Home / Pernikahan / Setelah Diusir Ibu Mertua / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of Setelah Diusir Ibu Mertua: Chapter 71 - Chapter 80

91 Chapters

Belum ikhlas

Mendengar suara orang bercakap-cakap, membuat Karin mengerjapkan mata. Wanita itu mengerjap, beradaptasi dengan cahaya matahari sore yang mulai redup dari luar jendela yang dibuka lebar-lebar."Siapa, ya, yang tega …," gumam Bu Elis, masih memikirkan tentang uangnya yang hilang begitu saja.Yudha memandang sang ibu dengan jengah. Lelaki itu memilih tak meladeni ucapan Bu Elis, karena merasa percuma memberi masukan atau pun pendapat."Ibu yakin. Pasti orang dekat pelakunya. Dia pasti sudah mengamati sejak jauh hari, di mana ibu menyimpan uang. Jadi waktu rumah ini kosong sebab semua orang pergi, dia langsung beraksi."Bu Elis berkata dengan pandangan menerawang. Dalam benaknya berjejalan nama-nama yang paling mungkin melakukan pencurian di saat rumahnya kosong."Ngapain, sih, Bu, malah curiga kayak gitu?!" ketus Yudha tak suka dengan omongan ibunya. Bu Elis menoleh."Sudah dibilang ikhlaskan saja susah amat, sih!""Ya gim
Read more

Keceplosan

"Mohon maaf, saya tidak bisa menyebutkan namanya. Yang saya lihat, dia masih keluarga, tinggal dekat rumah ibu di sebelah kiri.".Beberapa hari telah berlalu sejak didapatkan kabar dari saudara Karin yang bisa 'melihat'. Bu Elis telah mengantongi sebuah nama mengenai siapa pelakunya.Dugaan beliau semakin kuat seiring berubahnya sikap saat bertemu muka. Bu Elis berniat melaporkan kejadian tersebut pada kepala desa, minimal RT dengan harapan kampung tempat tinggalnya kembali aman seperti sediakala."Kalau nggak dikasih efek jera bukan nggak mungkin dia akan merasa kalau aksinya aman dan mengulangi lagi di kemudian hari," ujar Bu Elis saat niatnya kembali ditolak mentah-mentah oleh Yudha.Karin pun mulai bosan dengan pembahasan yang itu-itu saja dari hari ke hari. Ia memilih diam, menyimak, lalu mengiyakan apa yang disampaikan ibu mertuanya."Besok hari Minggu. Ibu mau minta Angga supaya ke sini buat nemenin ibu ke kepala desa yang baru. Dia masih muda, pun masih ada hubungan saudara. I
Read more

Permintaan gila

Bu Elis seperti tersadar dengan apa yang diucapkan, sontak menutup mulutnya dengan telapak tangan.'Aduh, bagaimana ini? Kenapa bisa keceplosan, sih?', rutuk Bu Elis menyesali ucapannya. "Apa, Bu? Sertifikat dibawa Mira? Sertifikat apa?" tanya Angga penuh curiga.Bu Elis tergeragap. Andin menatap ibu mertuanya penuh selidik. "Mira? Bukankah dia yang dulu mau dijodohkan sama Yudha, kenapa ibu nyebut nama wanita itu? Ada apa ini sebenarnya?" tanya Andin dalam hati."Eh i-itu, apa, sih!" Bu Elis mengibaskan tangan di depan wajah. "Sertifikat apa. Ibu salah bicara. M-Mira cuma pinjam kok, sebentar, buat cari pinjaman. Aduh!"Bu Elis memukul mulutnya berkali-kali. Niat hati ingin mengelak, justru berkata jujur apa adanya. Wanita itu ketar-ketir, sebab semenjak Mira memegang sertifikat sawah miliknya, gadis itu seperti menghilang.Jika sebelumnya sering mampir dan dia bisa curhat banyak hal, tapi tidak dengan belakangan ini.
Read more

Wasiat Bapak

Angga berniat menyusul istrinya, akan tetapi, teriakan Bu Elis membuat langkahnya terhenti."Satu langkah saja kamu melewati pintu itu, jangan lagi panggil aku ibu!"Lelaki itu mematung sejenak, menatap nanar pada istri dan kedua anaknya yang berjalan beriringan menuju jalan raya.Hatinya bagai diamuk badai, seperti dipaksa makan buah simalakama. Menuruti perintah ibu, ia akan kehilangan istri dan anaknya. Tapi, mengejar mereka bertiga, ia akan menjadi anak durhaka yang melawan sang ibu, sementara dia meyakini kalau surga ada di bawah telapak kaki wanita yang telah bertaruh nyawa saat melahirkan dulu."Tetaplah di sini, Angga, bukankah itu wasiat bapak kamu sebelum meninggal? Apa kamu lupa?" cecar Bu Elis masih berdiri tegak di tempatnya.Angga mengalihkan pandang pada sang ibu."Saya ingat, Bu. Saya akan terus ingat. Tapi, apa dengan cara seperti ini? Apa ibu benar-benar ingin rumah tangga saya hancur dan rusak hanya karena wasiat bapak dan keras kepalanya ibu?" cicit Angga memprotes.
Read more

Mencari Mira

"Kita ke rumah Mira, Bu!" sentak Angga setelah beberapa saat berpikir.Bu Elis urung merebahkan badan. Gegas mengikuti Angga yang melangkah lebar-lebar menuju motor yang terparkir di halaman."Cepat naik!" perintah Angga. Bu Elis menurut bagai kerbau dicucuk hidungnya.'Apa pun, Ngga, asal kamu ada dekat ibu pasti akan ibu lakukan. Ah, apa dia setuju untuk menikahi Mira dan meninggalkan Andin yang suka membangkang itu?' monolog Bu Elis dalam diam..Karin keheranan melihat ruang tamunya kosong."Ke mana semua orang? Bukannya tadi rame, ya? Kayak lagi debat juga. Mas Angga juga kok kayaknya pergi nggak sama anak-anak, malah sama ibu? Mana nggak pamit lagi si ibu mau ke mana?"Karin bertanya-tanya sendiri. Ia terlonjak kaget saat berbalik badan dan nyaris bertabrakan dengan Yudha."Ih, Mas ngagetin aja!" cemberut Karin. Tangan kanannya memukul dada Yudha dengan gemas, membuat suaminya tergelak."Waja
Read more

Menepi sejenak

Di tempat lain, Andin disambut hangat oleh seorang wanita bergamis merah marun di halaman rumahnya. Bu Ida namanya, guru SMP Andin."Ya Allah, cucuku," ucap beliau mensejajarkan tinggi dengan kedua anak Andin."Salim sama Eyang, Nak," titah Andin pada kedua anaknya.Lusi dan Dani segera menyambut uluran tangan wanita itu lalu menciumnya dengan takdzim. "Ibu," sapa Andin kemudian. Kedua wanita beda usia itu lalu berpelukan demi melepas rindu."Ibu sehat, kan?" tanya Andin seraya melerai pelukan."Alhamdulillah sehat. Ayo, ajak anak-anak masuk," pinta Bu Ida.Keduanya kini duduk di bangku panjang ruang tengah. Lusi dan Dani langsung menuju rak mainan yang ditunjukkan pemilik rumah."Ibu senang sekali kamu mau berkunjung ke sini." Bu Ida mengulas senyum tulus.Andin menghela napas lalu melarikkan senyum mendengar ucapan ibu gurunya. Sepanjang umur pernikahannya dengan Angga, ia nyaris tak pernah datang ke rumah itu kecuali saat hari raya idul Fitri. Bukan karena ia tak ingin datang, me
Read more

Tamu itu ...

"Andin, kau bawa ke mana cucuku?!"Andin menjauhkan ponsel, menghindar dari lengkingan suara sang ibu mertua. Samar ia mendengar suara Angga disertai suara kresek-kresek. Rasa takut akan kehilangan buah hatinya hadir lagi. Andin memejamkan mata kuat-kuat. Mendengar suara Bu Elis tag melengking selalu menghadirkan ingatan tentang celaan dan hinaan yang pernah ditujukan padanya bertahun lalu.Maaf sudah tentu diberi, sebab Andin telah menganggap bahwa orang tua dari suaminya adalah orang tuanya juga. Biar bagaimanapun, ada darah beliau yang mengalir di tubuh kedua anaknya. Hanya saja, setiap kali bersinggungan dengan sesuatu yang berhubungan dengan Bu Elis, terlebih lagi jika bertemu atau mendengar suara seperti sekarang ini, hatinya kembali mengecil. Bukan dia membenci wanita itu melainkan kecil hati."Saya di rumah Bu Ida, Bu," jawab Andin akhirnya.Bu Elis menyentak napas, terdengar jelas oleh Andin. "Cepat pulang! I
Read more

Mengelak

Beberapa saat sebelumnya …Bu Elis dan Angga tiba di hotel Cantika, sesuai informasi dari Bu Yumna. Setelah bertanya pada bagian informasi, mereka berdua diminta menunggu untuk bertemu Mira.Mendengar nama tamunya disebut, Mira tentu saja terkejut. Tak menyangka sama sekali kalau keberadaannya dapat diketahui."Pasti Bu Elis mau nagih uang sepuluh juta yang belum juga kukirim itu. Gimana ini, mana lagi nggak pegang uang segitu lagi," gerutu Mira. Beberapa saat lamanya dia terdiam, menyusun rencana akan menjawab apa dan bagaimana nanti.Perempuan muda dengan rambut disanggul ke belakang serta berpakaian rapi itu kemudian mengembangkan senyum saat melihat siapa yang datang. Bu Elis menyambut kedatangan calon menantu yang diidamkannya."Mira, kamu cantik sekali," puji Bu Elis tanpa basa-basi. Tentu saja, Mira memiliki wajah yang manis, ditambah dengan riasan sempurna, membuat tampilannya nampak prima."Ah, ibu bisa saja. T
Read more

Pucuk Dicinta Ulam pun Tiba

"Ka-kantor polisi?" tanya keduanya, nyaris bersamaan."Ya! Mau bagaimana lagi. Diminta baik-baik tidak dikasih malah muter-muter. Untung saja dia perempuan. Kalau laki-laki sudah say-.""Mau apa kalau saya laki-laki, Mas?" tanya Mira dengan suara tercekat. "Mas mau pukul saya? Silakan. Nyatanya surat itu sudah tidak di tangan saya, tapi terbawa sama ibu dan bapak."Mira terisak, lalu menyandarkan kepalanya di pundak Bu Elis. Wanita paruh baya itu mengusap kepala Mira dengan raut bingung.Angga mengepalkan tangan, meninju kursi di mana ia duduk."Lagipula, Mas Angga juga tidak punya bukti kalau saya yang meminjam, kan? Belum tentu juga kalau sertifikat yang pernah Bu Elis kasih ke saya itu asli!" seru Mira lagi.Bukti?Angga membelalakkan mata. Ia melupakan satu hal. Adakah hitam di atas putih saat proses pinjam meminjam itu terjadi?Tatapannya menyorot sang ibu. Bu Elis surut ke belakang, gentar dengan ekspresi
Read more

Calon Madu

Matahari telah bergeser ke arah barat. Cahaya keemasan telah muncul, menyeruak di antara pepohonan tinggi yang mengelilingi perumahan tempat Andin tinggal.Indah. Ya, seharusnya pemandangan sore ini memanglah indah, tapi, karena ada tamu tak diundang, justru suasana keruh lah yang terasa di ruang tengah sebuah keluarga, yakni keluarga Andin.Bu Elis memperkenalkan Mira sebagai calon istri Angga kepada Andin. Mira tersenyum paling manis pada calon kakak madunya. Sementara Andin, membalas dengan senyum tipis.Hatinya telah ikhlas melepaskan jika memang inilah suratan takdir yang harus ia jalani. Mungkin, ini yang terbaik demi menyelamatkan kewarasan yang berusaha ia raih kembali. Kewarasan yang nyaris hilang semenjak menjadi seorang istri. Didaulat untuk full sebagai ibu rumah tangga dengan fasilitas seadanya, mengurus dua anak dengan jarak lahir yang berdekatan, ditambah dengan suami yang memprioritaskan keluarganya sendiri, lantas tekanan-tekanan
Read more
PREV
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status