Home / Romansa / MENIKAHI MANTAN SUAMI / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of MENIKAHI MANTAN SUAMI: Chapter 21 - Chapter 30

105 Chapters

BAB 21. Million Pictures of You (1)

Yang Sakha sukai setiap bangun dari tidur adalah melihat Tabitha masih bergelung nyenyak dibungkus oleh selimut yang menutupi tubuhnya dari kaki hingga sebatas leher. Yang itu artinya hari ini adalah akhir pekan. Sebab, setiap hari Senin hingga Jumat Tabitha selalu bangun lebih dulu sebelum Sakha. Akhir pekan adalah waktu bagi Tabitha untuk berleha-leha dan bangun siang. Terkadang, Sakha yang bertugas membersihkan rumah selama Tabitha masih tidur. Tetapi seringkali Sakha juga malah ikut tidur sampai siang dan mereka akan membersihkan rumah bersama-sama saat sudah siang. Tidak tahan hanya memandangi wajah damai Tabitha, Sakha memajukan wajah untuk mengecupi wajah istrinya itu. Tabitha menggeliat protes dengan mendorong wajah Sakha menjauh. Sakha terkekeh geli. Bukannya berhenti, Sakha malah semakin intens menciumi wajah Tabitha hingga wanita itu perlahan membuka mata dengan malas-malasan. “Good morning, Sayang,” bisik Sakha dengan tanpa dosanya. Sudah mengganggu orang yang sedang tid
Read more

BAB 22. Million Pictures of You (2)

“Sakha, kamu nggak cuci muka sama gosok gigi?" Suara Tabitha yang cukup keras mengembalikan fokus Sakha yang malah teringat kejadian lama yang benar-benar membuat dirinya trauma. Dengan menyeret kaki malas-malasan, Sakha menyusul ke kamar mandi dan melihat istrinya baru saja berkumur. “Kamu udah?” Tabitha mengangguk. Sementara Sakha mencuci muka, Tabitha mengambilkan sikat gigi milik Sakha setelah membasahinya dengan air yang mengalir dari wastafel lalu mengoleskan pasta gigi dan baru menyerahkannya kepada Sakha. “Thank you.” Tabitha tidak langsung keluar dari kamar mandi, tetapi menunggu Sakha menggosok gigi dengan cepat. “Kalau kamu gosok giginya nggak hati-hati nanti bisa berdarah. Bisa sariawan juga,” ucap Tabitha mengingatkan. Peringatan itu seperti sudah tersetting otomatis di kepala Tabitha, sehingga hampir setiap pagi Sakha akan mendengar Tabitha mengucapkan itu. “Done.” Sakha selesai menggosok gigi dan meletakkan sikat giginya kembali ke dalam cangkir, bergabung deng
Read more

BAB 23. Kesibukan

Setelah pertemuan dengan Ibu kala itu yang membuat Tabitha uring-uringan, Tabitha berusaha keras untuk tidak terlalu memikirkan kemungkinan-kemungkinan di masa depan yang hanya membuatnya semakin sedih. Untungnya, kesibukan demi kesibukan membuat Tabitha tidak punya waktu banyak untuk bersedih. Tabitha juga tidak punya cukup banyak waktu untuk sekadar nongkrong dengan teman-teman satu kosnya maupun dengan Albert yang belakangan telah kembali menjadi teman mengobrol Tabitha lewat chat. Sejak pertemuan dengan Albert dan Alex beberapa waktu lalu, yang kini tak terasa sudah lewat lebih dari dua bulan, Tabitha belum punya waktu lagi untuk bertemu mereka meski Albert sudah beberapa kali mengajaknya keluar. Bukan karena Tabitha mendadak takut bertemu mereka lagi setelah pertemuan dengan Ibu membuat Tabitha galau berkepanjangan. Kebetulan saja Tabitha memang sedang tidak punya banyak waktu untuk main. Ada proyek besar yang sedang dipegang kantornya dan Tabitha mendapat pekerjaan yang cukup b
Read more

BAB 24. Postcard

"Mbak Tabitha," panggil seseorang yang ternyata office boy kantor yang cukup akrab dengan Tabitha. Langkah Tabitha yang baru akan masuk ke dalam lift untuk turun makan siang pun terhenti. "Siang, Pak Bejo. Mau turun makan siang juga?" Laki-laki paruh baya yang dipanggil Pak Bejo itu menggeleng. "Saya baru ingat kemarin ada tukang pos yang nitip surat buat Mbak." Tabitha mengernyit. "Surat? Dari siapa?" Pak Bejo menggeleng. "Wah, kalau soal itu saya nggak baca, Mbak. Saya langsung simpan karena kemarin Mbak Tabitha nggak di kantor seharian waktu Pak Posnya kasih suratnya ke saya." "Saya kayaknya nggak lihat ada surat di meja waktu datang ke kantor pagi tadi." "Masih saya simpan, Mbak. Takut hilang kalau langsung saya taruh di meja Mbak Tabitha kemarin. Ini mau saya ambilkan dulu suratnya atau gimana, Mbak? Buru-buru turun atau nggak?" "Bukan surat buat kantor ya?" "Sepertinya bukan, Mbak. Kalau buat kantor kan biasanya ada cap perusahaan atau apa itu." Tabitha mengangguk-anggu
Read more

BAB 25. Yang Sempat Pergi

Selama beberapa minggu terakhir, sangat jarang sekali Tabitha bisa sampai di kos sebelum matahari sepenuhnya tenggelam. Waktunya habis di kantor untuk menyelesaikan pekerjaan yang sedang banyak-banyaknya. Hari ini, adalah kejadian langka. Tabitha sudah sampai kos sebelum jam lima sore.Setelah mandi dan memesan makan malam lewat layanan pesan antar, Tabitha membuka tas kerjanya dan mengeluarkan ponsel, laptop, serta postcard dari Sakha.Gara-gara memegang kembali postcard itu, Tabitha seketika lupa jika ia harus segera memeriksa email dari klien yang baru dikirim bertepatan dengan Tabitha masuk ke dalam lift untuk pulang sore tadi.Tabitha mendesah.Bingung dengan perasaannya terhadap Sakua yang timbul tenggelam. Ada rasa senang yang sempat muncul di dada saat menyadari bahwa Sakha masih melakukan rutinitasnya yang dulu. Sakha belum lupa. Setiap kali Sakha pergi ke luar negeri, laki-laki itu selalu mengirimkan postcard kepada Tabitha dari negara yang dikunjungi.Namun, dengan cepat ra
Read more

BAB 26. Menjauh Lagi?

Hidup Tabitha yang sudah mulai tenang dan tertata mendadak kembali berguncang sejak beberapa minggu lalu. Tabitha sudah berusaha melupakan postcard dan email yang dikirim Sakha, namun ternyata tidak mudah bagi Tabitha. Tabitha yang akhirnya menandai email Sakha sebagai spam itu tetap tak bisa mengenyahkan bayangan mantannya dari kepalanya. Ajakan Albert untuk bertemu juga Tabitha tolak terus meski pekerjaan sudah tidak begitu banyak menyita waktu. Tabitha takut, jika ia bertemu dengan Albert... atau Alex, Tabitha akan bertanya-tanya tentang Sakha. Bagaimana kabarnya? Sedang berada di belahan bumi mana laki-laki sekarang? Apakah laki-laki itu bercerita tentang postcard dan email itu kepada dua sahabatnya? Baru dipikirkan, orang yang bersangkutan menelepon. Tabitha menunggu sampai dering ketiga baru mengangkatnya. "Hai, Al!" Tabitha berseru dengan nada terlalu riang. "Gue abis ketemu klien di dekat kantor lo, nih. Makan siang bareng yuk!" Ini mungkin sudah yang ketiga puluh kalinya
Read more

BAB 27. Yang telah Kembali

Proyek yang dikerjakan Sakha dan timnya di beberapa negara selesai dalam kurun waktu lima bulan. Satu bulan lebih cepat dari batas waktu maksimal yang ditargetkan. Namun, Sakha tidak langsung kembali ke Indonesia. Negara yang terakhir dikunjungi adalah China. Meski jaraknya lebih dekat untuk ke Indonesia, Sakha memutuskan untuk ikut David kembali ke Washington DC sementara teman-teman satu timnya memilih untuk pulang ke negara masing-masing selama dua minggu. "Saya nggak biasa meninggalkan pekerjaan sebelum benar-benar selesai." Begitu alasan Sakha saat David bertanya kenapa ia tidak ikut pulang seperti teman-temannya yang lain. Setelah berkeliling di beberapa negara, pekerjaan tidak lantas selesai begitu saja. Mereka masih harus membuat laporan, mengedit hasil foto dan video sebelum nanti mendapat jatah untuk diunggah di sosial media, di chanel TV NatGeo, dan di website resmi. Sementara itu, film dokumenter pendek yang mereka buat hanya akan tayang di chanel TV NatGeo, dan juga saa
Read more

BAB 28. Pertemuan Mengejutkan

Setelah meninggalkan kantor, Sakha tidak langsung pulang ke rumah. Tiba-tiba saja ia ingin jalan-jalan sebentar. Meski Sakha meninggalkan Jakarta tidak terlalu lama, ternyata ia rindu juga bagaimana kebisingan kota yang biasanya membuat Sakha kesal. Menyusuri trotoar seorang diri, Sakha tidak bisa untuk tidak mengingat Tabitha, yang lagi-lagi gagal ia singkirkan dari kepala meski sudah ribuan kilometer jauhnya ia pergi selama berbulan-bulan kemarin. Parahnya lagi, jarak yang membentang itu malah semakin membuat Sakha terus-menerus memikirkan Tabitha dan kenangan yang mereka punya dulu saat masih menikah. Ah, postcard yang Sakha kirimkan itu pasti sudah diterima Tabitha. Sakha memang sempat merutuki kebodohannya yang dengan impulsif mengirimkan postcard dari beberapa negara yang Sakha kunjungi saat bekerja. Dulu, Sakha memang senang mengirimkan postcard setiap kali harus meninggalkan Tabitha sendirian di rumah.Itu sudah menjadi kebiasaan. Dan rupanya kebiasaan itu tidak lantas terlup
Read more

BAB 29. Khawatir

Seperti dejavu, Sakha ingat saat pertama kalinya ia berada dalam kondisi bingung dan kalang kabut saat Tabitha sakit. Sakha lupa tepatnya kapan, tetapi saat itu tengah malam ketika Tabitha merintih kesakitan dalam tidurnya, badannya panas dan berkeringat dingin. Dengan panik Sakha memeluk istrinya, lalu menggendongnya ke mobil dan membawanya ke rumah sakit. Setelah mendapat penanganan di IGD, rupanya Tabitha terkena usus buntu dan harus segera dioperasi. Tidak bisa dibayangkan bagaimana takutnya Sakha saat itu. Sakha sudah hampir menangis saat harus menghubungi Ibu dan juga mama mertuanya untuk mengabarkan keadaan Tabitha. Bahkan saat Tabitha sudah pulih dari operasi, Sakha masih tidak tenang. Banyak ketakutan yang mendera hingga laki-laki itu sendiri nyaris tumbang karena saking lelahnya dan terlalu banyak pikiran. "Hubungan Bapak dengan pasien?" tanya dokter pria yang baru saja mengecek kondisi Tabitha dan mengobati luka-luka yang tampak di mata. Pertanyaan itu membuat Sakha bung
Read more

BAB 30. Pergi Saja

Selama Sakha mengobrol di telepon tadi, Tabitha tidak bisa untuk pura-pura tidak mendengar bagaimana luwesnya laki-laki itu menyebut "Mama" seperti ia dan Sakha tidak pernah berpisah saja. Sama seperti Tabitha yang tidak bisa menanggalkan panggilan "Ibu" kepada mantan ibu mertuanya.Jika dipikir-pikir lagi, bukannya Tabitha tak bisa mengubah panggilan kembali menjadi "Tante" kepada mantan ibu mertuanya seperti sebelum ia menikah dengan Sakha, pasti Sakha pun juga demikian, hanya saja Tabitha tidak mencoba untuk mengubahnya. Sebab, meski hubungannya dengan Sakha sudah kandas, meski hubungan Tabitha dengan mantan ibu mertuanya sudah tak sama lagi, Tabitha masih ingin mempertahankan setidaknya satu hal baik yang pernah ia miliki dulu. Ya, menjadi menantu Ibu adalah hal baik yang seolah tidak ingin Tabitha tinggalkan.Tabitha mengernyitkan dahi saat merasakan sedikit pusing menyerang kepala. Efek dari jatuh tadi, juga karena keberadaan Sakha di dekatnya membuat kepala Tabitha berdenyut-de
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status