Share

Bab 9 - Memoar yang Mengendap

William menghela napas untuk menenangkan diri. Ia tidak boleh terpancing konfrontasi yang dilancarkan oleh pemilik apartemen itu. Bagaimana pun niatnya datang ke sini adalah demi wanita yang dicintainya.

“Kau tak bisa lari selamanya. Hadapilah!” jawab William dingin. Tatapannya mengunci netra biru yang berkilat marah.

"Bukankah kita sudah bicara semalam suntuk. Kau sudah dengar semua alasannya. Apa lagi yang kau mau?" Senyum sinis terukir di wajah tampan lawan bicara William.

William memandang ke dalam ruangan dari  pintu yang setengah terbuka di hadapannya. Jendela lebar di dalam apartemen itu memerangkap jutaan garis cahaya ke ruang tamu yang dihiasi sofa putih besar. Bahkan pemilik apartemen ini tak mau repot-repot mempersilakannya masuk.

"Aku hanya mau Mysha bahagia." William menjawab singkat.

Seketika itu juga, kesinisan di wajah pria berambut pirang itu lenyap.

“Kalau begitu bahagiakan dia. Buat dia melupakanku!&

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status