Seperti sebelumnya, Tuan Adam pulang tiba-tiba. Ia sudah membawa sebuah kejutan besar untuk Sari. Pasti demi mendapatkan pelayanan yang memuaskan dan rasa rindu yang terus menuntut untuk bertemu.Ketika hendak ke kamar istrinya, Tuan Adam melihat Sari sedang berada di taman. Ia kemudian melangkah tanpa suara, menghampiri wanita itu dari arah belakang."Sedang apa?" tanya Tuan Adam sambil memeluk Sari sehingga wanita itu hampir melonjak kaget.“Tuan sudah pulang?” tanya Sari dengan terkejut. Gagal sudah rencananya untuk pulang. Biarlah masih ada hari esok.“Pekerjaanku sudah selesai dan aku sangat merindukanmu,” jawab Tuan Adam dengan senyum yang menggoda. Lelaki itu pun mencoba untuk mencium istrinya.Sari pun mengelak seraya berseru, “Jangan Tuan, tidak enak nanti diliat Bi Euis dan penjaga!”“Biarkan saja, aku tidak perduli!” ujar Tuan Adam sambil terus mendekatkan wajahnya.Sari perlahan melangkah mundur. Lalu berlari kecil untuk menghindari Tuan Adam yang berusaha untuk menggapainy
Bi Euis terlihat mondar-mandir di depan kamar Sari. Terlihat kecemasan yang terpancar dari raut wajahnya. Tidak lama kemudian ia melihat Tuan Adam yang datang sambil membopong tubuh istrinya. Dengan segera Bi Euis membukakan pintu pintu kamar Sari seraya bertanya, "Nyonya kenapa Tuan?" "Pingsan Bi," jawab Tuan Adam sambil membawa tubuh Sari masuk dan merebahkan di atas kasur.Bi Euis segera mengambil minyak kayu putih di atas meja. Lalu membalurkan ke pelipis dan hidung Sari agar cepat sadar."Bibi sudah panggil dokter?" tanya Tuan Adam dengan panik. Ia tidak menyangka Sari akan pingsan. Lelaki itu pun merasa bersalah sudah memaksakan kehendaknya tadi."Sudah Tuan, sepertinya dalam perjalanan," jawab Bi Euis mengira.Sari belum juga sadarkan diri, sampaiBeberapa saat kemudian Kang Asep datang dan memberitahu, "Tuan, Bu dokter sudah datang." "Suruh masuk Kang!" seru Tuan Adam sambil berlalu keluar.Tidak lama kemudian seorang dokter masuk ke kamar Sari dan segera memeriksa kondis
"Bawa Sari dan gugurkan kandungannya!” seru Tuan Adam sambil melempar sebuah amplop ke arah Damar, “kerjakan dengan rapi!” pesannya kemudian.Damar segera menangkap amplop itu dan menjawab, "Baik Tuan." Tersungging seulas senyum dari bibir lelaki itu.Sari sangat terkejut mendengarnya perintah Tuan Adam kepada Damar. Ia tidak menyangka suaminya bisa setega itu. Sari tampak menggeleng dan meminta, “Tidak Tuan, kumohon jangan lakukan itu! Biarkan saya memiliki anak ini. Saya janji tidak menuntut apa-apa dan akan pergi jauh.” Wanita itu kemudian bersimpuh meminta belas kasih Tuan Adam sambil berderai air mata.“Anak itu tidak boleh lahir!” tegas Tuan Adam tetap pada keputusannya.“Jangan Tuan, anak ini darah dagingmu sendiri!” Sari mengiba sambil kian terisak pilu.Sepetinya Tuan Adam sudah gelap mata dan tidak perduli dengan Sari yang terus memohon belas kasihnya. Tanpa berpikir panjang lagi, ia pun berseru kembali, “Cepat Damar, bawa dia!” “Baik Tuan,” jawab Damar sambil mendekat ke
Dengan langkah perlahan Sari memasuki halaman rumahnya yang sudah hampir setahun ia tinggalkan. Tok …! Tok …!Sari tampak mengetuk pintu dan berucap dengan pelan, “Assalamualaikum …."Tidak lama kemudian terdengar sahutan dari dalam, “Waalaikumsalam ….” Ketika pintu itu terbuka Bu Asih tampak terkejut melihat siapa yang telah datang ke rumahnya malam-malam. “Sari!” panggil wanita itu dengan senangnya.Sari segera menghambur dalam pelukan Bu Asih sambil memanggil, “Ambu ....” tangisnya seketika kembali pecah.Bu Asih segera membawa masuk putrinya tanpa melepaskan pelukan. Kemudian ia mengajak Sari untuk duduk sambil mengelus bahu putrinya agar tenang. Setelah Sari puas menumpahkan tangisnya, barulah Bu Asih mulai bertanya, “Apa yang sudah terjadi denganmu Nak. Kenapa kamu pulang sendiri, mana suamimu?”Sari tampak menghela nafas panjang dan menghempaskannya perlahan. Lalu ia mulai menceritakan semuanya tanpa dikurangi atau dilebihkan sedikit pun.Bu Asih tampak mendengarkan dengan se
Hari demi hari berlalu, Sari tetap tegar menjalani hidupnya yang berat. Sejak pernikahannya dengan Tuan Adam, semua orang menatap dengan sinis dan selalu menggunjingnya. Dia dicap sebagai perempuan tidak benar. Sehingga Sari memutuskan untuk tidak ke luar rumah.Namun, hidup harus terus berjalan. Tidak mungkin ia berdiam diri di dalam rumah terus, meskipun harus menahan sakit hati karena mendengar cibiran orang-orang. "Ibu-ibu, lihat tuh Sari! Saya jadi takut suatu hari nanti kampung kita kena sialnya!" ujar seorang wanita paruh baya ketika melihat Sari sedang berjalan seorang diri.Wanita berbaju merah pun segera menimpali, "Makanya kita sebagai perempuan harus bisa jaga diri. Jangan mau saja dibujuk rayu sama lelaki!" "Betul Bu, saya tidak menyangka padahal Pak Dulah dulu sangat alim, tetapi putrinya seperti itu. Kasihan Bu Asih, harus ikut menanggung dosa anaknya," sahut perempuan lain menimpali. Sari yang tidak tahan mendengarnya segera meninggalkan tempat itu. Sungguh hatinya
Lima tahun telah berlalu, mentari masih selalu menyinari bumi, begitupun dengan angin yang masih setia berhembus hingga kini. Keduanya masih sama dan tidak berubah, walaupun dimakan usia. Namun, kehidupan harus terus berjalan seperti kisahku.Di tempat inilah aku memulai hidup yang baru. Kini kusudah mantab berhijab sejak tiga tahun yang lalu. Perlahan kumulai bangkit dari ketepurukan dengan menata hati yang sudah remuk ini. Mencoba untuk melupakan semuanya meski itu tidak mungkin.Namun, setidaknya aku tidak lagi memikirkan masa lalu yang begitu kelam. Berkat kerja keras dan doa dari ambu sekarang aku mempunyai warung makan, walaupun kecil. Banyak orang yang mencibir usahaku dengan sebutan ‘Warung makan janda muda’, tetapi aku tidak perduli. Itu kuanggap seperti angin berlalu, kusudah bosan mendengarnya.Selain itu terkadang aku mendapat panggilan untuk memasak di hajatan. Alhamdulillah berkat usaha itu, aku dapat menopang perekonomian keluarga dan menyekolahkan kedua adikku, Jaka da
Aku kembali setelah lima tahun meninggalkan negri ini. Kuinjakan kaki lagi di sebuah tempat, di mana pernah menjadi sebuah kenangan yang tidak mungkin terlupakan seumur hidupku.Perasaan berdosa dan bersalah terus mengerogoti hatiku. Terutama cinta ini yang tidak pernah bisa padam, meskipun diriku sudah ada yang memiliki.Andai waktu dapat kuulang, aku tidak akan melakukan perbuatan terlarang itu. Kini aku merasa seperti mendapatkan sebuah hukuman atas perbuatanku di masa lalu. Sampai sekarang aku belum juga dikaruniai seorang anak pun. Sungguh aku sangat menyesali keputusanku pada buah cinta kita, Sari.Kini aku datang kembali, hanya untuk meminta maaf secara langsung kepadamu Sari. Wanita yang pernah kusakiti secara lahir dan batin. Sungguh aku tidak sanggup menanggung semua beban ini. Jika bukan karena masih memiliki sebuah iman, pasti aku sudah jadi orang gila karena setiap malam bayang-bayangmu dan lengkingan suaramu yang memohon dan mengiba di kakinya waktu itu. Seperti sebuah r
Seorang wanita cantik tampak tergesa memasuki sebuah kantor di Jakarta sambil menarik sebuah koper. Ia segera menuju ke sebuah ruangan yang memiliki jabatan penting di tempat itu. Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, perempuan itu langsung masuk sehingga mengejutkan seseorang yang berada di dalamnya.“Sovia, kapan kamu datang?” tanya lelaki itu yang sangat terkejut melihat kedatangan wanita yang dikenalnya.“Di mana Al, Zein?” Sovia tidak menjawab dan langsung balik bertanya.Zein segera berdiri dan menghampiri Sovia lalu berseru, “Duduklah! Tenangkan dirimu!”kemudian Zein segera mengambil sebotol air mineral dari sebuah kulkas mini dan memberikannya kepada Sovia. Kemudian ia ikut duduk di hadapan wanita itu. "Terima kasih," ucap Sovia sambil menerima pemberian Zein dan meminumnya beberapa teguk. Setelah beberapa saat kemudian, ia terlihat lebih tenang."Sekarang ceritakanlah, aku siap mendengarkannya!" seru Zein kembali. “Sudah beberapa hari Al tidak bisa dihubungi. Aku takut te
"Memakai hijab itu adalah salah satu kewajiban muslimah demi menjaga auratnya. Tapi mengenakan kerudung itu harus berdasarkan keimanan bukan karena sesuatu hal. Misalnya untuk menarik perhatian orang agar terlihat lebih baik," ujar Azza menjelaskan setelah mendengar keinginan Jelita yang mau memakai hijab. Jelita kemudian menegaskan,"Oh seperti itu, jadi kalau hati kita belum mantap sebaiknya jangan berhijab dulu?" "Boleh-boleh saja untuk belajar. Tapi amat disayangkan, kalau kita sudah memakai hijab karena alasan tertentu lalu melepasnya kembali, miris melihatnya," ujar Azza yang juga memberitahu bagaimana sikap seorang muslimah terutama dalam menjaga aurat dan pandangannya. "Ya sudah kalau begitu aku mau belajar sekarang," ujar Jelita dengan antusiasnya. Mendengar itu Azza tampak senang sekali dan mengajak, "Boleh, ayo sini aku ajarkan memakai hijab!" Azza kemudian memilah koleksi hijabnya dan mulai mengajarkan Jelita cara memakainya. "Masya Allah, kamu cantik sekal
"Jelita mana Tante?" tanya Fatih sambil mencari gadis itu dengan kedua mata elangnya. Dengan tetap tenang Tante Windi menjawab, "Ada di kamar sedang istirahat. Duduklah Fatih, sepertinya kita harus bicara!" Fatih segera duduk di sofa berhadapan dengan Tante Windi."Menurut Tante, kamu fokus saja urus perusahaan. Soal Jelita biar Tante yang tangani. Dia sudah dewasa Fatih, jadi sudah berani membangkang dan bisa melakukan perbuatan lebih nekat lagi, kalau terlalu dikekang!" ujar Tante Windi memberikan masukan ketika Fatih datang untuk menjemput Jelita.Fatih tampak berpikir sesaat dan menurut saran dari Tante Windi ada benarnya juga. Dengan tinggal di rumah ini, ia bisa bekerja dengan tenang dan tidak perlu khawatir lagi. "Baiklah, aku setuju Jelita tinggal bersama Tante. Tapi aku akan menambah beberapa orang keamanan lagi," ujar Fatih menyetujui."Oke, demi Jelita kamu boleh memperketat keamanan untuknya!" ujar Tante Windi sambil mengangguk kecil. "Sebelum pulang, aku mau bicara e
"Kamu harus pulang Nak, agar keluarga Jelita tidak cemas!" saran Sari setelah mendengar cerita Jelita.Jelita langsung terlihat sedih dan memohon, "Tolong Bu, izinkan aku menginap beberapa hari lagi!"Sari segera membelai kepala Jelita seraya berkata, "Maaf Nak, ibu dan abi bukan tidak suka kamu menginap di rumah kami. Tapi tanpa izin dari orang tua, kamu akan dianggap hilang. Jadi sebelum mereka lapor polisi sebaiknya kamu pulang dulu. Nanti boleh menginap lagi di sini kapan pun."Jelita tampak menghela napas panjang. Ia mana mungkin diizinkan menginap di rumah orang lain. Keluar dari pintu gerbang rumah saja dilarang. Gadis itu terus berpikir agar bisa tinggal lebih lama lagi di rumah ini. "Ya sudah, boleh aku pinjam telepon, untuk menghubungi mami di rumah?" pinta Jelita yang dijawab anggukan oleh Sari. Setelah dipinjami telepon, Jelita segera menjauh untuk menghubungi keluarganya. Jelita tentu tidak mau merepotkan Yusuf dan keluarganya yang begitu baik. Ia akan pulang dan kemba
Mentari tampak bersinar di ufuk timur. Bunga dan dedaunan terlihat segar dibalur sisa air hujan. Jelita sudah bangun dengan tubuh yang lebih bugar, meskipun kakinya masih terasa pegal akibat lari kemarin. Ia segera membasuh tubuhnya yang terasa lengket, meskipun air cukup dingin. Setelah itu segera memakai celana panjang dan sweater yang dibawakan Azza semalam. Setelah selesai, Azza datang lagi menemui Jelita. Tidak lama kemudian kedua gadis itu segera ke luar dari kamar dan menuju ke ruang makan. Di mana keluarga Tuan Adam terlihat sedang sarapan bersama. "Jelita kenalkan ini, Ibu, Abi dan Kang Yusuf," ujar Azza memperkenalkan keluarganya. Jelita segera menyalami Sari, sedangkan Tuan Adam dan Yusuf hanya mengatupkan tangan. "Nama yang cantik sesuai dengan orangnya. Bagaimana keadaan kamu Nak?" tanya Sari sambil tersenyum ramah. "Aku baik-baik saja Bu. Terima kasih, sudah memberikan izin untuk menginap di sini," ucap Jelita yang merasa disambut dengan hangat, padahal mereka baru
Hujan masih mengguyur kawasan puncak. Ketika sebuah mobil mewah tiba-tiba berhenti di jalan yang tampak macet. Seorang gadis cantik terlihat ke luar dari kendaraan itu dan berlari ke arah belakang. Tidak lama kemudian disusul oleh pria berbadan besar dan berpakaian rapi. "Tunggu, jangan pergi Non!" seru pria itu sambil mengejar.Gadis itu tampak ketakutan dan terus berlari sekencangnya. Sesekali ia berhenti di belakang kendaraan lain, sambil mengatur nafas dan berharap pria itu tidak mengejarnya lagi. Akan tetapi, doanya tidak terkabul. lelaki itu justru semakin dekat ke arahnya. Sehingga membuat gadis itu jadi kian panik."Pokoknya aku tidak mau kembali ke rumah," lirih gadis itu yang segera kembali berlari dengan nafas yang terengah. Namun, ketika di belakang mobil box Ia sudah tidak kuat lagi untuk melarikan diri. Kini dirinya hanya bisa pasrah akan apa yang terjadi. Alunan musik terdengar mengalun syahdu dari salah satu mobil sayur. Seorang pria bermata teduh tampak menikmati l
Lelaki sejati.Waktu terus bergulir, tidak terasa usiaku kian menua, raga ini juga mulai sakit-sakitan. Untung aku mempunyai seorang istri yang sangat perhatian sekali. Ia Seorang perempuan hebat yang Allah jodohkan dengan diriku ini yang jauh dari kata sempurna.Selama pernikahan kami tidak pernah sekalipun Sari mengeluh, ia selalu sabar dan ikhlas dalam mengurus dan merawatku anak-anak, dan ibuku. Sungguh aku sangat bersyukur karena semenjak kecelakaan 20 tahun yang lalu, seolah Allah memberikan aku kehidupan kedua untuk memperbaiki diri untuk menjadi lelaki sejati.Kini perkebunan sudah dipegang oleh Yusuf, sedangkan aku lebih banyak menghabiskan waktu di rumah dan hanya sesekali ke kebun jika Yusuf sedang keteter atau pergi. Aku menjalani sisa hidupku dengan banyak beribadah dan sering ke masjid.Alhamdulillah … aku di percaya menjadi salah satu pengurus. Rasanya begitu damai hati ini banyak melakukan kegiatan di rumah Allah. Sungguh aku tidak pernah merasa hati ini begitu bahagia
Roda kehidupan telah berputar, kini Bayu semakin sukses sebagai pengusaha di bidang otomotif yang memiliki beberapa bengkel di kota tempat tinggalnya. Jika Allah telah berkehendak tidak ada yang tidak mungkin bagi-Nya. Apalagi Bayu adalah sosok yang sabar dan ikhlas dalam menjalani hidup ini.“Aku turut senang Ning, jika sekarang Bayu sudah sukses sebagai pengusaha,” ucap Sari atas keberhasilan adik iparnya itu.“Iya Teh, Alhamdulillah ….” Ningsih bersyukur atas keberhasilan suaminya.“Bayu memang pantas mendapatkan semuanya karena ia adalah lelaki yang baik,” puji Sari sambil mengingat kebaikan Bayu yang tiada terkira kepadanya.Ningsih tampak mengangguk seolah sependapat dengan kakaknya. Lalu ia pun bertanya, “Teteh sendiri bagaimana? Pasti senang sekali ternyata Kang Adam masih hidup dan bisa berkumpul lagi dengan Yusuf.”“Teteh sangat bahagai Ning, ternyata Alllah banyak memberikan rahmat-Nya yang melimpah,” ujar Sari akan karunia yang didapatkannya selama ini.Sementara itu, Ada
Dari kabar yang terdengar, ternyata mobil yang dikemudikan oleh Saba masuk ke jurang ketika dikejar oleh polisi dan suster gadungan itu juga sudah ditangkap. Sementara itu keluarga Al Razi seperti Fatimah dan putranya segera kembali ke Turki setelah menjual semua saham serta aset perusahaan yang berada di Indonesia, kecuali vila.Sebenarnya Adam bisa saja merebut harta warisannya kembali, tetapi tidak mau. Ia ingin hidup sederhana dan bahagia bersama dengan keluarga kecilnya. Setelah situasi sudah aman, Adam kemudian menjemput Yusuf untuk tinggal bersama kembali. “Ibu!” panggil Yusuf sambil berlari kecil ketika melihat Sari di depan teras yang sudah menunggu kepulangan putranya.“Yusuf,” balas Sari sambil melapangkan satu tangan memeluk putra sulungnya itu.“Yusuf kangen sama Ibu,” ungkap bocah itu sambil memeluk Sari dengan erat.Sari segera membalas pelukan Yusuf dan mencium kepala anak itu seraya berkata, “Ibu juga kangen sama kamu sayang.” “Ibu, ini adik siapa?” tanya Yusuf sa
Malam itu hujan turun dengan lebat. Udara pun jadi dingin seolah menggigit tulang. Aku segera menyelimuti tubuh ini rapat-rapat dan mencoba memejamkan mata, tetapi entah mengapa selalu gagal. Tiba-tiba jantungku berdetak sangat cepat. Aku segera menyibak tirai dan melihat hujan masih turun deras.Entah mengapa pikiranku tertuju ke sungai yang berada di bawah sana. Perasaan ini kian gelisah dan berpikir mungkin akan terjadi banjir bandang. Akan tetapi, itu tidak mungkin karena rumahku berada di atas tebing. Untuk menghilangkan kegelisahan hati aku melakukan zikir sampai pagi menjelang.Aku segera membuka pintu, ketika hujan masih turun gerimis. Diriku kemudian berjalan ke halaman rumah untuk melihat aliran sungai. Tiba-tiba pandanganku tertuju kepada sesosok tubuh yang tersangkut di bebatuan. Naluriku untuk menolong pun muncul dan dengan hati-hati menuruni anak tangga menuju ke tepian sungai.Ketika sampai di tempat tujuan, aku segera menarik tubuh itu dengan sekuat tenaga. Lalu memeri