Lahat ng Kabanata ng JADI ISTRI DUDA? BOLEH JUGA: Kabanata 151 - Kabanata 160
205 Kabanata
Di Tangan Tuhan
Hari ini Juwita mengantarkan Jevano seperti biasanya. Sebenarnya tadi Jamal ingin mereka satu mobil saja karena pria itu juga ingin berangkat bareng bersama Jevano dan Juwita. Namun, sepertinya dia harus menunda acara berangkat bareng itu hingga saat ini. Arjuna meneleponnya dan mengatakan bahwa mereka harus sampai di bandara kurang dari jam sembilan. Walhasil, Jamal harus mempersiapkan kebutuhannya terlebih dahulu sebelum akhirnya harus pergi ke luar kota. Entah sampai berapa hari.Pria itu menyandarkan punggungnya ke kursi empuk kelas utama pesawat yang ditumpanginya. Di sebelahnya ada Arjuna yang masih sibuk dengan tab yang dia bawa. Pria di sampingnya ini terlihat sangat santai, berbeda dengannya yang masih berdebar. "Kamu enggak takut, Arjuna?" tanya Jamal ke pria itu?Arjuna mengangkat kepalanya. "Apa? Takut apaan?" Dia malah celingukan ke kanan dan ke ki
Magbasa pa
Tangan Jevano
Juwita dan Hellen benar-benar menghabiskan waktu mereka dengan sangat baik. Mereka ke salon, belanja kebutuhan rumah, dan shopping. Untuk ke salon dan shopping baju sudah mereka lakukan. Tinggal belanja kebutuhan rumah dan juga nongkrong di kafe sampai datang waktu menjemput Jevano."Lo enggak ajak Jevano ke mall lagi?" Hellen ingat saat Juwita menceritakan tentang si bocah diajak oleh sahabatnya tersebut ke mall pertama kali. Kalau membayangkan jevano yang dia kenal sekarang dengan apa yang dulu diceritakan oleh Juwita ... rasanya geli dan gemas sendiri. Pasti wajah Jevano sangat lucu."Sekarang, bukan gue lagi yang ngajak ke mall. Dia yang maksa mau jalan-jalan ke mana aja sama gue sama ayahnya. Tuh anak kalau punya tekad, enggak bakalan nyerah sampai dapet apa yang dia mau." Juwita sedang memilih bawang bombay."
Magbasa pa
Terkilir
Mimik wajah Juwita yang sedang panik memang tidak bisa disembunyikan. Gurat kekhawatiran terukir sempurna di muka ayu wanita itu. Bekas air matanya masih terlihat. Hidung dan pipinya masih memerah. Matanya pun masih bengkak."Tapi enggak papa, kan, Dok? Jevano masih boleh beraktivitas seperti biasanya?" tanya Juwita sebenarnya sangat ingin mengatakan yang sebaliknya. Akan tetapi, dia juga harus menjaga cara mendidik Jevano dari Jamal. Dia boleh khawatir tapi, tidak boleh berlebihan juga. Sangat sulit sebenarnya, apalagi di keadaan sekarang."Masih, kok. Tangan Jevano tidak begitu parah. Hanya bergeser sedikit dan sudah ditangani dengan baik. Mungkin seminggu juga bisa pulih kembali." Keterangan dari dokter itu membuat hati Juwita lega.Wanita itu meraih pundak anaknya dan mencium kening lelaki itu dengan penuh sayan
Magbasa pa
Bunda Dan Anak
Selama perjalanan dengan mobil ke hotel, Jamal menutup matanya untuk mengurangi jet lag yang dia alami. Arjuna membiarkan kakaknya beristirahat. Dia sendiri menyibukkan diri dengan membuat rangkuman materi yang nanti harus disampaikan oleh Jamal saat rapat para eksklusif. Dia membuat tiga file. Satu file materi yang terjabar dengan detail, satunya rangkuman materi, dan satunya lagi rangkuman dari rangkuman materi. Memang agak jelimet, tapi demi memudahkan Kak Jamal apa, sih, yang enggak dia lakukan.Arjuna menoleh ke arah kakaknya. Dia tersenyum saat melihat wajah tenang Jamal. Gestur wajahnya persis sekali dengan Jaiz. Dia berasa sedang bekerja bersama kakak kandungnya. Sebuah ide terbesit di kepala Arjuna. Dia mengambil gawainya dan memotret Jamal untuk dikirimkan kepada Juwita. Ah, bukan. Lebih seru kalau dikirimkan kepada papanya Juwita. Dia pun terkikik sendiri.
Magbasa pa
Jenguk
Suara bel rumah berbunyi.Jevano yang sedang mencari gawainya untuk menelepon sang ayah pun terhentikan. Gawai Juwita sedang diisi ulang baterainya, jadi mau tidak mau dia harus mencari gawainya yang dia sendiri lupa menaruhnya di mana."Jevano! Turun, Sayang! Ada temen-temen kamu ini, loh." Teriakan Juwita membuat Jevano memejamkan matanya. Gagal sudah dia rencananya mau berbicara dengan sang ayah dengan tentram bersama sang bunda. Teman-temannya itu pasti akan merusuh. Apalagi kalau Haikal ikutan.Maka, dengan ogah-ogahan, Jevano yang tadinya mencari gawai di kamarnya terpaksa turun. Dari tangga, dia sudah bisa melihat ada empat anak manusia yang sangat dia kenal. Mereka semua menoleh ke arahnya, lebih ke arah tangannya yang digips dan menggantung itu.
Magbasa pa
Ayah CEO
Teman-teman Jevano undur diri saat adzan maghrib berkumandang. Mereka berpamitan kepada Jevano karena Juwita masih menerima telepon dari manager-nya. Jevano mengambil tasnya dan membawa benda tersebut ke kamarnya. Hatinya bimbang. Ternyata bersekolah di tempat elit lebih menyusahkan dari pada yang dia pikirkan. Kalau begini, mending dia bertahan saja di sekolah umum. Ah, tapi sepertinya dia malah tidak bersyukur kalau mengeluhkan hal ini.Jevano merebahkan tubuhnya di atas kasur. Tak ada yang bisa dia lakukan sekarang. Mau belajar juga masih malas. Mau bermain game juga tangan yang bisa dia gunakan hanya satu. Jika dia menggunakan jemari dan menggerakkannya, dia bisa merasakan sakit di pergelangan tangan. Hanya satu saja yang bisa dia lakukan, mendusel sang bunda. Tapi, dia langsung ingat kalau bundanya sedang sibuk. Astaga, bosan sekali.
Magbasa pa
Balik Ke Sekolah
Hari ini Jevano kembali bersekolah lagi. Masalah dia jadi bolos sekolah atau tidak, tentu saja dia bolos sekolah. Dia diajak Juwita ke butik dan berlanjut berjalan-jalan. Ayahnya juga pulang dua hari setelah kejadian tangannya terkilir itu. Mereka menghabiskan waktu dengan baik dan Jevano merasa menjadi anak yang paling disayangi di dunia."Hai, Jev!""Jevano!""Weh, bocah!""Udah masuk, Jev?"Kalian pasti tahu siapa yang menyapanya seperti itu. Jevano langsung dihampiri oleh keempat temannya dan diuyel. Rani memeluk Jevano dari belakang dan malah minta digendong punggung. "Kangen," ucapnya manja."Baru em
Magbasa pa
Alvaro
Tak ada yang berani bicara di kelas itu. Tatapan kedua lelaki yang pamornya membahana seantero sekolah meskipun masih kelas sepuluh itu tak ada yang berani memutus. Bahkan seorang anggota OSIS yang disuruh oleh ketua OSIS dan guru BK untuk menemani Alvaro meminta maaf kepada Jevano pun kicep."Gue ke sini mau minta maaf atas kejadian kemarin." Alvaro berucap dengan jelas dan tanpa gengsi sama sekali.Jevano hanya diam dan mengangguk.Alvaro menoleh ke belakang, ke anggota OSIS yang datang ke kelas ini bersamanya. "Udah, kan? Lo udah lihat gue minta maaf ke dia." Lelaki itu pun kembali menatap Jevano dengan tajam. "Bahkan gue enggak tahu kenapa gue harus meminta maaf atas kejadian seminggu kemarin. Like ... lo sendiri juga tahu kalau itu salah lo yang kesandung dan, apa s
Magbasa pa
Lobi
Jamal memarkir mobilnya di tempat khusus, di basement. Tak ada sambutan dari siapa pun jika dia melewati jalur ini. Berbeda lagi kalau dia diantar Arjuna atau dijemput oleh orang kantor dan turun di lobi. Para body guard pasti akan siap menjaga dan para manager, staf, dan karyawan lainnya juga akan menyambutnya dengan sambutan yang menurutnya ... agak berlebihan.Ayolah, dia baru menyelesaikan satu misi dan baru menunjukkan satu gebrakan di perusahaan mertuanya tapi sudah terlalu banyak sanjungan dan reward yang dia dapatkan. Dia merasa belum bekerja dengan sungguh-sungguh tapi yang dia genggam sekarang semakin besar saja."Kak!" sapa Arjuna yang juga baru keluar dari mobilnya. Dia menlambaikan tangannya.Jamal menoleh dan tersenyum kepada pria itu. Dia sengaja berhenti
Magbasa pa
Siapa?
"Tadi siapa, Jev?" tanya Jamal saat berjalan bersama anaknya ke mobil."Temen." Jevano membuka pintu mobilnya dan masuk duluan. Dia agak tidak minat membahas yang tadi."Temen? Namanya?" Jamal duduk di jok kemudi dan memakai sabuk pengamannya."Tumben Ayah kepo."Jamal menoleh ke arah anaknya. Dia meneliti wajah bocah tersebut dan mengangguk. Sepertinya pemuda yang dia lihat tadi bukan murni teman Jevano. Wajah anaknya itu masam. Tidak seperti biasanya kalau ditanya tentang temannya yang lain."Ya, mau tahu aja. Nanti kalau Ayah enggak tanya tentang sekolah, ngambek. Bilang Ayah enggak ada waktu buat ngurus kamu. Bilang Ayah makin sibuk dan enggak memperhatikan
Magbasa pa
PREV
1
...
1415161718
...
21
DMCA.com Protection Status