Home / Romansa / MENIKAHI MANTAN SUAMI / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of MENIKAHI MANTAN SUAMI: Chapter 41 - Chapter 50

105 Chapters

BAB 41. Tamu (Tak) Diundang

Berdasarkan penjelasan singkat Sakha kepada Tabitha, laki-laki itu sedang mempersiapkan sebuah pameran tunggal di Jakarta. Itulah sebabnya, Sakha lebih banyak berada di luar rumah setelah kembali dari luar negeri beberapa minggu lalu. Sakha juga jadi sering datang ke kantor pusat NatGeo untuk meeting dengan Pramudya yang secara pribadi mensponsori pameran Sakha. Namun, karena sekarang Sakha juga punya tugas 'mengawasi' Tabitha atas inisiatifnya sendiri, Sakha seenak udelnya mengubah jadwal meeting di kantor menjadi meeting online agar Sakha tidak perlu meninggalkan rumah."Kenapa bukan kantor kamu yang kasih sponsor? Kan kamu udah mengabdi di sana bertahun-tahun, tuh," tanya Tabitha saat mereka mengobrol di sela-sela sarapan pagi tadi."Ada sponsor dari kantor juga kok. Tapi bosku lagi pengen buang-buang duit katanya. Soalnya bosku juga yang bujukin aku buat gelar pameran ini," jelas Sakha.Menyambut pagi pertama mereka tinggal bersama—sebagai dua orang asing yang tak terikat hubungan
Read more

BAB 42. Cemburu

"Kalau kamu datang ke sini hanya untuk berkencan dengan ponselmu, sebaiknya kamu pulang saja. Keberadaan kamu di sini cuma mengganggu," sindir Pramudya secara terang-terangan."Sorry, Bos." Sakha tersenyum tak enak hati terhadap Pramudya lalu memasukkan ponselnya ke saku jaket setelah untuk terakhir kalinya mengecek balasan dari Tabitha yang masih tak kunjung didapatkannya."Saya jadi nggak yakin lagi sebenarnya yang mau menggelar pameran itu kamu atau saya," dengus Pramudya.Wajar saja Pramudya kesal. Pria itu sengaja menyempatkan waktu demi anak buahnya yang hari ini membuat janji temu dengan pemilik gedung yang merupakan teman lama Pramudya.Untung saja, Dru Kalfani, si pemilik gedung sedang keluar sebentar untuk menerima telepon. Sehingga Sakha tidak malu karena terpergok fokus pada hal lain yang tak ada hubungannya dengan urusan mereka siang itu."Apa ada hal yang jauh lebih menarik dibandingkan dengan kesempatan langka untuk bertemu Dru Kalfani yang mau berbaik hati menyempatkan
Read more

BAB 43. Another Fight

"Aku setuju kita tinggal bareng bukan buat hal kayak gini ya, Kha," kesal Tabitha seraya memelototi Sakha.Tabitha merasa sangat tak enak hati kepada Haga yang tak lama kemudian pamit pergi karena suasana di rumah Tabitha mendadak canggung setelah kedatangan Sakha. Jika saja Sakha bisa menjaga sikap, dan setidaknya mau beramah tamah sedikit saja kepada Haga, pasti Tabitha tidak akan sekesal ini. Masalahnya, Sakha bersikap sangat kekanak-kanakan di depan Haga, mengusir Haga secara halus dengan mengatakan bahwa Tabitha harus banyak istirahat dan tidak boleh diganggu. Seperti sedang mengusir anak tetangga yang bermain sejak pagi hingga mengganggu waktu tidur siang. Benar-benar tidak masuk akal."Hal kayak gini? Apa sih maksudmu, Bee?" Sakha pura-pura bodoh seraya memutar tubuh untuk mengambil air minum dingin di dalam kulkas."Kamu sengaja ngusir Haga karena kamu nggak suka lihat dia ada di sini. Aku benar, kan?""Aku nggak ngusir," elak Sakha. "Bagus lah kalau dia tahu diri untuk langsu
Read more

BAB 44. Harus Bagaimana ?

"Lo... APA?!"Suara Albert terdengar begitu keras hingga membuat Sakha dan Alex refleks menutupi telinga."Minggu lalu Tabitha kecelakaan di depan mata gue dan selama seminggu terakhir ini gue nemenin dia di rumah sakit sampai dipulangkan," jelas Sakha lagi. "Gue udah jelasin lebih dari sekali tapi lo dari tadi kayak orang budeg," sewot laki-laki itu yang wajahnya tampak sangat kuyu.Pengusiran Tabitha dari rumahnya beberapa jam yang lalu karena Sakha bertingkah 'kurang menyenangkan' di hadapan tamu Tabitha membuat laki-laki itu sekarang terdampar di apartemen Albert. Sebelum menuju apartemen Albert tadi, Sakha lebih dulu merecoki Alex yang masih berada di kantor firma hukumnya itu. Dengan setengah memaksa, Sakha berhasil membuat Alex menunda pekerjaannya sejenak hanya karena Sakha beralasan sedang berada dalam masalah darurat yang harus segera diselesaikan dan laki-laki itu membutuhkan kedua sahabatnya untuk berdiskusi."Gue denger, Kha. Gue cuma kaget. Kenapa lo baru cerita, sih, Ba
Read more

BAB 45. Yang Terakhir Kalinya

"Sebelum kamu pergi, kamu bisa beresin semua barang-barang kamu yang udah kamu bawa ke sini semalam. Aku nggak butuh apa-apa dan aku nggak akan menghubungi kamu lagi."Dua kalimat itu terus terngiang-ngiang di kepala Tabitha. Tabitha sudah sejak pukul sembilan tadi bergelung di balik selimut, tetapi matanya sama sekali tak bisa dipejamkan hingga kini waktu menunjukkan pukul setengah satu pagi.Sejak Sakha pergi beberapa jam yang lalu dan amarah Tabitha sudah mereda, Tabitha perlahan merasa bahwa perkataannya saat mengusir Sakha tadi keterlaluan. Padahal, ia bisa saja menanggapi dengan lebih santai, tetapi ia malah meledak-ledak. Seperti bukan dirinya yang biasanya.Karena rasa bersalah yang bercokol di dadanya, Tabitha sudah beberapa kali nyaris menghubungi Sakha dan menanyakan keberadaan laki-laki itu, tetapi selalu mengurungkan niatnya di detik-detik terakhir. Tabitha takut dengan respons Sakha yang mungkin sudah tidak bisa menoleransi setiap tindakan semena-mena Tabitha.'Bukankah
Read more

BAB 46. Sebenarnya, Maumu Apa?

"Bee, kamu kok malah bikin kopi bukannya tidur lagi? Ini jam dua pagi lho! Kamu mau ngapain?" tanya Sakah bertubi-tubi saat laki-laki itu muncul sekitar dua puluh menit kemudian. Suara itu kontan saja menyentak lamunan Tabitha yang tengah menyeduh kopi. Wanita itu mendongak untuk mendapati Sakha berdiri di depannya, terpisahkan oleh meja makan. Sakha mencangklong travel bag yang baru kemarin dibawanya ke rumah itu. "Kamu mau kopi juga?" Tabitha berusaha mengenyahkan rasa takut kehilangan yang tiba-tiba mencekiknya. Sakha mengernyitkan kening. Tampak bingung dengan sikap santai Tabitha. "Mau atau enggak?" tanya Tabitha lagi yang sudah akan langsung beranjak mengambil satu cangkir bersih. Sakha pun menggeleng. "Aku ke sini bukan untuk ngopi sama kamu." Tabitha membelalak. Terlalu kaget dengan jawaban yang dilontarkan laki-laki itu. Sakha sontak menyadari respons-nya agak ketus dan ia segera meralat, "Maksudku, aku sengaja datang jam segini biar nggak bikin kamu repot." Tabitha ti
Read more

BAB 47. Jangan Tinggalkan Aku

Sakha berbalik. Tak mampu menatap wajah Tabitha yang tampak kesakitan karena ucapannya. Tapi mengapa? Mengapa Tabitha harus menunjukkan ekspresi menyedihkan itu, yang membuat Sakha merasa bersalah? Sungguh tak adil. Tabitha berkali-kali membuat Sakha tampak seperti tokoh antagonis yang merusak hidup wanita itu. Padahal, jika Tabitha mau sebentar saja melihat dari posisi Sakha, maka yang terjsdi pun sebaliknya. Sakha juga menjadi korban dari sikap Tabitha yang berubah-ubah. Jika dibuat perbandingan, mungkin saja Sakha-lah yang paling banyak menerima rasa sakit. Namun, ini semua bukan tentang siapa yang paling tersakiti yang boleh bertindal sesukanya. Jika dunia berputar dengan hal-hal itu sebagai pondasinya, mungkin sejak dulu tidak akan pernah ada namnya kedamaian. Sebab, setiap korban yang merasa paling tersakiti akan selalu bertindak semena-mena. "Sakha, tunggu sebentar," tahan Tabitha lagi saat Sakha sudah benar-benar membuka pintu. Angin malam berembus masuk, membuat Tabitha m
Read more

BAB 48. Harus Menikah?

"Semalam, kita nggak pakai kondom," kata Sakha begitu blak-blakan setelah ia dan Tabitha selesai sarapan. "Aku... lagi nggak di masa subur. Tenang aja," balas Tabitha yang sesungguhnya tetap juga khawatir. Saat masih menikah, selama empat tahun itu, mereka berusaha menghadirkan satu janin untuk bisa tumbuh di rahim Tabitha, tetapi tak kunjung berhasil. Tabitha bahkan sudah nyaris putus asa dan memanfaatkan keadaan itu untuk menggugat cerai Sakha, walau masalah sesungguhnya bukan hal itu. Namun, bukan hal yang mustahil jika kali ini mereka mendapatkan jackpot hanya setelah mereka melakukannya sebanyak dua kali malam tadi, kan? "Kita bercinta dalam keadaan tanpa ikatan, Bee. Kamu yakin tetap bisa tenang?" tembak Sakha yang kini sudah berpindah posisi. Piring-piring kotor sudah Sakha tumpuk dan bawa ke kitchen sink untuk ia cuci. Sementara Tabitha tetap duduk di tempatnya karena Sakha tidak mengizinkannya untuk bergerak setelah pagi tadi saat bangun tidur Tabitha mengeluh kakinya be
Read more

BAB 49. Memulai dengan Benar

Pembicaraan serius tentang nasib hubungannya dengan Sakha tadi terputus begitu saja sebelum mencapai kesepakatan karena ponsel Sakha berdering nyaring, menampilkan nama Pramudya. Sakha langsung beranjak pergi dari dapur untuk mengangkat telepon dari atasannya di kantor itu dan tidak kelihatan berkeliaran di lantai satu rumah itu hingga dua puluh menit kemudian. Saat Sakha akhirnya muncul, pakaiannya sudah berganti menjadi lebih rapi. Laki-laki itu mencangklong dua tas berbeda yang Tabitha tahu isinya laptop dan kamera. "Kamu mau ke mana?" "Meeting sama orang kantor. Hari ini mau pilih-pilih foto yang mau dipamerkan nanti." "Di kantor?" Sakha mengernyit. "Iya. Memangnya di mana lagi?" "Kemarin kamu meeting dari rumah." Sakha tertawa kecil saat bisa menebak kalau Tabitha tidak ingin ditinggal sendirian di rumah. "Kamu butuh space buat mikir soal apa yang kita bicarakan tadi. Harus udah punya jawaban sampai aku pulang sore nanti—" "Kamu meeting dari pagi sampai sore? Kok lama?"
Read more

BAB 50. Pengertian

Setelah mengirimkan hasil pekerjaan yang ditugaskan oleh atasannya melalui email, Tabitha bingung mau melakukan apa lagi agar tidak bosan. Ia sudah mengulang-ulang rutinitas yang sama selama tiga hari terakhir ini hingga kebosanan menghantuinya. Jika Tabitha masih terus terjebak pada kegiatan yang sama sampai cutinya habis dua hari lagi, Tabitha pasti sudah akan gila.'Kamu masih harus banyak istirahat, Bee. Nggak boleh banyak kegiatan berat yang hanya akan semakin memperlambat proses pemulihan kamu. Sabar sedikit bisa kan? Cuma tinggal beberapa hari lagi kamu udah bisa kerja di kantor lagi kayak biasanya,' kata Sakha saat Tabitha merengek kepada laki-laki itu agar dibolehkan pergi keluar pagi tadi.Tabitha menatap ponselnya yang sepi. Pesannya untuk Sakha yang terkirim dua jam yang lalu masih belum terbaca. Sepertinya, meeting yang Sakha hadiri berlangsung lebih lama dari perkiraan laki-laki itu yang katanya akan pulang sebelum jam empat sore. Sementara sekarang sudah pukula setengah
Read more
PREV
1
...
34567
...
11
DMCA.com Protection Status