Semua Bab JADI ISTRI DUDA? BOLEH JUGA: Bab 91 - Bab 100

205 Bab

Posisi Nyaman (Full Jamal Juwita)

Jamal dan Juwita masih damai memejamkan mata berdua sambil berpelukan saat seseorang masuk ke dalam rumah mereka."Kok enggak dikunci?" batin orang itu. Berarti, semalaman juga rumah ini tidak aman dari orang asing. Astaga, bagaimana bisa.Dia memasuki ruang tengah dan melihat ada kepala yang sedang tergeletak di atas sofa. Perlahan dia mendekat untuk mengecek. Oh, ternyata Tuan dan Nyonya muda sedang tidur. Dia pun melanjutkan langkahnya menuju dapur untuk menata kiriman makanan dari Nyonya Anggari.Sebentar. Apa? Tuan dan Nyonya muda? Dia pun kembali ke ruang tengah setelah meletakkan bawaannya di atas meja makan. Dia memastikan bahwa yang dia lihat memang benar mereka berdua.Baiklah, dia malah bengong setelah me
Baca selengkapnya

Rumah Mbak Lia

Jam menunjukkan pukul sembilan pagi menuju siang. Baik Jamal maupun Juwita baru saja menyelesaikan acara bebersih badan pagi yang tertunda dari tadi malam. Tujuan utama mereka sekarang adalah ruang makan. Perut mereka sama-sama perlu diisi. Keroncongan sekali rasanya setelah menunda sarapan meskipun sudah menggantikannya dengan pelukan."Hai cewek," sapa Jamal sedikit berbisik di telinga Juwita. Dia memepet istrinya yang sedang menyeduh teh chamomile. Tangannya melingkar di perut wanita itu.Juwita tersentak. Untung saja dia sudah meletakkan teko yang berisikan air panas itu. Napasnya naik turun. Dia mencubit kecil punggung tangan Jamal. "Aku bisa jantungan kalau kamu kayak gini terus, Mas." Dia merasakan persentuhan kulit mereka saat Jamal mendaratkan dagu di perpotongan lehernya.
Baca selengkapnya

Seperti Keluarga

"Kenapa, Sayang?" tanya Jamal. Dia melepas alas kakinya sebelum masuk ke teras."Enggak papa." Juwita mengikuti gerak Jamal. Dia melepaskan sepatu hak tingginya."Pusing?""Enggak, kok, Mas. Enggak papa."Jamal mengangguk saja. Dia mengulurkan tangannya untuk menjadi tumpuan istrinya. Mereka bergandengan. "Assalamu'alaikum!" Dia mengetuk pintu utama rumah Mbak Lia."Waalaikumussalam!" Terdengar suara wanita menjawab salam dari dalam. Kemudian pintu itu terbuka. "Ya Allah, Ya Rahman! Masih inget rumah sini ternyata!" Wanita itu, Mbak Lia, memasang wajah semringah meskipun sapaannya tadi seperti orang sedang melabrak.
Baca selengkapnya

Masa Lalu Jamal

"Namanya Bunga, Pa. Dia adalah pacar Jamal."Saat itu, Jamal baru berumur sembilan belas tahun, awal menjadi mahasiswa baru di kampusnya. Dia memperkenalkan gadis yang dia sukai sejak sekolah menengah kepada orang tuanya. Kisah cinta mereka penuh dengan lika-liku. Jamal yang terkenal pendiam dan dingin bisa ditaklukan oleh gadis bernama Bunga ini."Oh, jadi ini gadis yang bisa membuat kamu turun dalam meraih prestasi?" tanya sang ayah dengan nada penuh sindiran. Wajahnya sungguh tidak bersahabat. Bahkan dia memandang rendah ke arah Bunga."Ayah, kenapa berkata begitu?" Jamal tidak enak dengan kekasihnya yang tertunduk dalam di sebelahnya. Dia menggenggam tangan kekasihnya dengan erat untuk menguatkan."Kamu pikir ke
Baca selengkapnya

JEVANO

Juwita berusaha menahan tangisnya namun tak bisa. Air matanya bercucuran. Dia menutup mulutnya sendiri dengan tangan agar. Isakannya terdengar sangat pilu."Ja-jadi ... Jevano itu ...." Dia bahkan tidak sanggup menyimpulkan semua yang diceritakan oleh Mbak Lia. Kepalanya menggeleng, mencoba untuk menyangkal apa yang terlanjur terjadi."Iya. Jevano memang anak yang dihasilkan di luar pernikahan. Jamal harus menanggung hidup pas-pasan selama ini karena keluar dari keluarganya. Mbak Lia harap kamu bisa memahami apa yang Mbak ceritakan ke kamu, ya. Mbak sudah bersyukur banget kamu mau menerima Jamal. Mbak berharap kamu juga bisa menerima sisi gelapnya yang dulu ini." Mbak Lia memeluk Juwita. Dia sengaja mengajak Juwita ke kamar anaknya untuk berbicara tentang ini."Ya ampun,
Baca selengkapnya

JEVANO 2

"Semuanya sudah berlalu, kan? Semuanya sudah terlanjur, kan?" lanjut Juwita setelah ada jeda keheningan beberapa saat. Dia melepaskan genggaman tangan Jamal di tangannya. Dia menarik napas dalam-dalam."Lalu, kenapa kamu menangis?" Ini akan menjadi pertanyaan yang sungguh disesali oleh Jamal."Kenapa aku menangis, Mas? Jevano! Aku enggak bisa bayangkan bagaimana dia menjadi korban semua ini. Hidupnya seharusnya bisa lebih dari tercukupi kalau Mas enggak seceroboh itu. A-aku ... aku cuma kasihan sama Jevano, Mas." Juwita kembali menelungkupkan wajahnya ke tangan. Isakannya sangat kuat.Jamal juga tahu itu. Bahkan dia menjadikannya alasan untuk membesarkan Jevano dengan baik dan benar."Kalau kamu mau meminta maaf, Ma
Baca selengkapnya

Jemput Berdua

"Tumben banget jemputnya berdua. Kerjaan Ayah udah kelar?" Jevano melepas tasnya dan meletakkannya di samping. Dia duduk di bangku belakang. Dia tidak menyadari, bahkan tidak memedulikan suasana di antara kedua orang tuanya yang terasa lebih sunyi dari biasanya."Belum, tapi lumayan, lah, teringankan berkat lembur kemarin. Ayah dan Bunda habis ke rumah Budhe Lia," jawab Jamal sambil memiringkan badannya untuk melihat sang anak.Mata Jevano melebar. "Ke Budhe Lia? Enggak ngajak aku, Ayah?" Wajahnya berubah. Dia cemberut dengan lengkungan bibir yang ujungnya ke bawah. "Tega banget enggak tunggu aku pulang dulu. Padahal aku udah lama pengin ke rumah Budhe Lia.""Mbak dan Mas di pondok, Jev. Kamu ke sana nanti juga ujungnya bakalan melamun doang." Jamal mulai menyalakan mesi
Baca selengkapnya

Jamal Terabaikan

"Hai, Kak! Lama enggak nongki gak, sih, kita nih?" Sambungan telepon bluetooth mobil baru saja tersambung. Suara riang dari dokter muda nan cantik ini sudah memenuhi mobil.Juwita menghela napas. "Iya.""Lah? Lo kenapa, dah? Ada masalah?" tanya Hellen yang sungguh sangat peka dengan sahabatnya ini."Lo di mana? Di rumah?" Juwita to the point."Enggak. Gue lagi keluar, sih. Gue lagi belanja.""Di?""Di toko, lah. Masa di empang.""Yang bener. Cepetan, gue samperin.""Lih? Gue di supermarket dekat
Baca selengkapnya

Bicara Berdua (Full Jamal Juwita)

Suara air kran di belakang sana masih terdengar jelas di telinga Juwita. Dia sedang fokus mencoret-coret di atas buku sketsa, menghadap ke halaman belakang. Anaknya sudah pamitan untuk belajar dan melanjutkan tidur. Tinggal dirinya dan Jamal yang tersisa di lantai satu.Keadaan hening sama sekali setelah kran itu dimatikan. Baik Juwita maupun Jamal tidak ada yang mengeluarkan satu patah kata pun. Mereka masih saling diam. Ah, lebih tepatnya membiarkan kejumudan yang sempat mencair tadi membeku lagi dan menyelimuti mereka.Juwita menghentikan goresan penanya. Dia ragu. Rasanya ingin sekali memulai pembicaraan dengan sang suami, tapi ... apa? Di kepalanya terulang terus menerus perkataan Hellen tadi, "He is so into you.""Aku buatin teh chamomile buat temenin kamu." Jamal meletakkan cangkir itu di sebelah buku Juwita. "Jangan begadang, ya. Kamu udah terlalu capek hari ini."Suara Jamal yang rendah dan lembut membuat tubuh Juwita menjadi kaku. Akan tetapi, h
Baca selengkapnya

Kertas Jamal

Di kediaman utama keluarga Anggari, sang nyonya besar sedang sibuk membuatkan minuman untuk suaminya. Dia melihat Tuan Anggari sedari tadi pagi berkutat dengan kerjaan. Dia jadi tidak tega."Teh dulu, Pa." Nyonya Anggari meletakkan cangkir dan lepek di atas meja.Tuan Anggari memberikan senyumannya dan berterima kasih. Tangannya langsung menyambar cangkir itu dan menikmatinya. "Ah, seger banget. Mana di luar lagi hujan." Dia menjeda seruputannya. "Mama kapan balik?""Barusan. Heran, deh. Sedari tadi sebelum Mama berangkat Paao di sini. Pas pulang juga masih di sini. Betah amat."Tuan Anggari terkekeh. "Aku kamu tinggal, jadi menyendiri aja, deh, di sini.""Hallah. Alesan.""Gimana hotel, Ma? Lancar?"Nyonya Anggari mengangguk. "Syukur banget aku datang ke sana. Ada banyak pengunjung yang datang dari luar negeri dan mau bertemu langsung dengan pemilik hotel untuk kerja sama. Jadi, tadi agak lama karena harus rapat buat kontrak sewa sel
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
89101112
...
21
DMCA.com Protection Status