kantor, ia memandangi laptopnya sembari terus berpikir. Pekerjaan tak begitu menyita per
Read more
Bab 15 - Perjalanan Hati
Ingin rasanya William menghajar pria di hadapannya ini hingga babak belur. Namun ia sadar tindakan itu hanya akan membawa masalah baru. Lagi pula belum tentu juga Axel akan berubah pikiran.Direktur utama CLD itu kembali menarik napas panjang untuk mendinginkan hatinya.“Pikirkanlah baik-baik. Bagaimana pun Mysha berhak mengetahui yang sesungguhnya. Dan aku tidak akan bosan mendatangimu sampai kau bersedia menemui Mysha.” William mengatakannya dengan penuh penekanan.Pria tampan dengan ekspresi datar itu pergi meninggalkan Axel yang masih diam menatap ke arah jendela besar apartemen yang menyuguhkan pemandangan langit malam dan kerlip lampu kota dari kejauhan.***Netra biru itu menerawang, mengingat kembali masa-masa indahnya bersama Mysha. Gadis sederhana yang pada awalnya sama sekali tak menarik perhatiannya justru menjadi seseorang yang paling berharga dalam hidupnya. Kepolosan, keteguhannya memegang prinsip, dan ketulusan gadis itu
Read more
PREV
1
...
56789
...
13
DMCA.com Protection Status