Amarah Lilija menggelegak bagai magma di dalam perut gunung berapi. Ia siap meledak ketika prajurit pembawa pesan kembali menghentikan laju keretanya. Padahal, kurang sedikit lagi mereka sampai ke tempat Barrant biasanya berada.“Maaf, Yang Mulia, Pangeran sudah kembali ke istana,” lapor prajurit itu. “Anda sudah ditunggu di ruang minum teh.”Lilija menggigit giginya kuat-kuat, tangannya terkepal untuk menahan emosi. Batinnya menyumpah. Dengan susah payah, ia berkata, “Bawa aku ke sana.”“Kau harus bersikap lebih bijak, Tuan Putri,” kata Helga, pelayannya.Lilija menoleh ke arah pelayannya. Matanya menatap Helga dengan nanar. Ia benci kepada wanita tua berwajah dingin itu. Rambutnya yang dicepol ke belakang, dagunya yang terangkat ke atas, sikapnya yang kaku membuatnya ingin mengenyahkan segera. Tetapi, ia tak bisa melakukan hal itu. Lilija benci kepadanya karena sering mengatur dan mengkangnya. Dia mengharapkan Lilija bersikap selayaknya putri yang anggun, baik hati, ramah, dan sempu
Last Updated : 2022-11-08 Read more