Aku menghela napas lebih panjang, kemudian coba bicara dengan Mas Gani, berharap kakak iparku tenang dan tidak emosi dalam menyelesaikan masalah ini. "Mas, aku benar-benar nggak tahu dengan pekerjaan yang barusan Mas Gani sebut," ucapku saat masih tersambung dalam panggilan masuk. "Aku laki-laki, adikku yang paling kusayang, ibaratnya dia nikah muda aja aku izinkan karena berharap bahagia bersama kamu, Dit, tapi kenyataannya malah pahit. Kalau kamu nggak bisa bahagiain Lira, balikin baik-baik!" ketus Mas Gani. Aku takut kalau keluarganya sudah berkata seperti itu. Bukan takut menghadapinya, tapi takut kehilangan anak dan istriku. "Mas, kasih aku waktu untuk menyelesaikan ini semua, aku janji mulai besok Lira tidak akan bekerja lagi, aku pastikan itu, Mas," lirihku memohon. "Nggak yakin aku, Dit," jawabnya. Kemudian, sambungan telepon dimatikan begitu saja."Mas, halo, Mas," sapaku berharap tidak ditutup begitu saja. Namun, yang namanya saudara, pasti ikut sakit mendengar bahwa sa
Baca selengkapnya