All Chapters of Teka-Teki yang Disembunyikan Istriku: Chapter 11 - Chapter 20

44 Chapters

Bab 11

"Ada apa, Bu?" tanya Lira juga. Meskipun sudah disakiti, ia tetap menghormati ibuku."Barusan tetangga di kampung telepon, katanya kemarin ada yang lihat-lihat rumah peninggalan Bapak, dan bilang rumah Ibu mau dijual Marni," terang ibu membuat Mas Gani sontak bertepuk tangan."Sekarang sudah jelas, kan? Bulek Marni itu yang menjadi biang kerok," cetus Mas Gani.Ibu menggelengkan kepalanya seraya tidak percaya."Ibu nggak percaya, ini pasti fitnah, ada yang tidak suka dengan Ibu dan Marni yang selalu akur dan saling percaya," jawab ibu."Bu, Lira juga tidak pernah kirim pesan ke Ibu, percayalah, yang kirim pesan pasti Sekar, uang yang dibilang Sekar diberikan secara tunai pun tak pernah aku terima, aku berani sumpah, Bu," lirih Lira kembali membicarakan tentang uang kiriman saat bapak terpeleset."Sudahlah, Lira, kan Ibu ke sini mau minta maaf, jangan bahas soal uang itu lagi ya, semua kita anggap selesai," pinta ibuku.Meskipun masih janggal di dada, tapi aku pun sudah enggan membahas
Read more

Bab 12

"Bu, aku punya firasat nggak enak, tolong hubungi Bulek ya," suruhku.Ibu terdiam sejenak. Lalu melihat ke arah layar ponselnya."Ibu telepon, kalau diangkat itu artinya Bulek nggak ada niat jahat ya," usul ibu.Aku hanya mengangguk. Sebab, kalau langsung menuduh juga terkesan prasangka buruk pada adiknya ibu.Kemudian, ibu menghubungi Bulek Marni, dan masih diangkat olehnya. Ibuku hanya berpesan untuk menghubunginya kalau sudah tiba di kampung, sebagai alasan kenapa baru saja ditinggalkan sudah menelepon.Setelah ibu mematikan ponselnya. Ia berdecak kesal padaku dan Lira. "Heran sama kalian, kenapa curigaan terus sih?" Ibu merengut sambil masuk ke dalam kamarnya.Kemudian Lira memandangku dengan senyuman. "Prasangka buruk itu memang hasutan setan, Mas, kalau belum ada bukti, lebih baik diam," ucap Lira seraya menasihati.Ia menuntunku ke kamar, khawatir Andara sudah bangun dari tidurnya. Namun, anak kami masih tertidur pulas di atas ranjang.***Matahari sudah terbenam. Seperti biasa
Read more

Bab 13

Kemudian, suara ibu sudah tidak lagi terdengar setelah ada yang mengetuk pintu kamarnya. Kemungkinan Lira yang mengetuknya.Aku menutup laptop. Itu artinya istriku masih terancam jika satu atap dengan ibu. "Astaga, kenapa Ibu jadi seperti ini?" Aku menutup seluruh wajah dengan kedua telapak tangan.Kemudian, aku berusaha tenang. Lalu kembali membuka laptop untuk mengecek cctv. Ibu dan Lira tampak bersenda gurau di dapur, mereka masak bersama, aku cari di mana lokasi Andara tidur, ia tertidur di ranjang kamar dengan dihalangi bantal.Aku menutup laptop kembali, kemudian bersiap-siap untuk meeting ke luar kantor. Itu artinya cemas akan selalu hadir. 'Sebaiknya aku telepon Mas Gani aja untuk bantu memantau isi rumah, kegiatan Lira dan ibuku saat tidak ada orang,' batinku memiliki ide.Aku ambil ponsel lalu menghubungi Mas Gani."Halo, Mas, sibuk nggak?" "Nggak, ada apa?" Mas Gani masih terdengar ketus saat menjawab panggilan masuk dariku.Aku menghela napas sambil berpikir bagaimana ca
Read more

Bab 14

[Hari ini aman.] Sontak mulut ini mengucapkan kalimat syukur. Aku menurunkan bahu ini seraya tenang. Pesannya hanya memberikan informasi. Bisa-bisanya aku jadi semakin parno sendiri. Padahal istriku di rumah bersama ibu kandungku. Hal yang pernah kuduga sebelum menikah akhirnya terjadi, perseteruan antara istri dan ibuku. ***Sepulangnya dari kantor, aku bertanya pada Lira juga, dan membuka cctv kembali dari pagi hingga sore hari. Tidak ada yang mencurigakan untuk hari pertama, hanya obrolan sensitif yang kudengar ibu bicara dengan Bulek Marni."Aku seneng, Mas, Ibu berubah, semoga seperti ini terus," ucap Lira dengan lekukan senyum di bibirnya.Andara yang berdiri di pangkuan Lira pun jingkrak-jingkrak seraya sangat bahagia."Aku ikut seneng, tapi Ibu masih bahas soal uang nggak? Atau nyuruh kamu bekerja gitu?" tanyaku padanya."Nggak sih, Mas. Kalau iya, pasti aku akan laporan padamu, Mas, kejadian kemarin membuatku tersadar bahwa kita tidak boleh saling merahasiakan," timpal Lira
Read more

Bab 15

"Kita ketemuan aja, sore ini pulang kerja aku ke rumah, biar kutanyakan langsung pada ibumu maunya sebenarnya apa," ucap Mas Gani. Kemudian, ia putus sambungan teleponnya padahal aku belum sempat menyetujui.Aku meletakkan ponsel di atas meja kerja. Beruntung hari ini tidak ada kerjaan yang menumpuk, aku sudah tidak bisa konsentrasi lagi. Yang bersemayam di kepala hanya Lira dan ibu.Kemudian, aku bersandar sejenak, berpikir jernih dengan tindakan yang harus aku lakukan."Aku memang harus tegas pada Ibu, jangan sampai keluarga Lira jadi meragukan cintaku pada anaknya," ucapku bicara sendirian.Rasanya ini hal terberat untuk seorang laki-laki. Diantaranya karena pilihan yang sulit ini. "Pertama, aku harus benar-benar berikan Bulek peringatan, supaya tidak menghasut ibuku lagi, ya sebaiknya aku hubungi Bulek sekarang," gumamku bicara sendirian.Tangan ini dengan cepat meraih ponsel yang sudah terkunci layarnya. Kemudian mencari kontak Bulek Marni. Hanya menunggu beberapa kali panggilan
Read more

Bab 16

Aku menghela napas, kemudian mengucapkan terima kasih pada Pak Susanto yang telah memberikan informasi ini. Setelah itu aku putuskan sambungan teleponnya.Wajah murung terpancar dari wajahku. Lira menatapku penuh, ia pasti tahu apa yang tengah kurasakan. Dia amat peka padaku, namun justru sebaliknya, aku terlalu bodoh untuk membaca isi hatinya."Ada apa, Sayang?" Lira memiringkan kepalanya sambil fokus menatapku."Rumah Ibu sudah ada yang nempatin," jawabku sambil perlahan mengalihkan pandangan ke arah ibu.Saat itu wajah ibu menatapku aneh. Ia menautkan kedua alisnya. "Ngomong apa sih kamu, Dit? Kan memang kalau sore gini Marni bersih-bersih rumah," timpalnya masih saja membela adiknya.Sepertinya percuma kalau aku ngomong di sini dan menjelaskan panjang lebar pada ibu. Ia takkan pernah percaya padaku, ibu lebih percaya pada adiknya."Kita pulang kampung sekarang yuk, Bu," ajakku membuat ibu tersenyum semringah."Alhamdulillah, akhirnya kamu ngajak mudik mendadak," cetus ibu disertai
Read more

Bab 17

Pak Susanto menoleh ke arah sang istri yang baru saja datang. "Bu, ajak Bu Sani istirahat dulu, nanti pagi baru ngobrol lagi," seru Pak Susanto.Aku pun memejamkan mata sekadar mengistirahatkan sejenak. Pak Susanto pun tahu betapa lelahnya kamu berdua perjalanan dari Jakarta ke Semarang, meskipun dengan pesawat, tapi dari bandara ke kampung kami itu memakan waktu sekitar tiga jam.***Pagi telah mengeluarkan sinarnya, suasana kampung yang belum terkontaminasi dengan asap pabrik membuatku merasa sejuk saat bangun tidur.Kulihat ibu pun sudah bangun, ia mengikat rambutnya lalu menghampiri aku."Dit, ayo kita pulang, suruh orang yang parkir sembarangan itu pergi," ucap ibu membuatku iba."Kita ke rumah Bulek Marni sekarang yuk, Bu." Aku mengalihkan pembicaraan."Oh iya, kunci rumah ada pada Marni," jawab ibu membuat sang tuan rumah, Pak Susanto menoleh dengan mata berkaca-kaca. Namun, aku sudah meminta padanya untuk diam dan tidak mengatakan apa pun pada ibu. Sebab, aku ingin ibuku ini d
Read more

Bab 18

Tiba-tiba Sekar keluar dari kamarnya. Ia terkejut ada kami yang tengah duduk di tengah-tengah ibunya. Dengan langkah pelan Sekar pun ikut bergabung dengan kami. "Kalian di sini?" Sekar bertanya sambil mengelus perutnya yang mulai membesar."Ya, kami ke sini mau minta uang rumah yang telah dijual Bulek Marni," timpalku membuat Sekar tersenyum tipis."Bu, apa ini maksudnya Bude Sani sudah tahu semuanya?" Sekar pun bertanya tapi sayangnya ternyata ia tahu kebusukan ibunya."Ya, Bude kamu sudah tahu semuanya, biar dia tahu semua, supaya sadar bahwa selama ini telah menyakitiku," terang Bulek Marni.'Apa katanya tadi? Ibu menyakiti dia? Astaghfirullah, padahal ibuku mati-matian membelanya, bahkan istriku jadi korban karena hasutan Bulek,' batinku menggerutu.Langkah kakiku maju sedikit menuju Bulek Marni. Lalu menaikan sedikit lengan kemeja yang masih kukenakan."Bulek, bisakah akui kesalahan sendiri? Jangan menyalahkan orang lain atas apa yang telah Bulek lakukan, jangan-jangan Om Arsad
Read more

Bab 19

"Aku akan laporkan perbuatan Bulek ke polisi, ini namanya penipuan," ancamku padanya."Penipuan gimana? Ibumu tanda tangan dalam kondisi sadar, Mbak punya rekaman videonya yang direkam oleh Sekar," tutur Bulek Marni. Ia begitu licik, sehingga semua sudah diperhitungkan dengan matang, baik resiko maupun keuntungan.Kalau seperti ini memang bukan penipuan, ibuku juga salah karena terlalu percaya pada adiknya. Kini kepercayaan itu dihancurkan dan ibu mendengar pengakuan dari orangnya sendiri.Ada hikmah dibalik ini semua, sebuah kejujuran akan tetap menang meskipun terlambat. Aku tenang sekarang, karena ibu sudah mengetahui semua siapa Bulek Marni, dan dengan begitu, Lira pun akan terselamatkan dari tuduhan lagi. Rumah tanggaku akan kembali seperti dulu."Sekarang lebih baik kalian pergi dari sini, ya. Ini rumah saya, tolong jangan lama-lama berada di sini!" suruh Bulek Marni sambil membentangkan tangannya keluar rumah.Ibu menghela napas panjang. Lalu menatap adiknya nanar, setelah itu
Read more

Bab 20

Kemudian, Bulek Marni masuk ke dalam. Sedangkan ibu tetap diam di tempat. Ia menatap nanar rumah adiknya."Marni kenapa tega memanfaatkan janda seperti ibu ya, Dit?" Ibu bertanya pelan sambil memandang kosong ke arah rumah Bulek."Bu, nggak usah dipikirin, yang terpenting sekarang kita pulang terus minta maaf pada Lira dan keluarganya, jangan lihat kesalahan orang, kita introspeksi apa yang kita lakukan pada orang lain aja," ucapku sambil menepuk bahunya pelan."Ibu masih nggak nyangka, adik kandung sendiri menikam, semua harta peninggalan bapakmu digerogoti olehnya. Soleh mondok kan ibu yang bayarin hasil jual sawah," ucap ibu mengungkit semua yang telah terjadi. "Ini salah Ibu juga, terlalu percaya, meskipun adik sendiri, nggak usah seperti itu, Bu. Apalagi mengorbankan kebahagiaan sendiri," pesanku karena merasa kasihan pada ibu."Ibu sayang pada Marni. Mbahmu berpesan untuk akur dengan adik satu-satunya, Ibu hanya melakukan pesan terakhir dari orang tua," ungkap ibu. Namun, nasi
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status