Beranda / Romansa / Aku, istri kedua / Bab 81 - Bab 90

Semua Bab Aku, istri kedua : Bab 81 - Bab 90

96 Bab

sesion 2 bab.2

“Kalau sama Arini gimana, Zul? Sepertinya cocok?” Kalimat itu bagai gemuruh dalam hatiku. Pikiranku di penuhi tanda tanya besar, sebenarnya apa yang di rahasiakan suamiku, serta apa rencana ibu mertua ku itu.“Astagfirullah,” ucapku lirih sambil memegang dada yang terasa sakit ini. Aku bahkan dengan sengaja ingin menguping pembicaraan ibu di telepon. Bahkan hatiku terus suudzon kepada mereka yang telah menerima ku dan memberikan kebahagiaan itu untukku. Ibu memang sepertinya mengenal baik sama Arini. Semenjak Arini memegang jabatan di toko Mas Zul. Ia sering sekali mampir ke rumah dan bercengkerama dengan beliau. Wanita itu humbel, mudah sekali berbaur dengan lingkungan sekitar. Bahkan ilmu marketingnya pun tak bisa di ragukan lagi. Semenjak ia memegang toko, keuangan kami langsung melejit, bahkan toko itu sudah kembali membuka cabang di berbagai daerah. Aku kembali melanjutkan langkahku, menyiapkan makan siang untuk ibu dan Zafran, membuka kulkas dapur dan memasak sup bakso kesu
Baca selengkapnya

sesion 2 bab.3

‘Astagfirullah, apa benar gambar yang aku lihat! Mas Zul menikah di belakangku?’Gambar itu menghilang, sepertinya Arini sengaja menyetel pesan gambar itu agar terlihat sekali saja. Aku tak kuat untuk membalasnya, segera ku taruh benda pipih itu dengan gemuruh hati yang tak karuan. InsyaAllah aku tak mengapa jika Mas Zul ijin menikah kepadaku. Tapi untuk apa? Kenapa ia harus berbuat ini secara diam-diam? Aku menatap dua lelaki ku itu bersamaan. Mereka sedang terlarut dalam lamunan indah di mimpinya, aku memandang wajah Mas Zul yang tampak teduh, aku tak pernah menyangka lelaki seperti ia bisa berbuat seperti ini kepadaku. Semalam suntuk mataku terus terjaga, aku sama sekali tak bisa memejamkan mata meskipun hanya sesaat. Aku ingin mendengar penjelasan langsung dari suamiku. Namun akupun tak berani untuk mengganggu istirahatnya. “Dek, Dek. Ayo kita subuhan dulu.”Kalimat lirih itu membuatku mencoba membuka mata yang seakan ingin terus menempel. “Tumben, Dek jam segini masih tidur
Baca selengkapnya

sesion 2 bab.4

Mas Zul tampak terdiam tak melanjutkan kalimatnya. “Aku sudah tahu, Mas. Mas sudah menikah dengan Arini kan di belakangku?” tanyaku. Berharap kata tidak adalah menjadi jawabnya. “Tidak seperti itu, Dek. Mas bisa jelaskan.”Terdengar langkah kaki mendekat, dan wanita kedua Mas Zul itu memasuki ruangan ini. “Mas, maaf bukannya Arini mau ikut campur. Tapi lebih baik memang Mbak Aisyah tahu hubungan kita, agar semua jelas. Tak ada yang di tutup-tutupi.”Aku termangu melihat Arini yang penuh dengan keyakinan, sedangkan Mas Zul tampak khawatir sambil menatap ke arahku. “Mbak Aisyah juga harus tahu kalau saat ini aku mengandung, Mas,” ucap Arini.Kalimat yang baru saja ku dengar benar-benar membuat tubuhku tak memiliki daya, tanpa sadar tubuh ini terhuyung dan semua tampak berat. Sayup-sayup kulihat Mas Zul dan Arini yang mendekatiku hingga semua cahaya kini menghilang hanya gelap. “Umi, bangun, Umi!” Terdengar suara Zafran yang memanggilku, terdengar pula Isak tangis dari lelaki kecil
Baca selengkapnya

sesion 2 bab.5

Pov. Zulkifli “Arini, tolong bantu print kan data penjualan kita di bulan ini,” ucapku sambil melihat komputer di depan kasir. Beberapa hari ini penjualan berkurang tidak seperti biasanya.Arini adalah orang kepercayaanku di toko. Alhamdulillah semenjak kehadiran dia, toko yang ku kelola kini mengalami omset yang melejit, meskipun dia bukan lulusan sarjana nyatanya ilmu marketingnya begitu mumpuni. Aisyah yang merekomendasikan ia untuk kerja di sini. Ialah wanita yang berjasa menjaga Aisyah istriku.Arini tak menjawab, hanya tampak melihatku dengan senyuman yang membuatku risih. Ya, aku tahu wanita itu memang memiliki rasa kepadaku. Tapi apa mau di kata, tentang hati tak bisa berbohong. Hatiku seutuhnya telah dimiliki Aisyah hingga tak ada wanita lain yang mampu untuk singgah. Semenjak aku kehilangan Zahra hanya ialah wanita yang duduk di tahta hatiku.“Arini, kamu dengarkan?” tanyaku, mencoba mengulangi perintah yang baru saja ku ucap. Beberapa hari ini wanita itu memang tidak fok
Baca selengkapnya

sesion 2 bab.6

“Ayo, Umi. Ini hari pertama Zafran sekolah. Zafran tidak mau terlambat,” ucap Zafran di depan pintu kamar Arini. Mas Zul sudah ke toko sedangkan ibu berangkat ke pengajian, aku harus berbuat apa? Apa yang harus ku utamakan. “Sayang, Umi masakin umi Arini sup sebentar ya? Adik bayi yang di perut Umi Arini lagi pengen makan sup oyong, kan kasihan kalau ia menunggu terlalu lama.”“Gak mau, Umi! Zafran gak mau telat, ini hari spesial Zafran.”Anak lelakiku itu merajuk dan menarik-menarik pakaian yang ku kenakan.“Baiklah, Mbak. Aku makan sup nya kalau Mbak sudah mengantar Zafran,” ucap Arini yang masih tampak lemas dan terbaring di atas kasurnya. “Maafkan Mbak ya, Arini. InsyaAllah Mbak gak lama-lama mengantarnya.”Arini mengangguk, meskipun raut muka kekecewaan tergambar jelas di matanya.Aku memasangkan helm sebagai pengaman lelaki kecilku itu, ia menurut dan bergegas menaiki kendaraan roda dua ini. Jarak yang tidak terlalu jauh membuatku lebih nyaman memakai motor, selain tidak ribe
Baca selengkapnya

sesion 2 bab.7

“Oh, berarti Mbak Aisyah memang sengaja ya mengulur waktu? Mbak Aisyah gak ikhlas kan memasak sup itu untukku?” tanya Arini dengan mata yang membulat sempurna.“E-enggak kok, Arini. Tidak seperti itu.”“Jujur saja, Mbak! Mbak baiknya di luar saja ternyata.”Arini kini membuang pandangan dari mata ku.“Yang ikhlas, Nduk! Namanya saudara ya saling berbagi waktu, saling membantu dan saling menjaga. Kamu yang ikhlas seperti Zahra dulu yang ikhlas menerima kehadiranmu. Kamu mesti banyak belajar darinya,” ucap Ibu yang kini mengelus pundakku.Entah kenapa rasanya semakin sesak mendengar ucapan ibu, dulu Mbak Zahra selalu baik kepadaku, ia yang membelaku. Ia yang selalu mengalah terhadapku, apa kah ini balasan atas semua yang aku lakukan kepadanya? “Umi gak bohong kok, Nek! Tadi Zafran pulang terlambat karena nolong Om Randi di jalan, ini ia ngasih hadiah karena ucapan terima kasihnya.”Zafran kini berdiri di ambang pintu, entah mulai kapan ia berdiri di sana. Sepertinya ia mendengar sesua
Baca selengkapnya

Sesion 2 bab.8

“Ya sudah, Aisyah permisi. Jangan lupa sarapannya di makan dulu, jaga kesehatannya.”Muncul rasa sakit ketika suami mendiamkan diriku. Bagaimanapun juga aku adalah manusia bukan robot ataupun boneka yang bisa di mainkan seenak hati. Baru mendengar aku bersama Randi saja Mas Zul Semarah itu kepadaku. Lantas apa ia tak menyadari bagaimana sakitnya hatiku ketika ia membawa Arini ke rumah? “Aisyah, siapa yang memintamu ke luar dari ruangan ini?”“Aku di sini bagai bacaan iqlab Mas, ada namun tak di anggap,” ucapku dan kembali melanjutkan langkahku. Belum sampai langkah ini melewati pintu, Kini Mas Zul meraih tangan dan mengelus punggung tanganku dengan lembut. “Aisyah, tidakkah kamu merasakan cemburuku? Kenapa kamu berubah dingin kepadaku, apakah perasaanmu untukku tiba-tiba menghilang setelah bertemu lelaki itu?”Aku memicingkan mataku sambil tertawa sengit.“Cintaku tak selemah dirimu, Mas. Aku tak kan mampu berpaling begitu saja sepertimu.”“Aisyah, aku ingin bicara banyak kepadamu.
Baca selengkapnya

sesion 2 bab.9

"Ini juga kenapa brownis panggang, Mbak. Aku pengennya brownis kukus," ucap wanita itu lagi.'Sabar, Aisyah. Kamu wanita yang kuat,' batinku sambil memegang dada yang terasa sesakAku menaruh brownis itu di meja di dekatnya dan berlalu begitu saja. Rasa di hatiku sedang tidak baik, pertengkaran dengan Mas Zul, tentang pernikahan Randi dan kini Arini menambah beban di pikiranku.Aku bergegas ke kamar dan memasuki kamar mandi mengguyur tubuhku dengan dinginnya air keran saat ini. Aku menangis sejadinya, meluapkan emosiku yang terus saja aku tahan. Setelah aku menemukan bahagia kini kembali lara dengan munculnya orang ketiga. Bahkan Mas Zul lelaki yang selalu menjadi panutan ku sekarang berubah acuh dan dingin. Aku Aisyah, wanita yang dulunya jadi yang kedua dan sekarang merasakan bagaimana namanya diduakan. Aku bukan Mbah Zahra yang memiliki hati lapang untuk menerima madunya. Aku belum bisa!Tangisku semakin pecah seiring dengan gemericik air yang kini menjadi peredam suara tangisan.
Baca selengkapnya

Sesion 2 bab.10

“Ehem...,” deheman itu membuat tak sengaja menyentuh gelas kaca hingga terjatuh.Pyarr ....“Astagfirullah,”Wajahku pucat pasi, ketika melihat Mas Zul kini berdiri di ambang pintu, tangannya membawa piring dan gelas yang kotor. Segera ia meletakkan barang tersebut ke bak cucian. “Au ...,” kurasakan jari manisku tersayat serpihan kaca. Perih. Mas Zul menghampiriku dan memasukkan jari itu ke mulutnya, setelah itu ia membilas dengan air keran dan membalutnya dengan plaster. “Ada apa, Mas?” Mbak Zahra menghampiri saat aku dan Mas Zulkifli tak sengaja saling beradu pandang. Mendadak tubuhnya terlihat gemetar, hingga tubuhnya terlihat terhuyung tak kuat menahan berat badannya. “ Mbak Zahra,” ucapku kagetMas Zul dengan sigapnya mengangkat tubuh itu ke dalam pelukannya.“Sudah aku bilang, istirahat dulu di kamar.” Mas Zul membopong tubuh Mbak Zahra ke kamar sedangkan aku bergegas membersihkan serpihan kaca dengan sapu. ‘Apa yang terjadi dengan Mbak Zahra? Ia tampak tak sehat!’“Buat
Baca selengkapnya

sesion 2 bab 11

“Umi, kenapa Abi marah-marah? Bukankah sebelum kita berangkat Umi sudah berpesan kepada nenek untuk ijin ke luar memberi brownies!” “Abi enggak marah, Sayang! Abi Cuma salah paham.”“Abi itu marah, Umi. Abi sekarang sering marah-marah.”Aku membenamkan tubuh kecilnya ke dalam pelukan, memintanya untuk menunaikan empat rakaatnya dan kemudian tidur. Mas Zul dari tadi tak masuk ke kamar, sedangkan aku belum berani keluar, nyaliku masih ciut jika harus kembali melihat amarah suamiku. Apalagi malam ini adalah jadwalnya bersama Arini, tak mungkin juga aku meminta waktunya untuk bersamaku. Terdengar adzan subuh, aku lebih memilih berjamaah dengan Zafran di kamar. Entah kenapa hatiku masih sakit dengan suara sumbang Mas Zul yang diutarakan kepadaku. Aisyah? Ia mudah sekali memanggilku dengan nama saja tanpa ada kata dek di depannya. Seusai berjamaah, Zafran seperti biasanya mandi dan bersiap untuk sekolah sedangkan aku berkutat di dapur untuk menyiapkan sarapan pagi ini.“Tumben gak ikut
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status