Beranda / Romansa / GADIS KESAYANGAN TUAN MUDA / Bab 1 Gara-gara Utang

Share

GADIS KESAYANGAN TUAN MUDA
GADIS KESAYANGAN TUAN MUDA
Penulis: Lia M Sampurno

Bab 1 Gara-gara Utang

Penulis: Lia M Sampurno
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Bianca pulang dengan peluh yang  bercucuran di dahinya. Saat pintu terbuka sudah disambut seringaian dari sang ayah.

“Akhirnya kau pulang juga Bian. Mana duit?” ujar Tyo  sambil menjulurkan tangan. Bianca yang kehausan berlalu begitu saja tanpa menghiraukan perkataan ayahnya.

“Bian! Kau tuli apa?!”

Tyo menyusul sang putri yang tidak memedulikannya. Ditariknya lengan kurus itu hingga Bianca hampir terpelanting

“Aku belum gajian, Pak. Kalau pun aku punya uang juga itu buat kita makan, bukan untuk modal judimu,” jawab Bianca tanpa peduli dengan etika.

“Hei, anak tak tau diuntung! Harusnya kau berterima kasih karena sudah aku besarkan. Sini berikan aku duit!” teriak Tyo sambil menarik tas selempang dari pundak Bianca. Bianca coba mepertahankan, hingga talinya putus dan isinya berhamburan. Tyo segera menyambar dompet Bian yang tercecer. Bianca melihat itu dengan mata nanar dan napas yng memburu karena kesal.

Tyo segera membuka dompet itu dan mengambil lima lembar berwarna biru. Bianca mendekat ingin mengambil kembali uangnya, tetapi Tyo merentangkan tangannya jauh-jauh.

“Kembalikan, Pak. Hanya itu sisa uangku.” Bianca menarik lengan ayahnya.

“Uhuk! Uhuk!” Terdengar suara batuk dari kamar Marni—ibunya Bianca.

“Aku juga belum beli obat buat Ibu.” Bianca mencoba membujuk sang ayah.

 “Halah … kalau kau kasian sama ibumu, sana cari lagi duit yang banyak!” sergah Tyo. Sia-sia rasanya bagaimanapun Bianca membujuk.

Tok! tok! Tok!

Terdengar suara pintu yang diketuk dari luar. Makin lama semakin keras ketukannya.

“Sana buka!” ujar Tyo. Bianca beranjak setelah sebelumnya menghapus air mata yang tak ia sadari menetes di pipi.

Saat dibuka, tampak di luar dua orang berbadan tegap menatap Bianca dengan tatapan nyalang. Wajah keduanya mendongak angkuh.

“Mana Tyo?” ujar salah seorang dengan rambut panjang dan tato ular di lengannya.

“Bapak … emh … Bapak—“

“Aku tau dia di dalam. Cepat panggilkan atau rumah ini kami obrak-abrik!” bentak satu orang lagi yang berambut cepak.

Saat Bianca hendak membalikkan tubuhnya, tampak sang ayah tengah berjalan dengan gontai. Wajahnya yang sangar kini bagai kapas tertimpa hujan.

“Nah itu dia.”

“Hei, Tyo! Aku mau menagih hutangmu. Kapan kamu mau bayar?! Bos kami sudah bosan dengar janjimu terus,” ujar si Rambut Panjang.

“Kalau kau tidak mau bayar, tinggal kau pilih, mau ke penjara atau kami lempar ke neraka?!”  Kali ini si Rambut cepak yang angkat suara.

Mendengar itu nyali Tyo tampak makin menciut.

“I-iya. A-aku minta waktu lagi se-seminggu.” Suara Tyo terdengar parau.

Lelaki berambut panjang itu merangsek masuk dan menarik kerah baju Tyo hingga lelaki tua itu mendongak. Pandangn nyalang dari lelaki berambut panjang begitu jelas terlihat.

“Seminggu, sebulan, setahun. Persetan dengan kau! Aku akan kembali tiga hari lagi  dan uang itu harus sudah ada beserta bunganya, kalau tidak … kau akan tau akibatnya!” Lelaki berwajah garang itu mendorong tubuh ringkih Tyo hingga terjerembab ke lantai. Tanpa belas kasih salah satu dari mereka meludah ke arah lelaki tua.

Sepeninggal kedua orang itu, Tyo segera bangkit. Dia hampiri Bianca yang masih diam karena ketakutan.

“Hei, Bian. Besok kau carikan aku uang lima puluh juta. Aku tidak mau tau kau dapat dari mana. Pinjam pada temanmu, atau kau jual tubuhmu sekalian!” ujar Tyo dengan tatapan nyalang dan bibir menyeringai. Mata Bianca terbelalak tak percaya.

“Apa Bapak bilang? Lima puluh juta? Aku bukan sapi perahmu, Pak. Hentikanlah kebisaaan berjudimu!” teriak Bianca dengan isak tangis. Amarah Tyo seolah tersulut kembali. Dia cengkram wajah Bianca dengan jarinya.

“Dengar kau anak sial! Aku membesarkanmu tidak gratis, maka dari itu kau harus membalas budi baikku,” ujar Tyo setengah berbisik. Dia hempaskan tubuh mungil sang putri yang semakin terisak.

“Lebih baik kau mati saja dan pergi ke neraka!” umpat Bianca bercucuran air mata.

Mendengar itu, Tyo kembali menghampiri Bianca, sebuah tamparan keras hingga suaranya terdengar hingga ke kamar Marni. Wanita yang terlihat lebih tua dari umurnya itu bangkit dan berjalan terseok.

“Pak … sudah, Pak. Jangan sakiti terus putriku. Uhuk … uhuk!” ujar Marni diselingi batuk. Badannya tampak kurus kering karena TB yang sudah mulai akut.   

“Aarrggh … anakmu ini tidak tau terima kasih. Aku susah payah membesarkannya, tapi apa balasannya? Dasar anak durhaka!” umpat Tyo dan mengempasan tubuh Bianca.

Marni meraih tubuh Bianca yang terjatuh. Akan tetapi, tubuhnya yang lemah malah ikut terjatuh ke lantai.

“Ibu …,” jerit Bianca berusaha menopang tubuh kurus wanita itu.

“Aah … dasar kalian perempuan tidak berguna!” umpat Tyo kemudian berlalu ke ruang TV.

Tyo duduk di sebelah Anis—putri kesayangannya. Dia mengeluarkan uang yang dirampasnya dari Bianca. Melihat lembaran biru, Anis yang sedang fokkus ke layar kaca langsung menoleh ke tangan Tyo.

“Wah … Bapak banyak duit, nih. Minta dong, Pak.”   Anis menjulurkan tangannya. Tyo menjauhkan uang itu sesaat. Namun, kemudian dia ambil satu lembar dan memberiknnya pada Anis.

“Ini. Diem jangan bilang-bilang sama kakak dan ibumu!” bisik Tyo. Bibir hitamnya terlihat menyeringai. Anis menjentikkan dua jarinya.

“Siipp ….”

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Nur Oden
ceritanya best
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • GADIS KESAYANGAN TUAN MUDA   Bab 2

    Dua hari berlalu, dengan hati berdebar Tyo menunggu putrinya pulang. Sudah hampir Magrib, tetapi Bianca belum juga menampakkan hidungnya. Tyo jalan mondar-mandir di depan rumahnya. Tak lama, terlihat Bianca turun dari angkutan umum. Tyo menyambutnya dengan mata berbinar.“Hei, mana, sudah kau dapatkan duitnya?” tanya Tyo tidak sabar. Bianca melirik sekilas, lalu masuk ke dalam rumah tanpa menghiraukan sang ayah.“Hei, anak sial! Kau tidak dengar?!” Tyo segera menjejeri langkah sang putri dan menarik lengannya.Bianca membalikan badannya. Roman lelah jelas tergambar di wajahnya yang ayu.“Uang sebanyak itu, mau aku dapatkan dari mana, Pak? Sudahlah, Pak. Itu kan utang Bapak. Tinggal pilih saja, mau masuk penjara atau kau pergi saja ke neraka!” jawab Bianca seolah lupa dengan etika.Sebuah tamparan kembali mendarat di pipi putih itu. Menyisakan tanda merah dan isak tangis. Bianca memegang pipinya yang terasa perih. Terlebih lagi hatinya.“Bunuh saja aku, Pak. Biar kau puas!” teriak Bian

  • GADIS KESAYANGAN TUAN MUDA   Bab 3

    Pagi hari saat Bianca hendak berangkat kerja, di depan rumahnya susah terparkir sebuah mobil. Tyo dengan seringai khasnya menunggu di halaman. Lelaki itu menjegal langkah Bianca yang hendak melewatinya. Tangan keriputnya menarik tangan gadis itu."Lepaskan!" bentak Bianca. Laki-laki itu kembali menyeringai menunjukkan giginya yang kuning karena kopi dan rokok."Kau tidak akan ke mana-mana, gadis bodoh. Kau akan ikut denganku sekarang," ucapnya lalu menarik Bianca masuk ke dalam mobil. Setelah itu Tyo memerintahkan sang sopir segera menjalankan mobil. Sekuat tenaga Bianca melawan, tetapi akhirnya kalah dengan sebuah sapu tangan yang sudah diberi obat bius. Tubuh mungil itu pun terkulai lemas.Satu jam kemudian, Tyo sudah sampai di kediaman Danish. Sekuriti sepertinya sudah mengenali siapa yang datang. Dia langsung membuka gerbang tanpa diminta.Tyo dibantu sang sopir langsung membopong tubuh Bianca ke dalam rumah itu. Diantar sekuriti itu, mereka akhirnya mengempaskan tubuh Bianca di h

  • GADIS KESAYANGAN TUAN MUDA   Bab 4

    "Hei, kamu! Ternyata ke sini." Rey ternyata mencari keberadaan Bianca. Dia menarik satu kursi lalu duduk beseberangan."Kamu, beneran tadi nolak ajakan bercinta dari Kak Danish?" telisik Rey. Bianca menatap laki-laki di depannya."Hei, aku gak kenal kalian itu siapa. Yang jelas kalian pasti ada hubungannya sama si Bandot tua itu.""Bandot tua?" Kening Rey mengerut."Itu, orang yang menjualku sama kakak kamu," jawab Bianca polos."Apa? Kamu dijual? Wah gawat, berarti kamu harus melayani Kak Danish seumur hidup," ucap Rey mendekatkan wajahnya ke arah Bianca."Apa? No way! Buat aku, penghulu dulu baru tempat tidur!" jawab Bianca tegas."Lah, bapakmu juga sadis amat jual anak sendiri.""Dia cuman bapak tiri. Orang yang tidak punya otak," jawab Bianca."Hahaha, kamu gadis pemberani ternyata.""Tidak, aku justru penakut jika sudah berurusan dengan Bandot Tua itu. Aku takut karena ibuku sangat mencintanya." Bianca mengembuskan napas kasar."Lalu sekarang apa yang akan kau lakukan dengan Kak

  • GADIS KESAYANGAN TUAN MUDA   Bab 5

    Bianca duduk termenung di kursi taman, memandang air mancur yang jatuh ke kolam dengan ikan koi di dalamnya. Gadis itu merasa bingung, antara ingin pulang karena rindu sang ibu, juga rasa jijik mengingat kelakuan sang ayah tiri.Rambutnya yang tergerai, sesekali melambai tertiup angin. Sebagian menutupi wajahnya yang cantik meski tanpa make up."Hei!" Sebuah suara menyadarkan lamunannya. Biancaca menoleh. Rey tersenyum sebelum mengempaskan tubuh di samping Bianca."Kenapa melamun?" tanya Rey sambil menatap gadis yang memandang kosong ke arah kolam."Aku ingin pulang, tapi ... bandot tua itu pasti akan menyerahkan aku lagi pada kakakmu. Jika aku kabur, kakakmu pasti tidak akan tinggal diam." Bianca menghentikan ucapannya lalu menoleh pada pemuda di sampingnya."Pilihanku hanya satu, aku harus bekerja pada kakakmu untuk melunasi hutang ayahku. Bukan demi dia, tapi demi ibuku." Bianca menghela napas panjang. Seolah ada sebuah beban berat di pundaknya."Kamu gadis yang kuat, Bianca. Aku a

  • GADIS KESAYANGAN TUAN MUDA   Bab 6

    Setelah kepergian Rey, Bianca segera masuk. Matanya terbelalak saat melihat interior kamar itu. Sebuah kamar yang begitu girly. Bianca seperti ada di sebuah kamar dalam drama korea yang sering ditontonnya. Semua perabotan terbuat dati kayu yang dicat putih. Ranjang berukuran sedang dengan sprei dan bed cover berwarna pink lembut. Kasurnya tampak begitu empuk.Sebuah pintu lagi ada dipojok. Saat Bianca membukanya, tampak kamar mandi dengan bathtub putih terdapat di sana.Bianca memang sudah merasa tidak nyaman, karena belum mandi lagi sejak datang tadi pagi. Dia segera membuka pakaiannya dan berendam dalam air hangat.Lima belas menit berlalu, Bianca bangkit dan meraih handuk yang sudah tersedia di sana. Dia keluar dari kamar mandi tepat saat pintu kamarnya pun terbuka. Dua pasang mata itu bertemu."Aaaaww!" Bianca refleks menjerit saat sadar siapa yang masuk. Dia ceroboh dengan tidak mengunci pintu kamar itu."Pergi kau! Dasar mesum!" teriak Bianca.Danish tersenyum sinis. Sebuah pape

  • GADIS KESAYANGAN TUAN MUDA   Bab 7

    Bianca berinisiatif untuk ikut membersihkan rumah. Sebuah vacum cleaner dia tenteng dan mulai menyedot debu di setiap inci ruangan itu. Walaupun pelayan yang lain memakai seragam sedangkan dia hanya memakai terusan selutut, tapi tidak menyurutkan semangatnya."Peduli amat yang punya rumah ini otaknya keruh kaya air comberan, aku tetap harus berpikiran waras," gumam Bianca sambil membungkuk dan terus menggerakkan alat penyedot itu ke sana sini.Duk!Ujung penyedot itu bertabrakan dengan ujung sepatu canvas putih. Bianca sontak menghentikan gerakannya, lalu tubuhnya dia tegakkan sempurna. Pandangannya mendarat pada senyuman manis yang tersungging di bibir Rey."Hai, rajin amat. Udah dikasih tugas tambahan sama Kak Danish?" celotehnya dengan wajah manis. Bahu Bianca mengendur."Aku kira si Tuan Mesum," ujar Bianca. Mendengar itu Rey tertawa renyah."Apa? Siapa Tuan Mesum? Kamu, lagi. Apa yang kamu tertawakan?!"Sebuah pukulan pelan mendarat di kepala belakang Rey. Melihat siapa yang data

  • GADIS KESAYANGAN TUAN MUDA   Bab 8

    "Bianca, tolong pilah setiap sayuran yang baru saja kau beli. Cuci lalu kau masukan ke wadah-wadah seperti biasanya. Jangan lupa langsung masukan ke kulkas," pinta sang juru masak saat melihat kedatangan Bianca dari pasar moderen. Gadis itu tersenyum dan mengangguk.Bianca segera duduk dan menaruh aneka sayuran itu di meja. Tangannya begitu cekatan memilah. Tak perlu waktu lama semuanya sudah selesai dipilah dan dicuci."Bianca, bisa minta tolong?" panggil Yuni. Bianca yang baru menutup kulkas langsung menoleh."Ya, Mbak?""Tolong masukan baju-baju Tuan Rey juga Tuan Danish ke lemari mereka. Baju-bajunya ada di ruang laundry. Tolong, ya, aku ada perlu dulu," jelas Yuni."Siap, Mbak!" jawab Bianca.Yuni melenggang, meninggalkan Bianca yang tampak malas harus memasuki kamar sang tuan walaupun mereka belum kembali dari kantor.Bianca mengambil setumpuk kaos dalam, celana dalam juga baju-baju yang biasa dipakai di rumah. Gadis itu menaruh ke dalam box agar lebih mudah membawanya."Ini sep

  • GADIS KESAYANGAN TUAN MUDA   Bab 9

    "Hei, aku bisa mendengar nada cemburu dari kalimatmu!" ujar Danish. Bianca melengos."Cemburu apanya? Aku justru merasa jijik!" sergah Bianca.Danish meraih bahu gadis itu dan memutar agar menghadapnya."Hei, kau menangis?" tanyanya lirih. Jempol kanannya mengusap air yang tanpa sadar berjatuhan di sudut mata Bianca. Gadis berseragam pelayan itu menunduk dalam, merasa malu. Seperti seorang maling yang kepergok sekuriti.Danish mengangkat dagu gadis itu dengan ujung jarinya."Lihat aku!" pintanya. Perlahan dua pasang mata itu bertemu. Danish seolah ingin menyelam ke dalam palung hati gadis di depannya, melalui sorot mata itu.Tangan Danish meraih tubuh mungil itu ke dalam dekapannya. Dia hirup puncak kepala Bianca dalam-dalam."Maaf, jika aku membuatmu terluka," bisik Danish lirih.Entah mengapa, dekapan itu begitu menenangkan hati Bianca.Beberapa saat Bianca mulai bisa menguasai diri. Dia dorong tubuh jangkung lelaki yang mendekapnya."Hei, kau jangan coba-coba mengambil kesempatan d

Bab terbaru

  • GADIS KESAYANGAN TUAN MUDA   Bab 50

    Danish duduk termenung di pinggir ranjang. Tatapannya kosong. Bian mengelus punggungnya perlahan.Lelaki itu perlahan menoleh. “Apa kamu memang merencanakan ini semua sebelum berangkat ke sini?” tanya Danish. Bian mengangguk.“Jadi kamu sudah tahu kebobrokan mereka?”Bian kembali mengangguk.Danish memejamkan matanya dan melengos.“Dia lelaki yang paling aku benci. Tidak pernah berubah walaupun sudah tua. Dia tidak pernah puas dengan satu wanita,” ucapnya menyesalkan.“Apakah itu yang menjadi alasanmu berganti-ganti wanita?” tanya Bian polos.Danish menoleh dan menatap wanitanya lekat. “Aku jadikan itu sebagai pelampiasan. Selain ibuku, aku menganggap semua wanita adalah sama. Makhluk murah dan menjijikan. Mereka hanya bisa menjadi pemuas nafsu sesaat. Sebelum akhirnya aku bertemu kamu dan menyadari semuanya. Kau berbeda, Bian,” ungkap Danish.“Setiap wanita yang kutemui, mereka dengan mudah menyerahkan kehormatannya demi sejumlah uang. Ada juga yang tergila-gila padaku dan mau melaya

  • GADIS KESAYANGAN TUAN MUDA   Bab 49

    “Apa-apaan ini?” Irene berusaha mempertahankan selimut yang menutupi tubuh polosnya. Namun, Monic pun tak mau kalah. Dia menarik tangan Irene yang tengah duduk dan menyilangkan tangan di dadanya.Monic tahu, semua itu demi menutupi tubuhnya yang tak memakai apapun.“Berengsek, ya, kalian! Nggak punya otak! Nggak punya hati!” teriak Monic.“Kau perempuan ular, Irene! Kau tega menikamku dari belakang. Akan aku bongkar semua kebobrokanmu sekarang juga.” Monic berteriak dengan napas yang naik turun. Matanya merah menahan sedih dan amarah.“Perlu kau tau, Danish. Kalau sebetulnya sekarang ini dia tidak hamil. Dia berpura-pura hamil supaya bisa menjebakmu dan memperoleh semua kekayaanmu.” Monic terengah.Danish terperangah. Namun, tidak dengan Bian. Dia sudah bisa menduganya.“Diam kau sialan!” Irene kini yang bangkit walaupun dengan gerakan tak bebas karena berusaha menutupi tubuhnya yang polos.“Aku tidak akan tinggal diam, Irene! Kau tega menggoda Demian di belakangku!” balas Monic.Bian

  • GADIS KESAYANGAN TUAN MUDA   Bab 48

    Bian masih menyembunyikan masalah itu dari Danish. Dia tidak ingin menambah beban suaminya yang tengah sibuk dengan pekerjaan dan bisnisnya. Bian berencana akan menangkap basah keduanya dengan disaksikan oleh Danish juga Monic.Dia yakin jika tak lama lagi Irene akan meminta izin pada Danish untuk pergi ke luar kota, entah dengan memberikan alasan apa.Benar saja, hanya berselang beberapa hari, Irene meminta izin pada Dnish jika dia akan ada acara reuni dengan teman-temannya di Bali. Tepat seperti yang pernah Bian dengar saat di kafe jika kedua pasangan selingkuh itu akan pergi ke Bali.“Boleh, kan, Danish?” pinta Irene dengan rengekan manjanya. Danish tak menanggapi. Dia malah asik melanjutkan makan malamnya.“Tuan, Mbak Irene lagi bertanya.” Bian berbisik. Namun, Danish tak menggubrisnya.“Aku nggak peduli. Mau dia pergi ke neraka sekalipun, aku nggak peduli,” jawab Danish. Bian tersenyum malas. Sedangkan Irene tampak biasa saja dengan sikap Danish yang tak peduli.“Jadi kamu kasih

  • GADIS KESAYANGAN TUAN MUDA   Bab 47

    “Hei, Bian.” Sebuah suara menyapa Bian yang sedang memilih pakaian di sebuah pusat perbelanjaan. Sekarang dia sudah berani ke mana-mana sendiri tanpa diantar oleh Danish yang super sibuk.“Hei, Lena!” Bian ikut terperangah saat melihat siapa yang menyapanya. Seorang teman lama semasa SMA.“Kamu keren, ya, sekarang. Makin cantik dan modis aja,” ujarnya sambil menilik Bian dari atas sampai bawah.Bian tertawa kecil.“Kamu lagi beli baju?” tanyanya dan Bian mengangguk.“Katanya, sekarang kamu punya suami yang kaya raya, ya? keren, deh, Bian.”Karena merasa tak enak diperhatikan oleh orang-orang, Bian mengajak Lena untuk mengobrol di kafe.“Kamu yang traktir, ya?” goda Lena mengedipkan mata. Bian tersenyum sambil mengacungkan jempolnya.Mereka kembali mengobrol setelah memesan makanan dan minuman. Lena menanyakan kehidupan Bian yang konon bersuamikan seorang bule kaya. Bian hanya tertawa tanpa banyak mengungkapkan bagaimana Danish sebenarnya.“Sama ajalah sama yang lain. Bedanya suamiku e

  • GADIS KESAYANGAN TUAN MUDA   Bab 46

    Mata biru itu membelalak saat melihat siapa yang sedang duduk di ruang TV. Dengan santainya Rey memindahkan saluran sambil bersilang kaki.“Berani juga kau ke sini,” sindir Danish yang baru turun dari kamarnya. Rey tersenyum malas.“Aku ingin tahu keadaan Bian,” jawab Rey dengan entengnya.Danish terbahak.“Apa kau terlalu santai hingga mengurusi istri orang, hah? Dia itu tanggungjawabku, kau tidak perlu repot-repot memikirkannya. Hidupnya sudah sempurna dengan berada di sisiku.”Rey bangkit dan tersenyum kecut. “Oh, ya? Bagaimana dengan ini?” ucapnya menunjukan surat panggilan dari Pengadilan Agama.Danish membelalak. Dia tak menyangka jika Bian benar-benar mengajukan gugatan cerai.Dengan penuh amarah Danish menyambar surat itu dan menyobeknya hingga berkeping-keping.“Ini hanya lelucon. Bian akan segera mencabutnya,” ucap Danish jumawa.“Oh ya? Apa kau sudah yakin?” tanya Rey mengejek.Danish kembali terbahak. Dia kemudian meneriakan nama sang istri dengan lantang. Memangginya agar

  • GADIS KESAYANGAN TUAN MUDA   Bab 45

    Danish menatap secarik kertas berwarna hitam putih dengan gambar siluet bayi tak begitu jelas. Dahinya mengernyit. Dia tidak meyakini kebenaran tentang gambar hasil USG itu.Tanpa mengatakan apapun, Danish pergi dan melempar begitu saja hasil USG itu ke atas meja.“Gambar seperti ini bisa punya siapa saja. Aku tidak akan percaya sampai lihat hasil tes DNA,” ujarnya santai.Irene terlihat kesal dan meremas kertas hitam putih itu hingga tak berbentuk.“Dasar laki-laki nggak bertanggungjawab!” teriak Irene geram.Danish yang hampir menginjakan kakinya di undakan tangga terhenti seketika dan perlahan berbalik. Tersungging senyum sinis di wajahnya.“Kau bilang aku tidak bertanggungjawab?” Danish tersenyum kecut. “Lalu bagaimana kau bisa tinggal di sini dengan uang yang aku berikan padamu setiap kau minta?”Irene melengos.“Kau tidak pernah memperlakukan aku seperti kau perlakukan Bian. Kau tidak adil!” Irene kemudian berani berteriak.Danish melangkahkan kakinya mendekati wanita itu.“Apa

  • GADIS KESAYANGAN TUAN MUDA   Bab 44

    Bian yang sedang membereskan barang-barangnya merasa tak enak dengan sikap Danish di tempat kerjanya. Dia lalu menghentikan kegiatannya dan menghampiri Danish yang masih menatap nyalang pada maya.“Tuan, tolong tenanglah. Dia tidak tahu kalau kau ini sangat berkuasa. Ayo kita pergi saja.” Bian merengek, menghalangi tubuh jangkung yang tegap menantang. Bian memegangi kedua tangan Danish, menggoyangkannya sambil memelas.“Dengar! Ayo kita kembali ke hotel dan mengulang yang tadi. Lupakan saja keributan ini, ” bisiknya sambil berjinjit, menempelkan bibir ke telinga Danish. Tidak ada cara lain untuk menurunkan emosi lelakinya selain dengan merayu seperti itu.Danish yang sedari tadi menatap nyalang pada Maya, lalu mengalihkan tatapannya pada Bian dan tersenyum. Namun, sedetik kemudian Danish kembali menatap marah pada Maya.“Dengar! Kalau bukan karena istriku yang minta, sudah kutendang kau ke jalanan!” bentak Danish. “Minta maaf dan berterima kasihlah pada istriku sekarang juga!” titahny

  • GADIS KESAYANGAN TUAN MUDA   Bab 43

    Bian menggeliat. Tubuhnya benar-benar lelah jika sudah menghabiskan waktu dengan Danish. Perutnya keroncongan. Jam sudah menunjukan pukul 3 sore. Bian melirik ke sebelah kirinya, Danish terlelap lengkap dengan dengkuran halusnya. Dia pasti kecapean setelah pergumulan panjang.Bian merasa tak enak hati dengan staff yang lain, di saat jam kerja dia malah pergi meninggalkan tugasnya. Sudah pasti staff yang lain yang mengerjakan tugasnya.Beringsut turun dari tempat tidur dengan menutupi tubuhnya dengan selimut tipis berwarna putih, Bian memunguti pakaiannya yang terserak, lalu pergi ke kamar mandi. Dalam waktu 10 menit dia sudah beres mandi dan mengendap pergi.Beruntung di seberang hotel ada beberapa taksi yang mangkal, sehingga Bian tidak perlu repot-repot memesan taksi online. Pertemuan singkatnya dengan Danish, tidak menghasilkan sesuatu yang pasti. Apakah dia percaya dengan penjelasannya, atau hanya sekedar memanfaatkan pertemuan mereka demi untuk memuaskan hasrat.Langkahnya diperc

  • GADIS KESAYANGAN TUAN MUDA   Bab 42

    “Aime, tolong siapkan penerbanganku ke Surabaya sekarang juga!” ucapnya tegas. Dia tak meminta hal itu saat di ruang meeting tadi, karena masih menghargai para staff-nya.“Dengan pesawatmu?” tanya Aime meyakinkan.“Tentu saja. Aku tidak ingin membuang waktu,” jawab Danish berapi-api.Perjalanan Jakarta-Surabaya yang memakan waktu satu jam terasa begitu lama. Danish sudah tidak sabar ingin bertemu dengan Bian.Danish pun merasa aneh, bagaimana Bian bisa sampai tinggal di Surabaya dan langsung bekerja dengan mudah.Tiba di Bandara Juanda, Danish sudah ditunggu oleh seseorang dan mereka bergegas menuju tempat Bian bekerja.Jarinya mengetuk-ngetuk punggung tangan tanda tak sabar. Sebuah gedung perkantoran berlantai empat sudah tak lagi jauh darinya. Dia meminta turun saat mobil di depan lobby.“Kau parkir saja. Aku telepon kalau semua sudah selesai,” ujar Danish. Sang sopir hanya mengangguk dari balik kemudi.“Aku mau bertemu dengan Bian,” ucap Danish tegas tanpa basa-basi di depan meja r

DMCA.com Protection Status