Dua hari berlalu, dengan hati berdebar Tyo menunggu putrinya pulang. Sudah hampir Magrib, tetapi Bianca belum juga menampakkan hidungnya. Tyo jalan mondar-mandir di depan rumahnya. Tak lama, terlihat Bianca turun dari angkutan umum. Tyo menyambutnya dengan mata berbinar.“Hei, mana, sudah kau dapatkan duitnya?” tanya Tyo tidak sabar. Bianca melirik sekilas, lalu masuk ke dalam rumah tanpa menghiraukan sang ayah.“Hei, anak sial! Kau tidak dengar?!” Tyo segera menjejeri langkah sang putri dan menarik lengannya.Bianca membalikan badannya. Roman lelah jelas tergambar di wajahnya yang ayu.“Uang sebanyak itu, mau aku dapatkan dari mana, Pak? Sudahlah, Pak. Itu kan utang Bapak. Tinggal pilih saja, mau masuk penjara atau kau pergi saja ke neraka!” jawab Bianca seolah lupa dengan etika.Sebuah tamparan kembali mendarat di pipi putih itu. Menyisakan tanda merah dan isak tangis. Bianca memegang pipinya yang terasa perih. Terlebih lagi hatinya.“Bunuh saja aku, Pak. Biar kau puas!” teriak Bian
Read more