Semua Bab JADI ISTRI DUDA? BOLEH JUGA: Bab 161 - Bab 170

205 Bab

Lukman

Jevano dan Rani baru bisa pulang setelah mengantarkan buku tugas ke ruang guru, membantu ketua kelasnya. Ada dua buku pelajaran yang harus dikumpulkan. Pasti sangat berat sekali kalau hanya satu orang yang membawanya."Kalian dari mana?" tanya Arina saat mendengar pintu ruangan khusus mereka terbuka dan menampakkan dua sosok teman yang baru saja datang.Rani mengembangkan senyumannya, memperlihatkan gigi-giginya yang rapi itu. "Ke ruang guru. Aku sama Jevano habis cari muka.""Itu kamu aja, ya, Ran. Aku ikhlas bantu." Jevano menyenggol gadis itu."Mulai lagi enggak asyiknya." Haikal berkomentar. Dia rebahan di atas sofa. "Ar, lo pulang bareng gue atau?"Arina m
Baca selengkapnya

Kafe Depan Sekolah Jevano

"Loh, Jevano? Masih di sini?""Arina?" Juwita berucap kaget."Kalian saling kenal?" Lukman juga ikutan kaget."Hai, Tante Juwi." Arina melambaikan tangannya dan mendekati wanita itu. Dia memeluknya."Sehat, sayang?" Juwita mengecup kening Arina. "Yang lainnya juga sudah dijemput?"Arina mengangguk. "Tinggal aku duluan. Tadi abis ketemu kakaknya Haikal.""Tunggu. Tunggu. Kamu teman Jevano, Rin?" tanya Lukman masih tak percaya.Arina mengangguk polos dan beralih ke sebelah omnya. Dia memeluk omnya dan dipeluk balik. "Om Lukman kapan dateng? Kenapa engga
Baca selengkapnya

Bertemu Kembali

Lukman berjalan menuju ke ruang ganti di kamarnya yang luas itu. Dia masih mengenakan bathrobe setelah membersihkan diri. Kini, dia tampak kebingungan untuk memilih baju untuk dirinya sendiri. Paling tidak dia harus memberikan kesan yang lebih baik di depan Tuan dan Nyonya Anggari. Dia menghela napas setelah mengambil satu pasang tuksedo yang sedari tadi sebenarnya sudah menyita perhatiannya. Tuksedo biru tua pemberian Juwita saat ulang tahunnya ke dua puluh tujuh. Tidak terasa, sudah tiga tahun yang lalu. Semoga saja masih muat.Lukman sangat ingat bagaimana ambisi Juwita saat mau menghadiahkan tuksedo ini kepadanya. Wanita itu sampai membayar pembantunya di rumah untuk mendapatkan ukuran badannya karena, tentu saja penjahit baju formalnya sangat menjaga privasi para kliennya dengan baik. Dia tertawa sendiri kalau meng
Baca selengkapnya

Reuni Kecil Para Bocil Juga

"Kak Lukman!" sapa seorang wanita yang menggunakan gaun biru berlian. Dia melambaikan tangan dan mendatangi pria yang disebut namanya tadi. Dia memeluk pria itu dengan erat. "Kapan datang? Ya ampun lama banget enggak ketemu."Itu Hellen. Dia tadi sempat bertemu dengan Juwita dan keluarga temannya tersebut saat pertama kali datang. Dia baru bertemu dengan Lukman.Lukman membalas pelukan itu dengan hangat. "Hallo adik kecil. Kamu udah besar aja, kayak si Tata." Dia melepas pelukannya. "Jangan-jangan kamu juga udah nikah."Jamal dan Jevano mengerutkan dahi mereka. Bentar, apa tadi yang Lukman bilang? Tata? Panggilan untuk wanita yang mereka sayangi ini Tata? Panggilan sayang gitu? Panggilan masa kecil? Astaga, mereka jadi bete lagi.
Baca selengkapnya

Tak Boleh Terlewatkan

Ini sudah tiga kalinya Jevano CS bolak balik ke meja hidangan satu ke meja yang lain. Mereka berniat untuk mencoba semua hidangan yang tersedia di sana. Tidak peduli enak atau tidak. Tentu saja semuanya enak, tapi mungkin saja beberapa tidak cocok untuk lidah mereka. Mereka sengaja mengambil makanan yang belum mereka kenal dengan porsi sedikit. Apalagi masakan nusantara yang penuh dengan rempah. Mereka akan mengambil sedikit, mencicipi bersama, dan kalau mereka suka, mereka akan kembali lagi untuk mengambil lebih banyak."Wah, sumpah. Enggak bakalan kenyang aku kalau gini." Syahid menyandarkan punggungnya ke kursi. Di sampingnya ada Rani yang sedang menikmati ikan asam manis. Rani suka paprikanya. Tangan Syahid menyentuh punggung gadis itu. Rani menoleh. "Apa?" Mulutnya penuh dengan suapan. 
Baca selengkapnya

Jevano Harus Ngerti

Jevano membanting pintu kamarnya dengan keras. Dia tahu kalau itu sebenarnya tak sopan. Lebih lagi dia sedang berbicara dengan kedua orang tuanya. Tapi, rasa kesal yang memenuhi hatinya menghilangkan kesadaran itu.Terdengar ketukan dari luar beberapa kali."Jevano, tolong dengerin Bunda sama Ayah dulu, sayang. Ayo bicara baik-baik." Juwita berusaha membuka pintu kamar anaknya itu tapi tak bisa. Jevano menguncinya."Enggak mau! Aku enggak mau denger apa-apa dari Bunda atau Ayah. Aku mau tidur!" Jevano membuka kancing jasnya. Dia membuang pakaian itu ke sembarang arah. Dia melonggarkan dasi dan langsung menelungkupkan badannya di kasur. Dia capek karena harus menghadiri acara ayahnya. Lalu sekarang dia kesal karena Bunda dan Ayah akan ke Singapura bersama selama dua mingg
Baca selengkapnya

Titip Jevano

Jevano memukul pundak ayahnya saat pria itu hendak memeluk dan mengajaknya berjalan bersama. Jamal tertawa melihat kelakuan anaknya ini. Dia tetap menempel Jevano dan merangkul pundak anaknya itu. Dia mencium pipi Jevano lalu puncak kepala pemuda tersebut."Makasih," ucap Jamal dengan senyum lebarnya.Jevano melirik ayahnya. Dia menghentikan langkah dan bersendekap. Tatapannya serius. "Lain kali jangan kayak gitu. Kalau aku juga mau gimana?"Jamal menjitak kepala anaknya. "Nikah!"Jevano mengaduh. Kepalanya dielus oleh sang ayah yang tertawa terbahak."Jangan aneh-aneh." Jamal mengecup kepala anaknya lagi.
Baca selengkapnya

Berangkat

Sesuai dengan apa yang sudah direncanakan oleh Jamal, dia dan Juwita mengantarkan Jevano ke rumah utama Keluarga Anggari untuk menitipkan anaknya tersebut setelah selesai packing di hari yang sama. Arjuna memberinya kabar bahwa keberangkatan menuju Singapura dimajukan jam sembilan malam. Jadi, dia dan Juwita mengantar Jevano jam tujuh malam ke rumah utama. Dengan sukacita, Tuan dan Nyonya Anggari menyambut cucu mereka. Apalagi Tuan Anggari, dia sampai meninggalkan burung murai kesayangannya demi menemui sang cucu yang baru datang."Hai, Jevano!" Tuan Anggari seperti sedang menyapa anak kecil. Dia melebarkan kedua tangannya dan mendekati sang cucu dengan wajah yang amat sangat semringah. Kakek satu ini memang agak lain."Hai, Kakek." Jevano menyapa dengan riang tapi tetap kalem. Dia mendekati kakeknya dan membalas pelukan
Baca selengkapnya

Sibuk

Saat tiba di Singapura, Jamal dan Juwita tidak bisa berbagi kamar hotel yang sama. Mereka sudah dipesankan kamar hotel oleh klien mereka masing-masing, Jamal oleh calon koleganya dan Juwita oleh agensi model yang mengundangnya. Jarak antara hotel mereka pun jauh. Dunia memang mengharuskan mereka untuk bekerja giat terlebih dahulu sebelum bersenang-senang.Arjuna tertawa bahagia saat mendorong koper miliknya dan milik Jamal. Dia sungguh puas menertawakan wajah kecewa Jamal dan Juwita yang tadi dia lihat saat mereka harus berpisah. "Makanya, kerja, ya, kerja. Bulan madunya jangan dicampur dengan yang lain. Entar manisnya enggak kerasa." Dia menempelkan kartu pass kamar dan membuka pintu.Jamal mendorong pintu dengan kaki setengah menendang. Dia meraih leher Arjuna dari belakang dan menyeret pria itu untuk masuk. "Puas, hah? Pua
Baca selengkapnya

Ribetnya Anak Muda

Jevano pulang dijemput oleh sopir pribadi yang disiapkan oleh neneknya. Dia memasuki rumah utama keluarga Anggari dengan santai. Rasanya dia ingin segera merebahkan diri di kasur saja sebelum nanti belajar dan ... tentu saja main game. Dia harus menghilangkan penat setelah ditanyai banyak hal oleh guru pembimbingnya, Bu Felecia. Dulu, dia mengira dengan ada guru pembimbing (tak hanya guru BK) akan sangat membantu. Tapi, sekarang pemikirannya berubah, menurutnya itu sangat merepotkan."Cucu Kakek udah pulang? Enggak jadi ke hypermarket?" Suara Tuan Anggari membuat Jevano menghentikan langkahnya di ruang tengah. "Wajah kamu kenapa lesu kayak gitu?"Jevano mengerucutkan bibirnya dan berjalan menuju sang kakek. Dia duduk di sebelah sang kakek yang sedang bersantai dengan buku bacaannya. "Capek, Kek. Ditanya terus sama guru pembim
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1516171819
...
21
DMCA.com Protection Status