Home / Pernikahan / JADI ISTRI DUDA? BOLEH JUGA / Chapter 141 - Chapter 150

All Chapters of JADI ISTRI DUDA? BOLEH JUGA: Chapter 141 - Chapter 150

205 Chapters

Makan Dulu

Jamal memarkirkan mobilnya di garasi dengan tenang, baik, dan tenteram. Dia menutup kembali gerbang yang telah dia buka sendiri itu. Langkahnya sangat mantap memasuki rumahnya. "Bae!" panggilnya bersemangat. Entah, sejak kantuknya hilang, dia jadi tidak bisa mengontrol detak jantungnya yang malah berdebar sangat kencang saat ini. Rasanya dia ingin segera bertemu dengan sang istri dan melepas segala kerinduan yang sedari kemarin dia pendam sendiri."Apa?"Jamal terjingkat kaget. Juwita ada di balik pintu dan memasang senyuman lebarnya. Ah, wajah ayu itu, dia sangat merindukannya. Maka dengan segera, dia mendekap sang istri dan membawanya ke dalam pelukan erat. Dia membiarkan tas kantornya jatuh begitu saja di lantai. Paling isinya hanya berkas dan gawainya. Itu tidak terlalu penting dibandingkan dengan wanita yang membalas pel
Read more

Bukan Waktunya Bercanda

Jamal duduk di kursi yang biasanya dia tempati ketika makan bersama. Dia menarik tangan Juwita untuk bisa mendudukkan wanita itu di pangkuannya. Juwita hampir oleng. Di tangannya ada sepiring nasi, lengkap dengan lauk dan pauknya."Hampir jatuh, loh, aku, Jae." Juwita menggigit hidung suaminya. Dia sangat kaget dengan kelakuan suaminya yang tidak tahu ukuran itu.Jamal malah terkekeh dan memeluk pinggang Juwita dengan erat. Dia meletakkan dagunya di atas pundak sang istri. "Ada aku. Jangan khawatir.""Jangan khawatir bagaimana? Kamu jelas-jelas tahu kalau aku sedang membawa piring. Kalau jatuh, kaki kita bisa terluka, ih," kesalnya."Udah, deh. Sini. Aaaa. Aku mau disuapin sama kamu." Jamal dan sikap manjanya ini me
Read more

Ribut

Lima anak orang kaya itu merebahkan punggungnya ke kursi mobil dengan mengeluarkan napas lega. Ini sudah jam sepuluh dan mereka baru saja berangkat dari villa untuk menuju Jatim Park. Belum juga mereka ke sana, tapi sudah berkeringat dan terlihat capek. Padahal hawa Batu sangat dingin di pagi hari seperti ini. Bahkan saat siang hari pun masih dingin. Ah, memang mereka saja yang banyak tingkah."Drama banget, anjrit. Mau liburan aja susah amat." Haikal menggerutu. Dia duduk di samping Jevano di belakang. Syahid tetap di depan bersama sopir. Rani di tengah, bersama Arina. Gadis itu tidak mau duduk di samping Haikal."Gara-gara kamu, Kal." Rani protes. Dia meminum air mineral di botol yang dia bawa. Napasnya masih terengah."Ngapain gue? Kalian juga kagak ada yang ingetin g
Read more

Tanpa Jevano (Full Jamal Juwita)

Di kamar orang tua Jevano ....Juwita membuka matanya. Pertama kali yang dia lihat adalah wajah suaminya, Jamal. Seorang pria yang ternyata pernah dia temui saat masih dua belas tahun dan dia marahi pula. Kini pria itu terbaring di sisinya dengan napas yang sangat tenang. Pria ceroboh yang dia marahi karena bayinya yang menggigil itu berhasil membesarkan bayi tersebut dengan baik. Bahkan sangat baik hingga membuatnya tak ingin dikatakan bahwa anak duda itu bukan anaknya. Cukup rumit, tapi dia sangat menyayangi Jevano sepenuh hati.Juwita mengubah posisinya untuk miring ke Jamal. Dia ingin menghadap suaminya. Dia berhenti sejenak saat merasakan perih di antara selakangannya. Dia merasakan becek di sana. Akan tetapi, dia malah mengulaskan senyuman. Entah, ketakutannya akan rasa sakit dulu malah berubah jadi sebuah ketentraman d
Read more

Keraton Hantu

Mobil Syahid terparkir dengan baik di bawah pohon. Meskipun hawa di kota ini tidak akan sepanas Surabaya ataupun gurun pasir, sopir Syahid lebih suka jika memarkir mobil di bawah pohon. Dia bisa bersantai di sana sambil menunggu tuan muda dan teman-temannya bermain."Ini, Pak. Dipakai aja. Nanti urusannya biar aku yang bilang ke Mama. Tenang aja." Syahid memberikan kartu ATM miliknya untuk sopirnya. Dia tidak lupa untuk mengedipkan matanya. Gaya sok ganjen begini memang terkadang membuat orang yang mengenal Syahid sebagai orang pendiam jadi jantungan. Masalahnya kedipan sebelah mata milik anak Pak Suwono ini cukup mematikan bagi jantung lemah. Saran, jangan pernah berteman dengan Syahid jika kalian tidak mau mati cepat."Weeh. Flex." Teman-temannya yang tadi saat berangkat hampir tawuran itu pun ngecengi dia. Tidak ingat kala
Read more

Mas Arifin

Napas mereka memburu. Peluh yang berjatuhan dari dahi membasahi tubuh mereka. Hawa dingin sekitar tak mampu membendung panasnya suhu tubuh mereka."Gila, anjir. Kenapa pasukannya juga banyak banget. Untung gue narik lo biar enggak keseret. Bisa enggak keluar-keluar kita." Haikal memegang dadanya yang berdegup kencang. Dia membungkuk dan menyangga badannya dengan memegang lutut. Begitu pula dengan Rani."Iya, anjir. Kayak mau mati aja. Untuk enggak koit di dalem." Rani ikut mengomentari.Syahid masih berdiri tegak. Dia bersedekap melihat kedua temannya yang mengoceh itu. Dia mencep. "Yang antusias siapa. Yang teriak-teriak siapa. Yang kena teriakan siapa." Dia mengusap-usap dan menjentikkan jari di sebelah telinganya, mengetes apakah bagian tubuhnya itu masih berfungsi.
Read more

Secuil Memori

Arifin berdehem. Dia melirik ke arah Jevano sejenak. Sepertinya ada yang salah dengan pertanyaan yang baru saja dia dengar. Atmosfer udara Batu yang dingin ini malah terasa sedikit gerah. "Oh, Karina itu temennya Jevano dulu yang suka sama dia. Suka banget kejar-kejar dia sampai Jevano kesel sendiri. Tapi, Jevano sekarang udah beda kasta hahaha. Mereka udah enggak ketemu lagi. Malah ada yang namanya Arina sekarang."Jevano membulatkan matanya. Masnya ini sekali ngomong bikin hatinya tidak karuan. Masalahnya bisa semua hal yang sengaja dia sembunyikan dan tidak dia bahas jadi ketahuan oleh teman-temannya. Astaga, dia harus bagaimana kalau begini. Masa mau mengusir masnya. Dia aja masih kangen dengan lelaki itu. "Hahaha. Enggak usah dipikirin. Teman aku di sana, kok." Jevano yang kikuk berusaha mengalihkan perhatian. Untu
Read more

Berdua Bersamamu

Juwita melihat ke arah Jamal yang masih belum lengkap berpakaian dari atas kasur. Setelah melewati hari yang panas berdua saja di rumah, atas kasur dan di kamar mandi, mereka akhirnya melepas tautan yang seakan tidak ingin terurai itu."Pakai kaos?" tanya Juwita yang bersandar di kepala kasur beralaskan bantal empuk miliknya. Kakinya menyilang ke guling. Rasa intinya masih sakit dan perih. Padahal dia sudah berendam air hangat bersama Jamal tadi. Ya ... meskipun setelah itu dia harus mendapatkan gempuran lagi."Kalau enggak pakai kaos, aku harus pakai apa?" tanya Jamal yang merasa aneh dengan pertanyaan istrinya."Shirtless? Lebih sexy, Jae." Juwita menggigit telunjuknya.Jamal menoleh ke istrinya dengan cepat. Dia
Read more

Potret

Jevano pulang. Entah Jamal harus senang karena akan bertemu dengan anaknya dan bisa berbincang lagi setelah tiga hari tidak bertemu. Apalagi dia mendapatkan kabar dari Juwita kalau Jevano ingin tidak ikut liburan bersama teman-temannya karena kangen. Atau ... dia harus sedih karena kini dia tidak bisa berduaan lagi bersama Juwita untuk menjelajahi rumah mereka ini dengan cinta dan kasih mereka. Dilema memang mantan duda satu ini. Dia terhitung pengantin baru tapi anaknya sudah besar. Malahan Jevano sudah masuk umur pubertas. Sudah waktunya diberikan pelajaran tentang pengolahan hati, jiwa, dan hasrat yang akan bercampur aduk dalam satu waktu."Jae, kamu kenapa melamun?" Juwita mendekati Jamal yang duduk di balik meja kerjanya di lantai dua. Suaminya baru saja menyelesaikan meeting dadakan bersama dewan komisaris perusahaan. Untung saja meeting dilakukan secara online. Dia tidak usah repot-repot untuk menin
Read more

Lengkap

Jamal bersantai di teras dengan secangkir kopi setelah menyelesaikan kegiatan merapikan rumput halaman. Ternyata pekerjaan yang biasa dikerjakan oleh anaknya lumayan terasa juga di badannya. Tak ada Jevano di rumah saat akhir pekan seperti ini juga agak susah ternyata. Tiba-tiba saja dia teringat dengan bocah itu. Bagaimana kabar Jevano di sana sekarang? Saat dia seperti itu, netranya menangkap siluet mobil hitam yang berhenti di depan gerbang rumahnya. Dengan sedikit penasaran, dia bangkit dan menghampiri ke gerbang. Senyumannya berkembang saat tahu siapa yang baru saja datang. "Ayah!" seru Jevano saat mendengar suara gerbang dibuka. Dia sedikit berlarian keluar dari mobil. Lelaki itu langsung memeluk ayahnya dengan erat.Teman-temannya yang lain melongo. Ternyata Jevano sedekat itu dengan ayahnya. Mere
Read more
PREV
1
...
1314151617
...
21
DMCA.com Protection Status