Home / Romansa / Kutunggu Jandamu / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of Kutunggu Jandamu: Chapter 61 - Chapter 70

75 Chapters

Bab. 61. Nurul Kecewa

"Menu sederhana. Kalau dokter menunya harus sehat, kan? Biar staminanya terjaga membantu orang sakit."Aku menata makanan di atas meja sofa. Ikan bakar, sambal kemangi, sayur bening campur-campur, dan acar mangga kesukaannya. Sederhana bukan? Juga jus buah dan sop buah. Untuk makan malam biasanya tinggal makan buah aja, kecuali memang lapar sekali barulah Hasyim minta nasi dan lauknya."Mau disuapin." Ia membuka mulut seperti anak kecil ke arahku"Aaaaaaaaa." Kusendokkan nasi ke mulutnya lalu mencubit ikan bakar yang sudah dibaluri bumbu sederhana"Masya Allah. Enak. Apalagi disuapin sama kamu." Mulai lagi deh, gombalan mautnya meluncur. Meski sudah hapal, tapi tetap saja aku meleleh dibuatnyaDan adegan suap-suapan pun kami lakukan. Nikmatnya menjadi berlipat ganda. Bukan sebab makanannya melainkan dengan siapa kita menyantap makanan iniSaat kami tengah asyik menikmati makan siang, pintu di ruangan ini diketuk. Aku hendak beranjak, tetapi langsung dilerai oleh Hasyim. "Biar aku saja
Read more

Bab. 62. Cemburu

POV HasyimHari ini aku tukaran jadwal dengan Dokter Farid. Ada hal penting yang membuatku melakukannya. Ingin mengajak isteri tercinta jalan-jalan. Kalau memperturutkan pekerjaan, tidak akan pernah ada habisnya. Untungnya Dokter Farid juga bersedia sebab selama ini aku pun sering menggantikan jadwalnya jika ia punya hajat penting.Selepas mengantar makan siang di rumah sakit, aku putuskan untuk mengajaknya berkeliling di tempat mana saja yang ia mau tuju. "Mau kemana dulu, nih?" Sembari kulajukan mobil keluar dari area parkiran rumah sakit, aku bertanya padanya yang duduk di samping kiriku.Namun, tak ada jawaban. Pandangannya mengarah ke kaca spion mobil dengan wajah datar. "Hei! Kok bengong?" Aku menjentikkan jari di depan wajahnya membuat ia berpaling ke arahku dengan cepat."Ehm, terserah," jawabnya singkat.Menurut teman-teman yang lebih dulu menikah. Kata 'terserah' adalah yang paling menyeramkan dari mulut seorang isteri. Maknanya beragam. Kadang dipahami sebagai A, ternyata
Read more

Bab. 63. Bertemu Biang Kerok

Aku mau istirahat sebentar," ucapnya setelah kami tiba di rumah. "Iya, Sayang. Kamu pasti capek." "Begitulah." Ia menjawab seadanya lalu pamit ke kamar. Aku pun menyusul di belakangnya. Lalu menghampiri ia yang sejak tadi membuatku gemas ingin memeluknya."Kamu kenapa, sih. Lagi sakit?""Nggak. Cuma mau istirahat aja. Capek.""Aku temenin bobok siang, boleh?" Aku menawarkan diri sembari terus memerhatikan ia melepas jilbabnya."Nggak usah, Pah. Ntar yang ada aku nggak jadi istirahat kalau Papah temenin."Sontak aku terkekeh. Apa yang diucapkannya benar adanya. Bisa-bisa yang ada bukan istirahat tapi malah diminta kerja rodi.Aku membelai rambutnya dan menemaninya sebentar hingga ia benar-benar tertidur.Segera aku beranjak keluar kamar dan menutup pintunya dengan pelan. Setelahnya menuju dapur menemui Bu Siah."Bu, bisa bicara sebentar?" tanyaku pada Bu Siah yang sedang asyik menata isi kulkas.Bu Siah langsung menghentikan pekerjaan mendengar permintaanku."Iya, Pak.""Seharian ini
Read more

Bab. 64. Anak-anak Yang Lain

Aku berjalan tergesa meninggalkan Nurul. Sama sekali tak menyangka kalau ia begitu nekat menemui Berlian untuk menyampaikan hal yang tak masuk akal.Sebenarnya dari dulu aku sudah bisa mengendus gelagatnya. Ia menaruh hati padaku. Makanya aku selalu menjaga batasan keakraban. Berulang kali ia mengajak makan malam, menemaninya ke undangan, arisan, atau bahkan liburan. Namun, tak satupun ajakannya aku penuhi.Aku tidak mau ia merasa diberi lampu hijau. Padahal sebenarnya tidak demikian. Perempuan itu, kan, sebagian suka over thinking. Mikirnya kejauhan. Nurul termasuk tipe seperti ini. Jangan sampai aku berbuat baik malah ditanggapi lain, padahal perlakuan kepada teman-teman yang lain pun sama saja. Tidak ada yang diistimewakan.Baru kali ini aku begitu tersulut emosi. Jika persoalan lain aku bisa dengan sangat bijak menanggapi bahkan menuntaskannya. Akan tetapi, jika urusan rumah tanggaku ada yang mengusik, aku tak bisa tinggal diam. Akan kucari sampai ke akar-akarny
Read more

Bab. 65. Masih Ada Harapan

"Kita sudah sampai, Sayang. Yuk!" Aku bergegas keluar dari mobil dan membuka pintu untuknya. Ku gandeng tangannya menuju masjid. Sekilas aku meliriknya yang melayangkan pandangan ke sekeliling. Saat kami baru menjejakkan kaki di teras masjid, seorang lelaki tua langsung menyambut kami dengan ramah."Assalamu alaikum, Dokter Hasyim." Lelaki itu mengulurkan tangan lalu merangkul ku dengan hangat."Waalaikum salam. Bagaimana kabarnya, Pak Ustaz?" "Alhamdulillah sehat. Mari, masuk!"Ustaz Iwan mengajak kami ke dalam masjid. Ada anak-anak santri sedang duduk melingkar dengan Alquran di tangan masing-masing. Aku dan Berlian mengambil tempat tak jauh dari mereka. Ustaz Iwan mendekati mereka lalu menunjuk ke arahku. Para santri itu langsung menoleh. Kemudian membubarkan diri dan beranjak menemuiku. Mencium tangan dan memelukku sama seperti seorang anak dan ayah."Papah kenal baik dengan anak-anak ini?" Berlian setengah berbisik di telingaku"Iya. Inil
Read more

Bab. 66. Ada Aku.

Setelah itu kutatap wajahnya lekat-lekat. Ada rasa yang sulit dilukiskan di dalam sini. Kukecup lembut keningnya dan kedua kelopak mata yang tertutup sempurna itu dengan penuh cinta. Besok, kita akan mulai pengobatan, Sayang. Bersiaplah! Kamu harus sembuh.Pelan kukemudikan mobil meninggalkan optik. Sembari mengemudi, tangan kiriku juga asyik mengusap kepala Berlian dengan lembut. Setiap kali melihatnya, ada rasa bersalah yang tidak bisa ditebus dengan apapun.Mataku menghangat jika mengingat kejadian sekian tahun silam. Dan ia tak pernah menyalahkanku. Tak pernah mengungkitnya. Juga selalu bersikap seolah tak pernah terjadi apa-apa.Sorot lampu kendaraan di depanku sangat silau membuat Berlian langsung mengerjap. Kata dokter, retinanya sangat rentan perih jika ada cahaya terang, sekalipun kondisi kelopak mata tertutup."Duh, ya, Allah." Ia menutup matanya dengan kedua lengan yang ia tumpukan di atasnya"Sabar, ya, bentar lagi kita sampai."Ia cuma mengangguk. Inilah alasannya Berlian
Read more

Bab. 67. Ya, Allah Sembuhkan Isteriku

"Kan bisa rebahan. Atau baca buku. Menulis juga. Itu semua aktivitas. Gak ada yang sia-sia yang dilakukan isteri untuk suaminya.""Pokoknya kamu itu gak boleh capek." Aku memberi sedikit warning agar ia menurut. Ini untuk kebaikannya juga. "Iya, deh. Papah atur aja gimana baiknya." Apa kubilang. Ia selalu menurut kalau aku mengatakan sesuatu meski awalnya harus protes dulu"Nah, gitu dong, Sayang." Aku mengedipkan mata padanya membuat ia seketika tersipu.Aku beranjak dari meja makan kemudian mencuci tangan di wastafel. "Yuk, kita berangkat!" Ajakku setelah mengeringkan tangan dengan tisu."Bentar. Aku bereskan dulu ini.""Nanti Bu Siah aja.""Kalau gitu aku gosok gigi dulu, habis makan nasi, nih," pintanya bergegas ke belakang."Iya. Aku tunggu di depan, ya."Ia tak menjawab. Mungkin sudah ada di toilet.Sepuluh menit waktu yang dibutuhkan untuk gosok gigi. Padahal untuk kaum lelaki, cukup semenit sudah beres. Berlian menemuiku dengan senyuman merekah seperti mawar. Ia selalu begitu
Read more

Bab. 68. Rindu Tanakeke

Aku melipat kedua lengan kemudian bersandar pada dinding ruangan di mana Berlian menjalani proses MRI. Tenaga medis yang lalu lalang di hadapanku kadang menatap heran saat tak sengaja melihat ekspresi sedih, tapi mereka urung bertanya.Tidak terlalu lama proses pengambilan gambar itu berlangsung, tetapi entah kenapa rasanya sudah berjam-jam. Aku melihat lagi ke dalam melalui kaca pintu, terlihat Berlian sudah merapikan kembali pakaiannya. Bibirku melengkungkan senyuman. Teramat lega. Satu proses telah selesai. Tinggal melihat hasilnya nanti."Maaf, Dok. Kita bisa bicara di ruangan saya sebentar?" "Baik, Dok. Aku tungguin isteri dulu," jawabku sembari mengarahkan pandangan pada Berlian yang sedang berjalan menuju pintu."Ok. Saya tunggu." Dokter itu pun berlalu.Berlian membuka pintu dan aku langsung memeluknya. "Alhamdulillah, sudah selesai. Gak ada yang perlu ditakutkan." Aku mengelus-elus pundaknya dan sedikit berbisik memberinya kalimat motivasi."Makasih, Pah." Ia melepaskan pelu
Read more

Bab. 69. Terpasung Rindu

Ia berhenti bicara. Hanya isakan tangis yang terdengar di balik bantal.Sebenarnya tanpa konsultasi ke dokter pun aku bisa memutuskan. Jawabannya tidak. Cuaca di Tanakeke sangat panas. Meski nanti di sana hanya di rumah saja hawa teriknya sangat terasa sampai ke dalam. Belum lagi jika angin laut berhembus kencang. Pasir-pasir halus melayang di udara. Efeknya kurang bagus buat kondisi Berlian."Ehm. Mau berapa hari di sana?""Papah antar aja dulu, nanti balik ke kota lagi. Kalau aku sudah berhenti kangen, tinggal Papah jemput."Berapa hari kira-kira?""Satu pekan.""Apa?" Aku terlonjak mendengarnya. Jangankan satu pekan, satu hari tak melihatnya saja aku tak bisa tidur. Apalagi tujuh hari. Yang benar saja.Aku menarik napas mencoba melakukan negosiasi. Jujur, ini rumit. Tapi, tidak ada salahnya aku coba."Kalau tiga hari saja, bagaimana?"Ia melirik. Kemudian berbalik seperti semula. Berpikir beberapa saat. Aku menunggu jawabannya. Dan akhirnya ia pun setuju."Insya Allah besok pagi se
Read more

Bab. 70. Menjemput Berlian

Begitu sampai di rumah ayah mertua. Aku mengetuk pintu dengan lemah. Tanganku bertumpu pada dinding tembok agar badan tidak roboh. Kudengar pintu terbuka. Wanita yang paling kurindukan menyambutku dengan wajah kaget tak percaya. "Papah?""I–I–iya," jawabku terbata dan dalam sekejap tubuhku langsung ambruk ke lantai.Berlian berteriak memanggil ayahnya, "Ayaaah! Cepat ke sini!"Badanku terangkat dengan kondisi lemas di seluruh persendian. Aku benar-benar kehilangan tenaga.Dengan susah payah, ayah mertua membopong tubuhku ke dalam kamar. Selanjutnya Berlian melepaskan sepatu dan kemeja yang kukenakan. Badanku bermandikan keringat dingin. Rasanya sungguh tak nyaman. Berlian dengan cekatan mengambil air hangat lantas memaksaku untuk minum. Setelahnya aku dibiarkan istirahat sampai rasa pusing ini lenyap.Kurasakan jemari kaki seperti dipijat lembut secara bergantian. Hingga aku terlelap entah sampai berapa jam.Saat kubuka mata, aku mengedarkan pandangan. Ada makanan yang sudah terhidan
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status