“Jangan lupa minta tolong Bu Neni tetangga sebelah, minta ia untuk memanggilkan Pak Modin Syukur!” Aku masih tak percaya dengan kalimat yang baru saja ku dengar.“A-apa, Bu?”“Minta tolong Bu Neni. Nduk. Tolong panggilkan Pak Modin, untuk mengurus jenazah Zahra.”Ponselku seketika terjatuh. Aku mencubit diriku, berharap ini semua adalah mimpi. “Au sakit,” ucapku setelah mencubit lengan. “Astagfirullahalazim, rejeki, maut, kematian, memang tidak pernah ada yang tahu, semua rahasia Allah, innalillahi wa Inna ilaihi rojiun,” tangisku pecah, aku tak tahu harus berbuat apa, rasanya getir, bahkan melebihi rasa cemburuku seperti saat ia masih ada. Aku terbayang senyum indahnya. Senyum yang selalu tak pernah jauh-jauh dari raut wajahnya. Senyum yang terus melengkung indah dengan apapun takdir untuknya. Dari ia lah aku banyak belajar artinya keikhlasan. Sosok wanita surga yang selalu menjadi guruku. Belum juga aku meminta maaf atas semua salahku, kini engkau pergi begitu saja, Mbak. Aku m
Read more