Home / Rumah Tangga / HIATUS / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of HIATUS: Chapter 1 - Chapter 10

20 Chapters

|1| Haid

"Kapan terakhir kali kamu haid?"Ummu Hilza menanyaiku yang baru saja menyudahi sarapan. Mendadak aku gugup mendengarnya, dengan lirih suaraku menyahut, "Tanggal 26 bulan Agustus lalu, Ummu." Helaan napas Ummu Hilza terdengar. Wanita itu menyusun wadah sisa makanku, lalu pergi keluar dari ruangan tanpa berkata sepatah katapun.Setelah ditinggal sendiri lagi di kamar megah ini, aku langsung merasa kesepian. Sudah sebulan lamanya aku terkurung di ruangan ini. Kamar yang ada di ujung bangunan rumah, yang jauh dari peradaban depan yang biasanya dikumpuli orang-orang.Sebulan yang lalu Tuan Harraz menalakku. Sesuai aturan agama yang diterapkan di keluarga besarnya, sebelum meninggalkan rumah suamiku dan benar-benar menjadi mantan istrinya, aku yang sudah berhubungan berkali-kali dengannya selama menikah harus menjalani masa iddah.Ummu Halsa bilang, aku akan dipersilahkan pergi setelah menyudahi tiga kali masa suci. Tapi sudah sebulan lebih aku di sini sebagai istri yang tengah menyelesaik
last updateLast Updated : 2022-10-12
Read more

|2| Tanggung Jawab Seorang Ayah

“Bagaimana, Ta? Apa kamu keberatan jika hak asuh anak kalian nanti diambil Tuan Harraz?” Ummu Hilza yang tengah melipati pakaianku bertanya. Tadinya aku ingin merapikan barang-barangku sendiri, tapi Ummu Hilza memaksa untuk melakukannya lalu menyuruhku untuk istirahat. Hanya karena Tuan Harraz sudah beramanah padanya agar menjagaku dan kandunganku dengan baik, wanita itu tidak membiarkanku melakukan apapun samasekali. Bahkan makanpun tidak hanya diambilkan aku juga disuapi.“Semua keputusan tentang anak ini kuserahkan padanya, asal jika aku ingin bertemu dengan buah hatiku sesekali, lelaki itu mengizinkan,” jawabku lirih sambil mengusap perut. “Kamu tidak ada niat untuk berusaha mendapatkan hak asuh?” Ummu Hilza bertanya lagi. Pertanyaannya terdengar sendu.Aku menggelengkan kepala ragu, “Aku takut, jika anak ini ikut bersamaku, dia akan melarat dalam kemiskinan. Aku ingin dia hidup sejahtera, bisa sekolah tinggi dan menjadi orang hebat seperti ayah dan keluarga ayahnya.” Mendengar
last updateLast Updated : 2022-10-12
Read more

|3| Sinyal Bahaya

“Ya Allah Lita, kok wajah kamu kusam gini, sih?” Celetukan Fatimah membuatku cemberut, gadis cantik itu menangkup gemas wajah kecilku. “Seharusnya kamu banyak dandan loh,” ujarnya. “Biar Mas Harraz terpesona dan merujukmu lagi.” Mendengar sarannya aku bergidik tidak suka. Jika aku benar-benar melakukannya, rasanya tidak benar. Kenapa aku harus sengaja menggoda pria, yang sudah bulat memutuskan untuk menceraikanku? Entah kenapa Fatimah berkata seperti itu. “Kalau aku gitu, malah kedengarannya nggak tahu diri ‘kan?” Mendengar pertanyaanku Fatimah terbahak, “Nggak gitu, dong. Malah sunnahnya seorang istri yang tengah menjalani masa iddah karena ditalak suaminya untuk banyak bersolek, agar suaminya mengurungkan niatnya untuk bercerai dan merujuk istrinya lagi. Kamu tahu sendiri ‘kan Allah membenci perceraian.” Aku ber-ah setelah Fatimah menjelaskan. Wanita itu kini sibuk menyiapkan alat rias dan baju-baju yang bagus untukku. “Itu ‘kan, bagi istri yang masih berharap dibersamai suami
last updateLast Updated : 2022-10-12
Read more

|4| Makan Malam

“Mulai malam ini, hanya makan malam saja kamu tidak boleh lagi makan di kamar, Lita. Tuan Harraz memintamu untuk makan malam di luar bersamanya.” Mataku membulat sempurna mendengar perkataan Ummu Hilza. Tubuhku yang tadi rileks mendadak tidak nyaman, Ummu Hilza yang lagi-lagi terlihat merasa bersalah memintaku untuk mencuci muka, mengganti pakaian dan sedikit berdandan. Aku ingin menolak, tapi sepasang mata Ummu Hilza yang redup sudah memberitahuku, kalau aku sama sekali tidak bisa menolak perintah tersebut. Aku ke kamar mandi sibuk mencuci muka agar lebih bersih, Ummu Hilza yang masih di kamarku tengah menyiapkan gaun dan hijab bagus untuk kupakai. “Pakai ini.” Saat aku keluar dari kamar mandi, Ummu Hilza menunjukkan sebuah gaun cerah padaku.“Kenapa aku harus memakai gaun yang paling dia sukai, Ummu?” Tanyaku setelah merasa familier dengan gaun yang wanita itu berikan. Tidak menarik kembali sodorannya, Ummu Hilza tetap memberikannya padaku, “Pakai saja. Agar saat memandangmu, bi
last updateLast Updated : 2022-10-12
Read more

|5| Surah Yusuf dan Surah Maryam

"Jadi apapun yang terjadi, sekalipun keluarga Ghazalah memaksa Tuan untuk merujukku, Tuan tetap tidak akan merujukku?"Aktivitas makan Tuan Harraz terhenti saat aku bertanya dengan suara pelan untuk memastikan.Tuan Harraz seakan kehilangan selera makan. Lelaki itu terlihat enggan untuk menghabiskan isi piringnya yang beberapa detik yang lalu dimakannya dengan lahap."Ya."Sambil mengangguk, lelaki itu menyahut singkat."Baguslah kalau begitu Tuan," dengan senyum getir aku melanjutkan makan malamku. Lelaki yang duduk berseberangan denganku itu terlihat tersinggung saat aku fokus sendiri dan mengabaikannya."Aku salat istikharah setiap malam semenjak menalakmu." Kunyahanku tidak sampai ke kerongkongan saat Tuan Harraz berkata seperti itu."Aku hanya berusaha meyakinkan hati," hembusan napas lelaki itu terdengar berat. "Tapi jawaban yang kudapatkan selalu bertentangan dengan apa yang sudah kuputuskan.""Apa yang kamu ragukan, Tuan?" Tanyaku sambil menatap lekat wajahnya.Tuan Harraz uru
last updateLast Updated : 2022-10-12
Read more

|6| Ambisi Keluarga Ghazalah

Awalnya makan malam berlangsung hangat. Satu meja makan dipenuhi banyak orang yang terdiri dari Tuan Harraz, Mas Nazar bersama istrinya, Hasan dan Husain, termasuk beberapa anggota keluarga Ghazalah yang lain. Tiba-tiba mereka berpindah satu-persatu ke ruang makan sebelah meninggalkanku berdua saja dengan Tuan Harraz di meja ini. Mendadak selera makanku hilang, sedangkan Tuan Harraz tidak perduli, mulutnya masih santai mengunyah. "Duduk kembali," titahnya tiba-tiba saat aku baru saja hendak berdiri untuk membawa makananku ke kamar. Meski sudah tiga malam berturut-turut kami makan semeja tiap malam, aku masih canggung dengan pria itu. "Habiskan makananmu," lelaki itu bicara tanpa menatapku. Aku menelan ludah karena sedikit takut. "Mas," aku memanggil selembut mungkin setelah menelan sisa nasi di mulut dengan susah-payah. "Ya--" lelaki itu baru saja hendak menyahut. Mulutnya langsung bungkam saat menyadari panggilanku untuknya berubah. Tuan Harraz menatapku lekat, membuatku tidak b
last updateLast Updated : 2022-10-27
Read more

|7| Penjara Pernikahan

Kepala lelaki itu tertunduk, di depan Paman Adam Tuan Harraz terlihat begitu menghormati. Seakan menatap balik mata pamannya, diharamkan oleh lelaki itu. “Talita adalah perempuan baik, Raz. Dia sempurna untukmu, seharusnya kamu pertimbangkan hal itu. Jika ada satu hal yang tidak kamu sukai dari istrimu, bersabarlah, sesungguhnya Talita memiliki lebih banyak kelebihan yang bisa menyenangkan hatimu. Kamu hanya perlu bersyukur dan akan menyadari hal itu.” Tuan Harraz masih diam dengan jemari yang saling meremuk satusama lain. Tuan Harraz terlihat enggan balik bicara, karena takut terjadi adu mulut dengan orang yang lelaki itu hormati. Lain halnya jika yang mengajaknya bicara Tuan Fauzan atau Mas Nazar, perselisihan pendapat tidak bisa dihindari. Karena didiamkan keponakannya, Paman Adam menghela napas dengan kasar, “Baiklah jika memang itu keputusanmu, tapi kami tidak akan menyerah untuk meyakinkanmu sampai Talita melahirkan. Bisa katakan, kenapa kamu menalak Talita? Apa dia memiliki
last updateLast Updated : 2022-10-28
Read more

|8| Nadzar Tuan Harraz

Hawa dingin di tengah malam membuatku terbangun dengan tubuh berpeluh dingin. Setelah menarik napas dan menghembuskannya beberapa kali, aku berusaha tidur lagi. Tapi usahaku sia, mataku yang terpejam tidak bisa diajak bekerjasama dengan alam bawah sadarku. Seharusnya aku menyisihkan waktu untuk beribadah, namun entah mengapa tulang-tulang tubuh ini terasa begitu malas bangkit untuk sekedar mengambil air wudhu’ dan Tahajud. Padahal mungkin saja, bangunnya aku pukul segini adalah teguran Tuhan untuk lebih banyak beribadah padanya. Tubuhku merespon tidak nyaman saat suara kunci pintu diputar terdengar. Kukira, suara itu berasal dari ruangan sebelah, sayangnya aku salah besar! Pintu yang kubelakangi terbuka pelan, kusadari hal itu dari cahaya lampu luar yang menelusup ke dalam, sedikit menerangi kamarku yang lampunya dimatikan. Aku ingin membuka mata, tapi tidak berani setelah tercium aroma parfum yang sangat kukenali. Langkah pelannya hampir tidak terdengar, pintu yang tadi terbuka
last updateLast Updated : 2022-10-29
Read more

|9| Obat Hati

“Kamu memanggil saya ke sini, Mas?”Diantar oleh Abimanyu aku sampai di ruangan Tuan Harraz. Tuan Harraz yang tadinya mengotak-atik laptop mengangkat kepalanya dan menatapku lekat. Aku menepuk bibir karena tidak sadar bertanya pada orang yang tidak boleh bicara. Kami bertiga saja di ruangan itu, membuatku tidak nyaman. Tanpa bicara apapun lagi, aku memindahkan tubuh ke sofa dan mendudukinya. Aku bingung sendiri bagaimana berinteraksi dengan Tuan Harraz jika lelaki itu bicara saja tidak boleh. Lewat chat ‘kah? Tulisan? Atau bagaimana? Jika begitu, seharusnya dia tidak memanggilku ke sini, hanya menyuruh Abimanyu untuk memberitahuku agar membaca dan membalas pesan-pesannya.“Kenapa diam saja?” Tuan Harraz bertanya membuatku yang tadinya hendak menyahut langsung melongo.“Bukannya Mas lagi puasa bicara?”Senyum lelaki itu terlihat samar, “Aku hanya puasa bicara pada orang lain, tidak padamu.”“Memangnya bisa begitu?” Tanyaku heran
last updateLast Updated : 2022-10-31
Read more

|10| Mana Ada Wanita Yang Ingin Bertahan

“Menikahlah denganku,” ajakannya saat itu masih tersemat jelas di kepala.Dimana lelaki itu berdiri tepat di depanku dengan mata yang menatap sedingin es dan bibir yang tak tersenyum samasekali.“Akan kuberikan segalanya. Semaumu. Sesukamu. Demi Allah, hidupmu ratusan kali lipat akan lebih baik dari ini.”“Tidak Tuan, maaf ….” Saat mendengar ajakan tersebut dan menolaknya, aku benar-benar ketakutan. Saat dagu lelaki itu terangkat angkuh ke atas, kepalaku tertunduk ke bawah.Sekaya apapun dia, serupawan apapun Harraz Ilham Ghazalah, aku tidak mau menerimanya. Aku membenci lelaki itu. Sangat, demi Tuhan. Dia adalah tipe lelaki yang paling kuhindari, ramah tanpa senyum, ringan tangan pada orang yang melakukan sebuah kesalahan sedikit saja dan bermulut tajam. Pencuri kecil yang terpaksa menyelinap masuk ke rumahnya hanya karena terdesak situasi saja habis di tangannya, bagaimana denganku jika menikahi lelaki kasar seperti itu? Aku
last updateLast Updated : 2022-11-01
Read more
PREV
12
DMCA.com Protection Status