Semua Bab Istri Sementara Tuan Adam: Bab 11 - Bab 20

98 Bab

Kerinduan

[Assalamualaikum ..., bagaimana kabar Ambu, Jaka dan Ningsih? Kalau keadaan Sari baik-baik saja di sini, jadi Ambu jangan khawatir! Maaf, Sari belum bisa pulang dalam waktu dekat ini. Salam rindu Sari.]Tuan Adam kemudian melipat surat itu dan memberikannya kepada Kang Asep seraya berseru, “Sampaikan surat dan amplop ini ke tangan yang bersangkutan dan ingat pesanku tadi!”“Baik Tuan,” sahut Kang Asep dengan sigap, “Nyonya bisa beritahu alamatnya?” pinta lelaki itu kemudian.Sari kemudian menyebutkan alamat rumahnya dengan lengkap, sementara itu Kang Asep mendengarkan sambil menganggukkan kepalanya tanda mengerti.“Apakah sudah jelas, Kang?” tanya Sari memastikan."Iya Nyonya, saya tahu daerah itu,” jawab Kang Asep.Kemudian Sari menyodorkan sebuah amplop kecil dan berkata, "Oh ya Kang, titip ini.""Pegang saja, itu sudah lebih dari cukup!" cegah Tuan Adam.“Permisi Tuan, Nyonya,” pamit lelaki itu undur diri.Sari menatap kepergian Kang Asep sampai hilang di balik pintu. Tiba-tiba air
Baca selengkapnya

11. Sari Sakit?

Tuan Adam sudah bersiap untuk menyambut kedatangan istrinya di kamar. Ia berniat akan menggempur Sari habis-habisan sebelum keberangkatannya besok ke luar kota. Namun, setelah menunggu sekian lamanya. Sari tidak juga menunjukan kehadirannya. Sehingga membuat Tuan Adam tidak sabar dan segera pergi ke kamar istrinya. Dengan perlahan Tuan Adam membuka pintu kamar Sari dan melangkah masuk nyaris tanpa suara. Ia melihat istrinya yang sedang tertidur pulas. Seketika ular kobra lelaki itu langsung bangun. Seperti melihat mangsa yang tidak berdaya. Tuan Adam yang sudah tidak sabar segera memeluk istrinya. Seketika Sari pun terjaga dan ia sangat terkejut melihat Tuan Adam Sudah berada di atas tubuhnya."Tuan, kenapa ke sini?" tanya Sari ketika teringat seharusnya ia yang datang ke kamar suaminya."Kamu lama sekali," jawab Tuan Adam sambil mengelus pipi Sari dengan penuh gairah."Maaf saya ketiduran," ucap Sari, “Apakah Tuan menginginkannya di sini?” tanyanya kemudian.“Iya,” jawab Tuan A
Baca selengkapnya

Aku Ingin Pulang

"Baiklah Nyonya, tetapi saya akan antarkan besok ya! Kalau sekarang motor saya sedang dipinjam oleh saudara, besok pagi baru dikembalikan ke sini. Tapi jangan lama-lama ya Nyonya! Takut nanti Tuan pulang tiba-tiba," ujar Kang Asep menyanggupi. "Baik Kang, sekarang petikan saya mangga lagi ya!" pinta Sari dengan seulas senyum yang mengembang.Setelah Kang Asep mengambilkan beberapa buah mangga muda lagi, Sari segera masuk ke dalam vila dengan senangnya. Ketika sedang menuju ke kamarnya, Sari tidak sengaja berpapasan dengan Bi Euis."Dari mana Neng?" tanya wanita paruh baya itu dengan heran."Itu Bi, habis minta tolong sama Kang Asep untuk ambilkan buah mangga lagi!" seru Sari yang membuat Bi Euis tampak tertegun melihatnya. Sari tidak memberitahu rencananya kepada Bi Euis. Dia berpikir besok saja, kalau sudah mau berangkat pulang.Setelah Sari masuk ke kamarnya, Bi Euis segera pergi ke dapur dan menuju tempat penyimpanan obat. Lalu mencari sesuatu di dalam kotak itu. Tidak lama kemud
Baca selengkapnya

12. Berubah

Seperti sebelumnya, Tuan Adam pulang tiba-tiba. Ia sudah membawa sebuah kejutan besar untuk Sari. Pasti demi mendapatkan pelayanan yang memuaskan dan rasa rindu yang terus menuntut untuk bertemu.Ketika hendak ke kamar istrinya, Tuan Adam melihat Sari sedang berada di taman. Ia kemudian melangkah tanpa suara, menghampiri wanita itu dari arah belakang."Sedang apa?" tanya Tuan Adam sambil memeluk Sari sehingga wanita itu hampir melonjak kaget.“Tuan sudah pulang?” tanya Sari dengan terkejut. Gagal sudah rencananya untuk pulang. Biarlah masih ada hari esok.“Pekerjaanku sudah selesai dan aku sangat merindukanmu,” jawab Tuan Adam dengan senyum yang menggoda. Lelaki itu pun mencoba untuk mencium istrinya.Sari pun mengelak seraya berseru, “Jangan Tuan, tidak enak nanti diliat Bi Euis dan penjaga!”“Biarkan saja, aku tidak perduli!” ujar Tuan Adam sambil terus mendekatkan wajahnya.Sari perlahan melangkah mundur. Lalu berlari kecil untuk menghindari Tuan Adam yang berusaha untuk menggapainy
Baca selengkapnya

13. Aku Harus Pergi

Bi Euis terlihat mondar-mandir di depan kamar Sari. Terlihat kecemasan yang terpancar dari raut wajahnya. Tidak lama kemudian ia melihat Tuan Adam yang datang sambil membopong tubuh istrinya. Dengan segera Bi Euis membukakan pintu pintu kamar Sari seraya bertanya, "Nyonya kenapa Tuan?" "Pingsan Bi," jawab Tuan Adam sambil membawa tubuh Sari masuk dan merebahkan di atas kasur.Bi Euis segera mengambil minyak kayu putih di atas meja. Lalu membalurkan ke pelipis dan hidung Sari agar cepat sadar."Bibi sudah panggil dokter?" tanya Tuan Adam dengan panik. Ia tidak menyangka Sari akan pingsan. Lelaki itu pun merasa bersalah sudah memaksakan kehendaknya tadi."Sudah Tuan, sepertinya dalam perjalanan," jawab Bi Euis mengira.Sari belum juga sadarkan diri, sampaiBeberapa saat kemudian Kang Asep datang dan memberitahu, "Tuan, Bu dokter sudah datang." "Suruh masuk Kang!" seru Tuan Adam sambil berlalu keluar.Tidak lama kemudian seorang dokter masuk ke kamar Sari dan segera memeriksa kondis
Baca selengkapnya

14. Keputusan Tuan Adam

"Bawa Sari dan gugurkan kandungannya!” seru Tuan Adam sambil melempar sebuah amplop ke arah Damar, “kerjakan dengan rapi!” pesannya kemudian.Damar segera menangkap amplop itu dan menjawab, "Baik Tuan." Tersungging seulas senyum dari bibir lelaki itu.Sari sangat terkejut mendengarnya perintah Tuan Adam kepada Damar. Ia tidak menyangka suaminya bisa setega itu. Sari tampak menggeleng dan meminta, “Tidak Tuan, kumohon jangan lakukan itu! Biarkan saya memiliki anak ini. Saya janji tidak menuntut apa-apa dan akan pergi jauh.” Wanita itu kemudian bersimpuh meminta belas kasih Tuan Adam sambil berderai air mata.“Anak itu tidak boleh lahir!” tegas Tuan Adam tetap pada keputusannya.“Jangan Tuan, anak ini darah dagingmu sendiri!” Sari mengiba sambil kian terisak pilu.Sepetinya Tuan Adam sudah gelap mata dan tidak perduli dengan Sari yang terus memohon belas kasihnya. Tanpa berpikir panjang lagi, ia pun berseru kembali, “Cepat Damar, bawa dia!” “Baik Tuan,” jawab Damar sambil mendekat ke
Baca selengkapnya

15. Terpuruk

Dengan langkah perlahan Sari memasuki halaman rumahnya yang sudah hampir setahun ia tinggalkan. Tok …! Tok …!Sari tampak mengetuk pintu dan berucap dengan pelan, “Assalamualaikum …."Tidak lama kemudian terdengar sahutan dari dalam, “Waalaikumsalam ….” Ketika pintu itu terbuka Bu Asih tampak terkejut melihat siapa yang telah datang ke rumahnya malam-malam. “Sari!” panggil wanita itu dengan senangnya.Sari segera menghambur dalam pelukan Bu Asih sambil memanggil, “Ambu ....” tangisnya seketika kembali pecah.Bu Asih segera membawa masuk putrinya tanpa melepaskan pelukan. Kemudian ia mengajak Sari untuk duduk sambil mengelus bahu putrinya agar tenang. Setelah Sari puas menumpahkan tangisnya, barulah Bu Asih mulai bertanya, “Apa yang sudah terjadi denganmu Nak. Kenapa kamu pulang sendiri, mana suamimu?”Sari tampak menghela nafas panjang dan menghempaskannya perlahan. Lalu ia mulai menceritakan semuanya tanpa dikurangi atau dilebihkan sedikit pun.Bu Asih tampak mendengarkan dengan se
Baca selengkapnya

Antara Kamu, Aku dan Dia

Hari demi hari berlalu, Sari tetap tegar menjalani hidupnya yang berat. Sejak pernikahannya dengan Tuan Adam, semua orang menatap dengan sinis dan selalu menggunjingnya. Dia dicap sebagai perempuan tidak benar. Sehingga Sari memutuskan untuk tidak ke luar rumah.Namun, hidup harus terus berjalan. Tidak mungkin ia berdiam diri di dalam rumah terus, meskipun harus menahan sakit hati karena mendengar cibiran orang-orang. "Ibu-ibu, lihat tuh Sari! Saya jadi takut suatu hari nanti kampung kita kena sialnya!" ujar seorang wanita paruh baya ketika melihat Sari sedang berjalan seorang diri.Wanita berbaju merah pun segera menimpali, "Makanya kita sebagai perempuan harus bisa jaga diri. Jangan mau saja dibujuk rayu sama lelaki!" "Betul Bu, saya tidak menyangka padahal Pak Dulah dulu sangat alim, tetapi putrinya seperti itu. Kasihan Bu Asih, harus ikut menanggung dosa anaknya," sahut perempuan lain menimpali. Sari yang tidak tahan mendengarnya segera meninggalkan tempat itu. Sungguh hatinya
Baca selengkapnya

16. POV SARI (Suara Hati)

Lima tahun telah berlalu, mentari masih selalu menyinari bumi, begitupun dengan angin yang masih setia berhembus hingga kini. Keduanya masih sama dan tidak berubah, walaupun dimakan usia. Namun, kehidupan harus terus berjalan seperti kisahku.Di tempat inilah aku memulai hidup yang baru. Kini kusudah mantab berhijab sejak tiga tahun yang lalu. Perlahan kumulai bangkit dari ketepurukan dengan menata hati yang sudah remuk ini. Mencoba untuk melupakan semuanya meski itu tidak mungkin.Namun, setidaknya aku tidak lagi memikirkan masa lalu yang begitu kelam. Berkat kerja keras dan doa dari ambu sekarang aku mempunyai warung makan, walaupun kecil. Banyak orang yang mencibir usahaku dengan sebutan ‘Warung makan janda muda’, tetapi aku tidak perduli. Itu kuanggap seperti angin berlalu, kusudah bosan mendengarnya.Selain itu terkadang aku mendapat panggilan untuk memasak di hajatan. Alhamdulillah berkat usaha itu, aku dapat menopang perekonomian keluarga dan menyekolahkan kedua adikku, Jaka da
Baca selengkapnya

17. POV TUAN ADAM (Hidayah)

Aku kembali setelah lima tahun meninggalkan negri ini. Kuinjakan kaki lagi di sebuah tempat, di mana pernah menjadi sebuah kenangan yang tidak mungkin terlupakan seumur hidupku.Perasaan berdosa dan bersalah terus mengerogoti hatiku. Terutama cinta ini yang tidak pernah bisa padam, meskipun diriku sudah ada yang memiliki.Andai waktu dapat kuulang, aku tidak akan melakukan perbuatan terlarang itu. Kini aku merasa seperti mendapatkan sebuah hukuman atas perbuatanku di masa lalu. Sampai sekarang aku belum juga dikaruniai seorang anak pun. Sungguh aku sangat menyesali keputusanku pada buah cinta kita, Sari.Kini aku datang kembali, hanya untuk meminta maaf secara langsung kepadamu Sari. Wanita yang pernah kusakiti secara lahir dan batin. Sungguh aku tidak sanggup menanggung semua beban ini. Jika bukan karena masih memiliki sebuah iman, pasti aku sudah jadi orang gila karena setiap malam bayang-bayangmu dan lengkingan suaramu yang memohon dan mengiba di kakinya waktu itu. Seperti sebuah r
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
10
DMCA.com Protection Status