Home / Rumah Tangga / Kontrasepsi di Kamar Adikku / Chapter 131 - Chapter 140

All Chapters of Kontrasepsi di Kamar Adikku : Chapter 131 - Chapter 140

232 Chapters

Part 130

Aku menarik napas dalam-dalam. Menundukkan pandangan, menghindari tatapan Paklik Tejo yang seolah-olah mengintimidasi, memaksa diri ini harus mengatakan iya kepadanya.“Bagaimana, Nak Salim?” Lagi. Dia mengusap punggung tanganku.“Saya harus membawa keluarga besar saya ke sini, jika kalian ingin menikahkan saya dengan Safina.” Teguh dalam pendirian.“Kalau nunggu keluarga Nak Salim, takutnya Allah segera mengambil Mas Wahyu. Sebab ini permintaan terakhir Mas Wahyu. Dia ingin melihat anak semata wayangnya menikah sebelum mengembuskan napas terakhir,” desaknya, membuat diri ini semakin bingung.Kali ini aku tidak bisa menjawab. Seketika ruangan pun menjadi hening. Hanya suara monitor detak jantung yang terdengar.“Izinkan saya berpikir sejenak. Saya tidak bisa memutuskan. Saya harus menghubungi keluarga saya dulu. Saya permisi keluar!” Aku berujar pelan, beranjak dari kursi hendak keluar ruangan, akan tetapi Paklik mencekal lengan
last updateLast Updated : 2023-03-25
Read more

Part 131

Dengan langkah ragu berjalan menghampiri mereka. Duduk pasrah di kursi sebelah Abah Safina berbaring, tidak tega melihat pemandangan tersebut.“Saya mau menikah dengan Safina,” jawabku pelan. Kontan, membuat semua orang yang ada langsung menatap ke arahku.“Ya sudah. Kita siap-siap. Teman Paklik yang seorang ustadz juga sedang menuju ke rumah sakit,” jawab Paklik Tejo bersemangat.Lalaki bertubuh tambun itu mengambil buku, mencatat semua perlengkapan yang dibutuhkan, juga menanyakan nama panjangku, dan juga kedua orang tuaku.“Muhammad Salim Hafidz.” Menyebutkan nama lengkap.“Bin Bapak Dandi Prawira, ya?” Tanya Paklik lagi.“Bin Kenza.” “Loh, kok bin Kenza. Bukannya Dandi Prawira?” Dia menatap wajahku dengan mimik kaget. “Abah dan Fina sudah tahu masa lalu saya. Mereka tahu asal-usul saya, dan mereka berdua tidak mempermasalahkan!” “Kalau begitu. Saya tidak jadi menikahkan keponaka
last updateLast Updated : 2023-03-26
Read more

Part 132

Bismillah ....Akan kuarungi bahtera rumah tangga dengan Safina, semoga saja dia adalah jodoh terbaikku. Panggilan telepon diakhiri. Dengan diapit Ummi dan Abi, berjalan menyusuri koridor hotel, turun ke lantai satu dan segera pergi menuju rumah sakit. Gus Fauzan akan menikahkan aku dan Safina di sana.“Saya terima nikah dan kawinnya, Nur Safina binti Bapak Wahyu, dengan mas kawin tersebut tunai!” Dengan sekali tarikan napas kuucapkan perjanjian dengan Allah, memikul segala tanggungjawab serta dosa Safina, yang akan dipintai pertanggung jawaban kelak di akhirat.Semua hadirin yang ada ramai gemuruh mengucap kata ‘sah’.Ada Keluarga besar Safina, juga beberapa dokter yang merawat Abah, juga Ummi serta Abi yang menyaksikan. Salman sibuk bekerja, Saquina masih sekolah. Sedang Bunda, dia tidak bisa hadir karena sudah ada janji dengan customer. Aku bisa memaklumi itu.Satu jam setelah ijab qobul dilaksanakan, keadaan Abah
last updateLast Updated : 2023-03-27
Read more

Part 133

Pantas saja Safina sampai menangis. Ternyata sampai mengeluarkan darah begitu banyak. Apa dia tidak akan trauma jika melakukannya lagi?“Loh, Mas. Lagi ngapain?” tanya Safina mengagetkanku.Aku menoleh ke arah sumber suara, menatap Safina yang terlihat sudah berganti pakaian serta dengan rambut basahnya yang tergerai indah.“Merapikan tempat tidur, Fin,” jawabku, kembali melanjutkan pekerjaan.“Ya Allah, Mas. Biar Fina saja yang melakukan. Mas Salim nggak perlu repot-repot. Untuk urusan beberes sudah menjadi kewajiban Fina.” Dia mengulas senyum mendekat ke arahku.“Mendingan Mas mandi saja. Biar kita shalat berjamaah.” Dia menyodorkan handuk kepadaku.“Terima kasih!” Mencium pipi Safina membuat wajahnya langsung bersemu merah seperti tomat.“Ih, Mas Salim...Aku udah wudhu...” Dia memonyongkan bibir manja.Aku terkekeh melihat ekspresinya, lalu segera pergi ke kamar mandi yang letaknya ada di luar
last updateLast Updated : 2023-03-28
Read more

Part 134

Safina tersenyum lalu meraih tanganku.“Aku maunya dipanggil ummi, Mas,” ucapnya malu-malu.“Maksud aku kamu mirip bunda pakai baju seperti ini,” ujarku lagi.“Oh, kirain Mas mau manggil aku bunda. Soalnya nanti kalau sudah punya anak aku maunya dipanggil Ummi. Itu pun kalau boleh sama Mas Salim.” Senyum indah kembali merekah di bibir manisnya.Ah, kenapa sekejap wajah wanita itu berubah menjadi bunda, lalu kembali lagi menjadi Safina.Ampuni aku ya Allah. Ampuni hambamu yang belum mampu melupakan rasa yang tersemat begitu dalam di dasar sanubari. Teguhkan hati serta imanku, jangan sampai bayang-bayang bunda terus menghantui dan membuat rumah tangga yang baru saja dibina hancur berantakan.Safina melepas hijab lalu berbaring di pangkuanku. Aku bingung harus bagaimana setelah ini. Di satu sisi ada hasrat yang ingin kembali dituntaskan. Sedang di sisi lain rasa takut kembali menghantui. Khawatir jika sedang melakukannya justru membayangkan wajah bunda Efita. Sebab, itu sama saja berzina
last updateLast Updated : 2023-03-31
Read more

Part 135

“Mau salat tahajud, Bun,” jawabku malu-malu. Mungkin pipi ini juga sudah bersemu merah seperti tomat karena menahan malu. Tapi biarlah. Bunda juga kan sudah berpengalaman. Pura-pura bersikap biasa-biasa saja supaya dia tidak tahu kalau sebenarnya aku malu ditatap seperti itu.“Musalanya nggak di sini, loh Salim. Sudah buruan sana, nanti kesiangan.” “I–iya, Bun.” Beranjak dari kursi meninggalkan Bunda sendirian.Selesai melaksanakan shalat sunah di sepertiga malam, gegas membangunkan Safina, menyuruhnya segera mandi karena sebentar lagi waktu subuh tiba.“Kenapa Mas tadi nggak bangunin aku shalat tahajud juga? Kan aku juga kepengen shalat malam bareng sama Mas?” protesnya dengan suara manja.“Aku nggak tega bangunin kamu, Fin. Soalnya kamu tidurnya nyenyak banget.” Mengulas senyum, membelai rambutnya yang tergerai indah.Aku akui Safina itu memang cantik. Kulit putih, mata bulat dengan bola mata bening ser
last updateLast Updated : 2023-04-01
Read more

Part 136

“Mas, kamu liatin apa?” Berjingkat kaget ketika tiba-tiba Safina sudah berada di sebelahku.“Oh, enggak, Fin. Aku lagi liatin orang. Rame banget!” dustaku.Ya Allah. Demi menjaga perasaan Safina, aku harus berbohong kepadanya. Sebab, tidak mungkin berkata jujur, mengatakan kalau aku baru saja melihat mantan tunanganku di tempat ini, karena takut dia merasa cemburu. Sungguh aku takut setelah ada satu kebohongan, akan disusul dengan kebohongan lainnya. Suatu saat aku harus menceritakan tentang Azalia, juga tentang perasaanku kepada Bunda. Supaya tidak ada yang ditutup-tutupi diantara kita berdua.Bismillah. Akan aku bangun keluarga yang sakinah, mawadah, warahmah bersama istriku. Berusaha melupakan Bunda, membina rumah tangga tanpa ada rahasia diantara aku dan juga istri.“Mas, beli kerudung boleh?” Safina menggelendot di bahu.“Boleh!” Menjawab sembari menarik hidung mungilnya.Dia lalu melingkarkan tangan di pinggang, mengajakku ke sebuah stand kerudung syar’i dan membeli beberapa pot
last updateLast Updated : 2023-04-03
Read more

Part 137

Safina terdiam mendengar kalimat demi kalimat yang terlontar dari mulutku. Tidak mau mendebat, malah sekarang dia mengalihkan pandangan ke luar jendela.Perjalanan dari Tanah Abang menuju ke rumah terasa sangat panjang nan menjenuhkan. Ditambah Safina yang terus saja diam membisu, membuat diri ini serba salah. Dia yang berbuat salah duluan, tetapi dia juga yang merajuk. Memang sikap wanita itu terkadang aneh. Maunya menang sendiri.Setelah sampai di rumah, gegas diriku masuk ke dalam kamar, merebahkan tubuh yang terasa lelah setelah menemani istri mengitari pasar grosir terbesar di Jakarta itu. Untung saja tadi sudah melaksanakan salat zuhur di musala pasar, jadi sampai rumah bisa langsung tidur sebentar sambil menunggu azan asar.***Ponsel di atas kasur terus saja menjerit-jerit. Ada panggilan masuk dari Paklik Tejo. Dia menanyakan Safina dan menyuruhku segera membawa dia pulang ke Semarang. Aneh memang bapak yang satu ini. Safina itu se
last updateLast Updated : 2023-04-04
Read more

Part 138

“Mas, aku minta maaf!” Safina memelukku dari belakang.Mendengar permintaan maafnya, lekas aku memutar badan, menatap wajahnya yang sudah terlihat cerah, tidak semuram tadi saat aku baru masuk ke dalam kamar.“Tapi sementara ponsel kamu aku yang pegang ya, Mas. Kalau ada pesan masuk aku baca dulu, baru aku kasih ke kamu,” ucapnya membuat emosiku kembali meninggi.“Ya nggak bisa begitu dong, Fina? Aku merasa privasiku terganggu kalau caranya seperti itu. Lagian, kamu itu kenapa sih, seperti anak kecil banget. Kirain kamu beneran shalihah dan dewasa. Ternyata aku tertipu cover kamu. Nyesel aku menyetujui pernikahan kita. Tahu sifat asli kamu begini, aku nggak akan turuti permintaan Paklik untuk menikahi kamu!” sungutku kelepasan, tidak bisa mengendalikan diri.Safina menggigit bibir bawah sambil menunduk. Wajahnya memerah menahan tangis juga aku lihat kedua sudut matanya sudah menganak sungai.Namun, meski begitu, dia tetap bersik
last updateLast Updated : 2023-04-05
Read more

Part 140

“Kamu serius mau pulang, Fin?” tanyaku dengan intonasi dibuat selembut mungkin.“Iyalah, masa cuma bercanda!” Dia menyahut tanpa menoleh sedikit pun kepadaku.Ya Allah. Semakin hari sifatnya semakin memprihatinkan. Tidak ada sopan santunnya sama sekali terhadap suami.“Ya sudah. Nanti aku carikan tiket kereta api. Atau, kamu mau naik travel saja?” Safina segera beranjak duduk dan menatap nyalang wajahku. “Kenapa harus pakai kereta atau travel? Kan ada Mas Salim. Mas punya mobil buat nganter aku pulang, ‘kan?!” ujarnya meradang.“Iya. Tapi aku capek kalau harus mengantar kamu ke Semarang hari ini. Aku juga takut kalau kita sudah sampai ke Semarang, kamu dan keluarga kamu akan melarangku kembali ke Jakarta lagi.”“Memangnya kenapa kalau kita tinggal di sana, Mas?” “Sekarang kamu pikir sendiri, Safina. Kamu di Jakarta, di rumahku saja memperlakukan aku seperti ini. Bagaimana nanti jika kita tingg
last updateLast Updated : 2023-04-06
Read more
PREV
1
...
1213141516
...
24
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status