Home / Romansa / Dijodohkan dengan Ipar Posesifku / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Dijodohkan dengan Ipar Posesifku: Chapter 41 - Chapter 50

151 Chapters

Bukan Orang Lain

Uhuk, aku hampir tersedak. Akhirnya obrolan kami balik lagi ke Arman.“Kalau menurut Bulik sama Paklik ya nduk, Arman itu anak yang baik,” ucapnya lalu meneguk teh hangat yang sudah terhidang di atas meja.“Iya, Paklik aja sebenarnya pengen jodohin Nak Arman sama Tiara,” timpal Paklikku, usai menelan sepotong pisang goreng.“Ah ide bagus itu Paklik, sepertinya mereka serasi.”“Tapi dia senengnya sama kamu e..” kata-kata Paklek membuat wajahku menghangat.“Ah Paklik ini tau dari mana?”“Tanpa dia bilang pun udah keliatan dari sikapnya ke kamu nduk, kamu aja kali yang pura-pura ngga ngerti,” kali ini Bulik yang bicara.“Iyo lagian tadi dia bilang terus terang kok di depan kita ya Bu, setelah tak dedes, cuma dia ndak enak aja, mau ngelamar kamu, takutnya kamu masih dalam kondisi sedih karena baru kehilangan suami.”Aku menghela napas. “Nadia… kepengen berkumpul dengan mas Arya lagi di surga Bulik, Paklik. Kalau Nadia menikah lagi, nanti...”Bulik mengelus pundakku, “Bulik paham maksudmu
last updateLast Updated : 2022-12-28
Read more

Gosip

Tanpa mengajak Rania aku berangkat ke rumah sakit dengan mengendarai motor Arman yang ada di rumah Mama. Awalnya Rania merengek ingin ikut, setelah kuiming-imingi oleh-oleh coklat dia setuju di rumah saja bersama Bi Inah. Kasihan kalau malam-malam begini ia harus ikut aku berkendara naik motor.Sebelum masuk ke rumah sakit, aku mampir dulu ke minimarket depan membeli beberapa makanan buat Arman. Roti, biskuit, mie instant cup, kopi, dan beberapa snack.“Naik apa?” tanya Arman ketika aku sudah sampai di kamar Mama. Ternyata Mama sedang tidur.“Motor. Pinjam motormu, ya.”“Astaghfirullah, kenapa nggak naik taksi aja sih?”“Kenapa memangnya, kalo naik motor? Kan gampang wara-wirinya siapa tahu kamu butuh sesuatu. Lagian boros ih naik taksi terus.”“Pakai jaket nggak?”“Nggak, jaketku di rumah, nggak bawa.”“Bandel banget sih, kalau sakit gimana?” Ia lantas membuka jaketnya. “Nih pakai buat pulang nanti ya.” Diserahkan jaketnya padaku, setelah itu ia membuka dompet.“Sama ini bawa!” Seb
last updateLast Updated : 2022-12-28
Read more

Mesra

Jawaban Arman membuatku menoleh, tapi ia tak sedikitpun melihat ke arahku. Masih saja asik dengan buku bacaannya. Siapa yang dia maksud? Aku? Dih kege-eran banget sih aku ya!“Siapa?” tanyaku penasaran.“Rahasia!” jawabnya.“Ih sok misterius, nyebelin!” Kesal, aku menimpuknya dengan bantal kecil yang tadi kubawa dari rumah untuk tidur Arman.“Duh!” spontan ia menoleh. Lalu melempar balik bantal ke arahku. “Kepo!”Kulihat Mama tertawa. Ya ampuun Mama tertawa, aku senang sekali melihat Mama akhirnya bisa tertawa. Ngga sedih-sedih lagi kaya tadi.“Kalian lucu,” kata Mama. “Seandainya Mama bisa lihat kalian tiap hari mesra begini.”Hah mesra? Tuh kan Mama salah paham lagi.“Bukan mesra Maa.. Arman itu kan adiknya Mas Arya, jadi adik Nadia juga,” protesku.“Ngga mau punya kakak kaya kamu. Bawel, nggak peka!”Aku hanya menjulurkan lidah menanggapi Arman. Kembali Mama tertawa. “Berantem itu bumbu cinta,” katanya. Tuh kan, Mama mulai lagi.“Ma, Nadia pamit ya. Kasian Rania ntar ngga tidur nun
last updateLast Updated : 2022-12-28
Read more

Fitnah

Galang. Ternyata dia. Aku hanya diam mematung, tidak menoleh sama sekali. Bingung harus bersikap bagaimana kepadanya. Antara rasa kasihan, penasaran maupun kecewa berkecamuk jadi satu.Kuputuskan untuk menunggu, menungu dia mengatakan sesuatu padaku.Lalu, ia bertanya dengan sedikit terpatah-patah, “Nadia ... kamu … marah soal kemarin?”Hening beberapa saat, kemudian aku menjawab. “Itu bukan urusan saya.”Aku mulai merasa beberapa mata memperhatikan kami. Meskipun mereka-para pegawai di kafé ini- terlihat sibuk mengerjakan sesuatu namun sempat kudapati ekor mata mereka melirik ke arah kami.Tidak nyaman rasanya, gosip itu mungkin juga sudah sampai pada mereka, maka ketika Pak Wira datang, segera kuhampiri. Lebih baik aku menjauh dari Galang saat ini.“Nadia tunggu, kita perlu bicara,” katanya saat aku beranjak pergi.Ia terus berjalan mengikutiku. Ish, Galang nih nggak tau tempat dan situasi!“Nadia!” Sekali lagi ia memanggilku. Tapi aku sudah berada di balik badan Pak Wira.“Ada apa?
last updateLast Updated : 2022-12-29
Read more

Aku Pulang

"Bapak nggak keberatan kan, kalau saya perlihatkan foto-foto itu pada kak Dito?”“Dito … kakak kelasmu itu?”Aku mengangguk. “Dia bisa melihat itu foto asli atau editan.”Galang menghela napas. “Baiklah.” Ia menjawab dengan berat. Meski foto itu rekayasa, aku paham pasti ada perasaan tak nyaman saat foto semacam itu dilihat oleh orang lain.“Tunggu!” katanya saat aku hendak melangkah meninggalkan meja. Aku menoleh.Galang melepas pengait maskerku. Aku menatapnya sambil mengerutkan kening, mau apa dia?“Maskermu terbalik, harusnya yang biru di luar." Lelaki itu kemudian membalik maskeku, namun segera kurebut dari tangannya. “Sini Pak, saya bisa sendiri!”Galang tertawa kecil. “Hanya kamu, perempuan aneh yang marah jika kuperhatikan lebih.”*******“Hei Nadia!” sapa kak Dito begitu kami sampai di studio foto miliknya. Ia sedang duduk di depan laptop, mungkin lagi memilah atau mengedit foto.“Kak Dito, Assalamualaikum .…”“Waalaikum salam … Ada apa? Kok tiba-tiba mau ke sini? Kalian mau
last updateLast Updated : 2022-12-30
Read more

Dikejar Wartawan

“Saya temani makan Pak.” kataku akhirnyaGalang menoleh. "Nah gitu dong!" ucapnya riang lalu menyalakan mesin mobil.“Udah, nggak usah sedih gitu!” Galang menjentikkan jari di depan wajahku. Aku baru sadar beberapa detik tadi sempat melamun.“Siapa juga yang sedih, saya cuma takut aja kalau Bapak mengendarai mobil dalam keadaan lapar, nyawa saya taruhannya!”Galang tertawa kecil, nadanya seperti meledekku.Tak lama kemudian, mobil berhenti di sebuah resto. Letaknya tak terlalu jauh dari studio foto Kak Dito, mungkin hanya sekitar seratus meteran. Kami memilih resto ini karena masih nampak sepi. Supaya lebih aman dan nyaman aja.Galang memesan nasi ayam lada hitam. Karena aku tidak mau makan makanan berat, ia memesankanku kentang goreng dan roti bakar.“Dietnya besok aja, kalau aku udah nggak di sini.” Ia terkekeh lalu menyantap makanannya.Setelah itu Galang banyak bercerita tentang perjalanan karier dan keluarganya. Aku baru tahu kalau di Jakarta ia tinggal di apartemen hanya bersama
last updateLast Updated : 2022-12-30
Read more

Serangan

"Arman?" Aku menatap Pak Wira sesaat, kulihat ia mengangguk, yang kuanggap artinya mengijinkanku pergi bersama Arman. Lalu Galang, ia hanya membalas menatapku tajam. “Saya pergi, Pak,” ujarku tanpa suara. Kuharap ia memahaminya dari gerakan mulutku.*************“Tadi aku kebetulan lewat dan melihat ada mobil kantormu.” Arman membuka obrolan setelah sekian lamanya kami saling diam di atas mobil yang melaju di jalanan.“Hem.” Jawabku singkat, karena tak tahu juga harus bagaimana menanggapinya. Pikiranku melayang memikirkan nasib Galang yang pasti masih diberondong pertanyaan oleh para wartawan, lalu pada diriku sendiri yang takut terlibat gosip dengannya. “Kulihat banyak orang, seperti wartawan yang berkerumun, makanya aku datang.” Ia kembali menjelaskan tanpa kuminta. “Terimakasih,” jawabku datar.“Kenapa? Kamu nggak suka aku datang?”“Oh, suka.”“Mikirin apa?”“Galang. Eh maksudku, emmm .... ” Aku tergagap, baru sadar jawabanku bisa membuat Arman salah paham. “Aku hanya mengkhaw
last updateLast Updated : 2023-01-01
Read more

Dihujat Netijen

Terdengar bunyi bel betubi-tubi. Aku megintip ke jendela, ternyata Arman. Kenapa dia seperti terburu-buru begitu ya. “Assalamualaikum,” ucapnya ketika aku membukakan pintu.“Waalaikum salam, kenapa sih mencet belnya gitu amat!” jawabku.“Kita ke rumah Mama, bawa baju-bajumu dan Rania.”“Hah?” Aku bengong. “Ke rumah Mama? Emang Mama kenapa?” Aku jadi kuatir terjadi sesuatu pada Mama. Apa asma Mama kumat lagi?“Mama baik-baik saja, tapi kamu dan Rania yang tak baik.”“Hah, ke-kenapa?”Arman menarik napas panjang. “Kenapa kamu ngga cerita sama aku, tentang kejadian kemarin?”“Kemarin?” Aku mengingat-ingat lagi apa yang terjadi kemarin yang seharusnya kuceritakan pada mantan adik iparku ini.Bukannya menjawab pertanyaanku ia malah menyodorkan ponselnya.Itu … rekaman kejadian saat Marini memakiku di kafé kemarin.“Kamu … dapat dari mana?” tanyaku.“Video itu udah viral di kanal gosip, tapi aku pertama kali tahu dari salah seorang teman SMA kita yang bertanya padaku, apakah itu kamu.”Kal
last updateLast Updated : 2023-01-01
Read more

Cincin Berwarna Perak

POV ArmanSebuah benda mungil terjatuh dari lemariku ketika aku hendak mengambil baju.Aku memungutnya, kotak kecil merah dengan tutup transparan berisi cincin berwarna perak di dalamnya melemparkan ingatanku pada masa-masa menjelang kelulusan SMA.“Kamu mau beli apaan sih Do?” tanyaku pada Aldo yang melangkah masuk ke toko pernak-pernik. Merasa aneh aja dua orang laki-laki masuk ke toko beginian.“Aku mau cari kado buat Rena.” Aldo menyebut nama pacarnya.“Rena ultah?” Pertanyaanku dijawab dengan gelengan kepala Aldo.“Kita kan udah mau lulusan SMA, belum tentu bisa kuliah di tempat yang sama, jadi aku mau kasih kado buat Rena.”Aku manggut-manggut, seumur-umur belum pernah aku memberi kado pada perempuan, kecuali Mama. Mau memberikan pada siapa? Pacar aku tak punya, sahabatpun laki-laki semua.“Kamu nggak mau kasih kenang-kenangan buat Nadia?” Pertanyaan Aldo membuatku terkejut.Hanya dia memang satu-satunya yang tahu kalau aku menaruh hati pada Nadia.“Hah? Buat apa? Hubunganku sam
last updateLast Updated : 2023-01-02
Read more

Butuh Ketenangan

“Buat kamu,” katanya sembari menyodorkan kotak kecil transparan berisi cincin berwarna perak.“Aku mau memberikannya padamu saat kelulusan SMA, tapi tak jadi, dan kusimpan sampai sekarang,” katanya.“Tapi Man, aku...”“Tolong terima. Kalau tak suka buang saja, jangan kembalikan padaku. Aku tak mau menyimpannya lagi.Aku menghela napas, kuambil juga benda mungil itu dari tangannya. Ia lalu beranjak dari sofa.“Jangan keluar rumah untuk sementara waktu. Kalau butuh sesuatu, kabari aku.”“Arman, tunggu!” panggilku saat ia sampai di ujung pintu. Langkah Arman terhenti. “Aku pengen ke rumah Bulik!” Entah kenapa juga kuturuti kata-katanya untuk selalu bilang saat aku mau apa dan ke mana.“Aku sudah lama nggak ke rumah Bulik, aku kangen.”Di samping itu, aku juga merasa butuh menenangkan diri di tempat yang jauh dengan suasana yang berbeda. Jauh dari Arman, jauh dari kafenya Galang. Meski kota Kudus, tempat tinggal Bulik, tidak begitu jauh dari Semarang.Pekerjaanku juga bisa ku-handle tanp
last updateLast Updated : 2023-01-03
Read more
PREV
1
...
34567
...
16
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status