Home / Romansa / Pesona Sang Peri / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Pesona Sang Peri: Chapter 31 - Chapter 40

100 Chapters

Bab 30. Fannar

FannarJantung pemuda belia berdebar kencang ketika melihat ketua Garda membuka pintu. Langkahnya yang timpang meninggalkan jejak basah saat masuk. Jenggotnya yang panjang terkena tetesan salju yang tercurah dari langit. Mantel panjangnya ia tanggalkan dan dengan gesit, Fannar menerimanya, kemudian menggantungkannya ke cantolan jas di belakang pintu. Derap langkahnya menggema waktu berjalan ke dalam ruang tengah. Kursi berdecit ketika pantatnya mengempas, seolah protes dengan beban yang ditanggungnya tiba-tiba.“Panggil Zoe dan Rowan!” perintahnya.Fannar dan Luke degera ke kamar mereka berdua. Mereka berpencar. Karena Fannar berada lebih dekat dengan tangga, maka dia yang memanggil Zoe supaya turun. Ia menaiki tangga dengan langkah dua-dua sekaligus. Setelah sampai di depan kamar Zoe, ia mengetuk. Ia menunggu beberapa waktu sebelum berkata, “Ketua sudah datang. Kita diharapkan ke ruang tengah.”Tanpa menunggu jawaban, ia berbalik dan kembali menuruni tangga. Saat di tengah tangga, ia
last updateLast Updated : 2022-11-12
Read more

Bab 31. Orang Asing

Keringat muncul di dahi Fannar ketika anjing yang dibawa prajurit kembali mengendusnya. Ia gugup saat anjing itu melolong. Untungnya, si prajurit menarik tali yang mengikat anjing itu. Sejenak, pemuda belia itu mampu bernapas dengan lega. Mendadak, peluit terdengar dari arah jalanan. Para prajurit yang menginterogasi Fannar segera beranjak pergi. Mereka bahkan tidak mengucap apa-apa ketika meninggalkan pemuda itu.Setelah punggung para prajurit itu tak terlihat, Fannar lekas membersihkan jejak darah yang sempat mengotori pintu. Kemudian, ia menutup pintu dan menguncinya. Ia juga menutup jendela. Ia berniat menyusul Rowan ke ruang rahasia di mana ia membawa lelaki asing tadi. Namun, belum sempat melaangkah lebih jauh ke dalam rumah, Zoe menyabar lengannya.“Kau ikut denganku. Kita ke pasar. Ada tanaman herbal yang musti kita beli,” jelasnya.“Tapi—“ Fannar ingin menolak, tetapi Zoe segera memotongnya,“Ketua yang memerintahkan.”Mau tak mau, Fannar menurutinya. Ia menyahut mantel yan
last updateLast Updated : 2022-11-13
Read more

Bab 32. Fjola

Fjola“Negeri yang akan kita masuki adalah negeri paling berbahaya di luar tembok. Namun sekaligus negeri paling bersahabat, setidaknya bagi kami, para peri,” jelas Arnor kepada Fjola yang tengah mendengarkan. Mereka tengah berkemah di puncak gunung. Salju yang turun menampar-nampar sisi tenda dengan ganas. Udara berembus dingin. Mereka tengah duduk di kursi depan perapian. Sup jahe dan teh yang telah dihabiskan berhasil membuat tubuh mereka tidak membeku. Selimut tebal mereka sampirkan ke punggung untuk menambah kehangatan. Mereka duduk saling berhadapan. Meja makan menjadi penghalang di antara mereka.Setelah perjalanan mendaki yang sulit, mereka mendirikan tenda di tanah datar yang berada tepat di bawah puncak. Tanah datar itu tak seluas lapangan, tetapi cukup untuk mendirikan tenda dengan tegak.Dalam cuaca seperti ini, bahaya jika mereka mermalam di puncak gunung bersalju. Selain dingin, salju yang tebalnya hampir selutut bisa saja longsor karena terkena angin.Hujan salju datang
last updateLast Updated : 2022-11-14
Read more

Bab 33. Syarat Masuk

“Kau bercanda, kan?” Fjola memandang Arnor yang menatapnya dengan serius. “Kenapa aku harus menjadi budakmu? Aku tidak mau.”“Kau bilang kau percaya padaku,” protes peri itu. Ia kembali memundurkan tubuhnya. Matanya masih tertaut pada Fjola. Kekecewaan tampak terpancar darinya.“Aku hanya .... hanya ....” Fjola duduk dengan gelisah. Ia tidak tahu harus menanggapi permintaan Arnor yang tiba-tiba. Yang dirasakannya sekarang ketika mendengar kata budak memang tidaklah sama dengan yang dirasakannya dulu, saat mendengar kata budak pertama kali terlontar dari mulut peri itu. Bayangan menjadi hamba Arnor memang tidak buruk. Setidaknya, dirinya pasti aman. Arnor kuat, dia tidak sejahat yang dipikirkannya, tampan pula. Namun, tetap saja, seandainya klaim itu terjadi, ia harus selalu bersama Arnor. Padahal, balas dendamnya belum terlaksana. Ia masih ingin kembali ke dalam tembok, menghukum Lilija, Raja Erik, dan Margaret. Lalu, bagaimana dengan Barrant? Pangeran itu pasti sedang kebingungan men
last updateLast Updated : 2022-11-15
Read more

Bab 34. Bohong

Menurutnya, Arnor bohong saat berkata bahwa sakit yang akan dialaminya sedikit. Sebab, yang dirasakan sesungguhnya sangat sakit. Bahkan, Fjola sampai tak dapat menahan air matanya. Selain itu, sang peri melakukannya tanpa ampun. Berulang-ulang malah. Beberapa kali, gadis itu meminta istirahat sejenak, namun Arnor tak menurutinya.“Sedikit lagi,” selalu kalimat itu yang dikatakannya. “Aku berjanji ini yang terakhir.”Gadis itu kini meringkuk di ranjang. Selimut menutupi badannya yang setengah telanjang. Darah sudah berhenti mengalir, namun rasa sakit di punggungnya masih berdenyut-denyut. Ia terisak.Arnor yang iba berlutut di samping ranjang. Kepalanya sejajar dengan kepala Fjola yang berbaring. Tangannya mengusap air mata dari pipi gadis itu dengan lembut. “Sakit, ya?”Sembari terisak, Fjola mengangguk. Suaranya bergetar ketika berkata, “Seharusnya kau bilang kalau kau akan mengukir punggungku dengan belati.”Arnor mendesah panjang. “Maaf.” Hanya itu yang mampu diucapkannya.Fjola me
last updateLast Updated : 2022-11-16
Read more

Bab 35. Budak

Negeri para peri kegelapan tidak mirip dengan negeri manapun yang pernah dibayangkan Fjola. Ketika memasuki gerbang, makhluk-makluk menjijikkan yang besar, berkulit berbonggol, berupa buruk, dan berperilaku kasar menyambut mereka. Meski mereka menunduk, lirikannya kepada Fjola ketika melewati mereka begitu meremehkan. Gadis itu merasa buruk. Ia merasa rendah. Dan ia marah ketika merasakan itu. Meski begitu, ia terpaksa menerima tatapan mereka yang begitu menjatuhkan harga dirinya sebagai manusia. Ia berjalan di belakang. Malakora merangkul punggung Arnor ketika berjalan. Ia bercakap serius dengan peri itu. Ia mengabaikan Fjola sepenuhnya. Yang menarik di matanya hanya kehadiran Arnor di sana. Peri yang memutuskan untuk menjadi jahat itu tertarik dengan kekuatan yang dimiliki oleh Arnor. Ia sendiri terlahir tanpa anugrah. Namun, ia pandai dan licik. Dengan mengabdi pada kegelalapan, ia menjadi kuat. Bahkan lebih kuat dari makhluk yang kini bergabung kepadanya. “Sedikit lagi aku mampu
last updateLast Updated : 2022-11-16
Read more

Bab 36. Sisi Lain

"Entahlah. Tapi kurasa tidak mungkin," kata Sofia menyapukan sesuatu ke wajah Fjola. Mereka masih di kamar milik Sofia. "Meskipun mereka-maksudku Malakora dan Tuan Evindur-tampak akrab, namun mereka saling bersaing, atau Malakora menganggap Tuan Evindur sebagai pesaing.""Lalu, apa yang terjadi? Bagaimana bisa Arnor menolongmu?""Waktu itu Malakora menyuruhku melayani Tuan Evindur," jelas Sofia. "Ap-apa?" Gadis itu terkejut. Ia tergagap ketika bertanya, "Melayani? Maksudmu, ka-kau dan Arnor ...." Mendadak, wajahnya terasa panas.Sofia tersenyum. Ia lantas menjelaskan, "Tuan Evindur tak menyentuhku sama sekali. Kami hanya mengobrol. Tidak, bukan itu, kebanyakan malah aku yang berbicara. Entah bagaimana terjadinya, tetapi aku menumpahkan segalanya kepada Tuan Evindur malam itu. Aku menangis meratapi nasibku. Aku menuang segala yang membuat hatiku sakit padanya. Waktu itu aku merasa seolah terbius hingga mencurahkan kepedihan yang sudah lama terkubur kepadanya. Padahal, aku baru pertama
last updateLast Updated : 2022-11-17
Read more

Bab 37. Cemburu

Fjola merasa sedih. Sebenarnya bagaimana perasaannya kepada peri itu? Sungguh, ia sendiri bingung. Ia yakin tak mungkin mencintai Arnor. Tetapi tadi, ketika melihat Irina menyentuhnya, ia merasa marah. Sangat marah, malah. Apakah ini yang dinamakan cemburu? Fjola menenggak anggurnya dengan sekali teguk. Seorang pelayan mengisinya lagi hingga penuh.Gadis itu mencoba melanjutkan makannya. Namun tiba-tiba, ia merasa kenyang. Tangannya meraih gelas, meneguk anggurnya sampai habis. Perlahan, pikirannya kembali rileks. Ia tak peduli bagaimana pendapat Arnor tentang sikapnya tadi. Ia tak peduli bagaimana perasaannya sesungguhnya. Persetan dengan itu semua, ia menyesap lagi anggurnya. Ia bahkan tak tahu sudah habis berapa gelas.Arnor yang sudah menyelesaikan makannya segera bangkit. Ia menghampiri Sofia dan berbisik singkat kepadanya. Setelah itu, ia menghadap Malakora, mengucapkan terima kasih kemudian pamit ke kamar yang disediakan untuk istirahat. Ia berasalan terlalu lelah malam itu seh
last updateLast Updated : 2022-11-18
Read more

Bab 38. Sesuatu

Di sebuah ranjang yang didominasi warna merah muda terhampar perkamen yang menunjukkan denah negeri peri kegelapan. Cahaya yang meneranginya hanya dari lentera kecil yang didekatkan di atasnya. Sepasang mata menelusuri garis-garis yang ditorehkan pada perkamen dengan saksama. Telunjuknya menunjuk salah satu daerah yang baru-baru ini ditambahkan di sana.“Aku belum pernah ke sini,” katanya.Sepasang mata lagi ikut mengamati denah tersebut. Ia mengedik singkat sebelum berkata, “Bukan di sana yang harus Anda waspadai, Tuan Evindur.” Ia lantas menuntun jemari lawan bicaranya bergeser ke tempat yang sudah ditandai. “Di sini, Anda akan membelakkan mata.”“Kenapa?”Sofia mengangkat lenteranya tinggi. Ia dapat melihat mata peri itu berkilat ketika terpantul cahaya. “Malakora membangun pasukannya di sini.”“Berapa banyak pemburu dan peri yang sudah bergabung?” tanya Arnor gelisah.“Sekarang, Malakora sudah tidak lagi menunggu mereka bergabung. Dia membuatnya.”Kening peri itu mengernyit. “Apa
last updateLast Updated : 2022-11-21
Read more

Bab 39. Kepercayaan yang Goyah

Fjola membuka matanya dan merasa kecewa ketika tak melihat Arnor di sana. Ia merasa seolah ada yang kurang. Melihat wajah Arnor di pagi hari sudah menjadi rutinasnya beberapa hari terakhir ini. Jadi, ketika peri itu tak ada, ia kesepian. Ke mana dia? Batin Fjola bertanya-tanya.Kamar yang dia tempati lumayan sempit. Namun, jika dibandingkan dengan rumahnya dulu, kamar itu masih sedikit lapang. Dindingnya terbuat dari batu berwarna tanah. Jadi, saat membuka mata, Fjola merasa seolah terkubur. Ada sebuah jendela di sana. Jendela itu tertutup tirai berwarna terang, kontras dengan dinding. Ketika melongokkan kepala di sana, sebuah bukit kecil terlihat. Meski bukit, tak ada rumput yang tampak. Selain salju, hanya ada bebatuan di sana. Di puncak bukit terlihat batu besar, Fjola membayangkan batu itu menggelinding ke bawah, menggencet makhluk-makhluk yang tengah tidur di dalam tenda yang berdiri di belakang istana. Pasti bakal seru sekali, batinnya. Gadis itu bangkit dari ranjang. Mendadak,
last updateLast Updated : 2022-11-21
Read more
PREV
123456
...
10
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status