Semua Bab Teka-Teki yang Disembunyikan Istriku: Bab 21 - Bab 30

44 Bab

Bab 21

Aku langkahkan kaki ini ke arah Bulek Marni yang tengah berdiri cemas, kemudian aku menepuk pundaknya. Betapa terkejutnya ia dengan kehadiranku."Dit, ka-ka kamu ada di sini?" tanya Bulek Marni yang wajahnya terlihat pucat."Bulek, maksudnya apa barusan? Apa benar kalau Bulek penyebab kematian Bapak?" Aku langsung bertindak, sebab dia sendiri yang telah menghasut ibuku dan bilang bahwa Lira penyebab kematian bapak.Mata Bulek Marni kembali membulat, sorotannya penuh menatapku."Nggak gitu, Dit, Bulek nggak sengaja melakukan itu," terang Bulek. "Dit, jangan salah paham ya, Bulek nggak berani jadi pembunuh," tambahnya.Seberapa besar Lira sakit hati dituduh, itulah yang saat ini Bulek Marni rasakan."Sudah lah Bulek jangan membela diri Aku dengar sendiri, tadi Bulek mengatakan bahwa Tri mengetahui semuanya," cecarku."Iya, memang Tri tahu semuanya, tapi dia juga ngasal nuduh Bulek, Dit, percayalah, itu semua tidak sengaja," lirihnya."Tidak sengaja Bulek bilang? Nyawa bapak melayang tap
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-09-19
Baca selengkapnya

Bab 22

Aku masuk ke rumah dengan helaan napas panjang. Disertai ucapan bismillah, semoga Lira dan Andara ada di rumah."Lira! Assalamualaikum!" Aku berteriak menyapa dan mengungkapkan salam."Kosong ya, Dit?" Ibu mulai berasa rumah ini sepi.Aku masih berharap anak dan istriku tengah terlelap tidur. Langkah ini setengah berlari menuju kamar. Ibu pun mengekor di belakangku sambil terus memanggil nama menantunya.Kubuka pintu kamar ternyata kosong, nggak ada orang. Ibu yang berharap bertemu dengan Lira dan meminta maaf, kini duduk meluapkan kekecewaan.Di kasur tempat aku bercanda dan bersenda gurau dengan Lira, ibu meraih selembar baju yang masih tergeletak di atas ranjang."Lira, ini baju yang kamu kenakan sebelum Ibu dan Adit pamit ke Semarang," ucap ibuku berderai air mata. Aku yang menyaksikan ikut terharu, ternyata kali ini ibu benar-benar merasa bersalah dan ingin minta maaf pada Lira."Bu, coba hubungi Lira lagi, kali aja ia sudah aktif," suruhku sambil menyapu air matanya.Dengan cep
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-09-19
Baca selengkapnya

Bab 23

"Sudahlah, kamu ikut aja, ruangan ini penuh dengan cctv, Mas Gani nggak mau Adit tahu," timpal Mas Gani membuat lututku lemas seketika. Bahu ini kuturunkan sedikit seraya kecewa tidak ada titik terang di mana keberadaan istriku saat ini.Aku tutup laptop karena ini semua percuma, Mas Gani tahu ruangan ini penuh dengan cctv, jadi tidak akan mungkin memberikan petunjuknya."Yah, nggak ada petunjuk ya, Dit? Kita langsung ke Karawang aja sekarang yuk!" ajak ibu.Aku menyorotnya penuh. Mungkin ia sangat merasa bersalah atas kepergian Lira. "Besok pagi aja, Bu," jawabku lemas.Ibu menatapku sendu, "Dit, boleh ibu tahu Lira menulis apa di catatan?" tanya ibu."Sebentar, Bu, aku ambil catatan milik Lira," jawabku. Ibu pun menunggu aku mengambil catatan itu. Setelah sudah di tangan, aku langsung menunjukkan padanya.Buku itu mulai dibuka perlembar, buku catatan yang sering dicoret oleh Lira. Selama menikah, aku pun baru mengetahui kebiasaan Lira yang sering mencatat apa yang penting dalam hi
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-09-19
Baca selengkapnya

Bab 24

Aku mulai membaca satu demi satu. Begitu banyaknya catatan yang ditulis istriku saat kecil dulu. Tulisannya masih berantakan dan penuh coretan skema wajah yang dibuat sesuai mood saat ia menuliskan kisahnya dalam buku catatannya.Ada suka dan duka, banyak suka citanya, aku yang membacanya pun turut tersenyum. Namun, di tengah-tengah catatan, ada sebuah surat keterangan dokter yang terlihat sudah sangat lama sekali."Tumor?" Aku bertanya pada eyang. Ibu pun menoleh ketika aku menyebutkan nama penyakit yang tidak asing lagi."Ya, tapi itu sudah dioperasi sepuluh tahun silam," terang eyang. Kamu berdua bernapas lega sambil memegang dada. Pantas saja di bagian dadanya ada sebuah garis bekas jahitan, tapi tiap kali ditanya olehku, hanyalah jahitan saat ia kecelakaan sepeda. Aku sangat menyayangi istriku, jadi segala ucapannya selalu kupercaya."Baca di belakangnya lagi, Adit," suruh eyang.Aku membuka lembaran berikutnya sesuai perintah eyang, dan betapa kagetnya saat membaca lembaran ber
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-09-19
Baca selengkapnya

Bab 25

Kemudian, suster datang menghampiriku. Ia dan petugas lainnya mendorong kereta dan membawaku ke suatu tempat, yaitu ruang operasi."Saya mau dioperasi, Sus?" tanyaku padanya."Iya, Pak. Barusan saudara Pak Adit sudah menandatangani persetujuan untuk dilakukan operasi, kaki Bapak itu patah, harus segera ditangani," terang suster."Saudara? Siapa, Sus?""Nggak tahu, polisi yang menghubungi saudara Bapak. Sekarang Pak Adit tenang, tidak perlu memikirkan apa-apa," suruh suster."Lantas bagaimana kondisi Ibu saya, Sus?" tanyaku padanya.Suster terdiam, lalu ia memanggil rekannya untuk menggantikan bajuku dengan pakaian operasi. Pertanyaanku tidak dijawab olehnya. 'Tenang, Adit, ada Allah yang melindungi Ibu,' batinku menenangkan diri. Musibah ini terjadi begitu cepat, sudah takdir yang membuat aku mengalami kecelakaan, padahal sudah hampir menemukan Lira, istriku. Bagaimana kabarnya? Apa Lira baik-baik saja? Andara, apakah putriku dalam kondisi sehat? Terakhir kami menuju rumah sakit yang
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-09-19
Baca selengkapnya

Bab 26

Aku berdecak kesal. Mas Gani pun mengamati tingkah dan jawaban yang aku lontarkan. Tega dan tidak tega aku harus bertindak tegas pada Bulek, supaya ia lebih paham akan arti saudara yang sesungguhnya. Selama ini ia memanfaatkan kata-kata saudara kandung pada ibuku."Bulek, saat ini aku terkapar di rumah sakit, Ibu koma, Lira pun kondisinya melemah. Jadi maaf, aku tidak bisa bantu, di sini banyak urusan yang lebih penting, lagian semua berantakan juga akibat perbuatan Bulek Marni dan Sekar," tegasku padanya. Sebenarnya hati ini tidak ingin mengatakan bahkan menyalahkan orang lain atas musibah yang kami alami, tapi aku sudah sangat kesal padanya."Kamu kenapa, Dit? Mbak Sani juga kenapa bisa koma? Lira, apakah ia baik-baik saja?" Pertanyaan yang ia lontarkan bertubi-tubi."Aku kecelakaan dan kini Ibu koma, kalau Lira, ternyata ia punya pernah didiagnosis kanker oleh dokter," terangku. Semoga dengan penjelasan ini Bulek Marni mengerti."Syukurlah." Ucapan Bulek mengejutkanku."Kok syukurl
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-09-19
Baca selengkapnya

Bab 27

"Ini benar-benar Lira?" Lagi-lagi aku tidak percaya dengan apa yang kulihat saat ini. Mata yang membuka lebar kini menyoroti Mas Gani. "Ini sungguh-sungguh, Mas? Di depan mataku ada Lira?" tanyaku meyakinkan diri sendiri. Raut wajah Mas Gani berubah senyum semringah, lalu mengangguk. Sedangkan wanita cantik yang berada di seberang pintu tersenyum sambil perlahan menghampiriku. Langkah kakinya aku hapal betul, dia melangkah ke arahku hingga akhirnya persis berada di depan mata ini. Tangannya meraih tanganku lalu dikecupnya. Kemudian, Lira menurunkan lutut supaya sejajar denganku yang duduk di kursi roda. "Assalamualaikum, Mas, kamu bagaimana kabarnya?" tanya Lira membuatku hampir tak percaya. Mas Gani mengantarkan istriku ke sini? Itu artinya beliau tak lagi memisahkan aku dengan Lira. "Waalaikumsalam, kamu baik-baik aja, Sayang, maafkan aku ya saat istri sakit malah nggak ada di sampingnya," ucapku padanya. Ia terus menciumi telapak tangan ini tanpa henti. Dagunya agak mendongak
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-09-19
Baca selengkapnya

Bab 28

Dengan cepat dokter dan suster masuk ke dalam ruangan ICU. Sedangkan aku dan Lira keluar ruangan untuk menunggu dokternya melakukan pemeriksaan. "Semoga ini pertanda baik," ucapku pada Lira dan Mas Gani. Mereka mengaminkan ucapanku. Kemudian Lira berdiri di belakang sambil memijat bahuku pelan. "Aku bahagia kalau kamu bahagia, Mas. Wanita yang tersisa satu-satunya dalam keluarga pasti sangat diharapkan kesembuhannya," ungkap Lira. "Ya, aku punya tiga wanita hebat, Ibu, kamu, dan Andara, ketiganya adalah belahan hatiku," timpalku sambil mendongak ke belakang. "Kita doakan semua kembali seperti dulu, kumpul bersama-sama lagi," ungkap Lira. Mas Gani menyoroti jam yang melingkar di tangannya. Tampaknya sudah setengah jam lebih dan Lira harus kembali ke ruangannya. "Kamu harus kembali ke ruangan, Lira, aku lihat Mas Gani sudah kelihatan gusar," suruhku. "Iya, khawatir suster memanggil lewat pengeras suara," jawab Mas Gani. Ia sudah terlalu baik, merawat dan mendampingi istriku deng
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-09-19
Baca selengkapnya

Bab 29

Dia mulai melangkah ke arah kami, semakin dekat wanita itu mengayunkan kakinya. "Aku Anggi, kalau kamu tidak hapal namaku itu hal wajar, karena kita baru sekali bertemu, dua tahun silam, saat itu aku tak sengaja meninggalkan tas yang berisikan dokumen penting di atas meja. Kamu mengejarku hingga parkiran. Apa kamu ingat, Aditya?" tanyanya yang ternyata pernah aku tolong. Aku memutar memori kala itu, hanya saja memang aku selalu diajarkan untuk melupakan setiap kebaikan yang kita lakukan. "Maaf ya kalau aku lupa, oh jadi hanya menolong berteriak dan mengejar kamu tapi dibalas dengan membayar semua biaya rumah sakit, rasanya itu malah membuatku jadi utang budi," jelasku padanya. "Berkas itu bernilai milyaran rupiah, kalau kamu tidak mengembalikannya kemungkinan aku sudah jadi gembel. Sudah dua tahun aku mencari kamu, akhirnya Tuhan pertemukan kita dalam kecelakaan kemarin, tak sengaja aku ada di belakang saat mobilmu terjadi kecelakaan, aku ingat-ingat dan meminta orangku untuk seli
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-09-19
Baca selengkapnya

Bab 30

"Syukurlah, jadi kita bisa pantau dari sini," ucapku pada Lira. "Kok pinter sih ngerti tentang penyadap segala?" Aku sengaja mengejeknya. "Mas Gani yang selalu bawakan aku benda kecil ini, jika suatu saat bertemu orang yang pernah memfitnah aku, jadi sekarang disuruh lebih hati-hati, Mas," timpal Lira. Kemudian, aku menarik pergelangan tangan Lira ke pojokan. Meminta dia membuka ponselnya supaya bisa memantau segala ucapan Bulek di ruangan ICU. Lira membukanya dan mulai mengajak aku mendengarkan suara Bulek Marni yang sudah terdengar. Aku duduk di kursi roda sedangkan Lira duduk di kursi tunggu yang berada di pojok. "Mbak, kamu apa kabar?" Bulek mulai bersuara. Aku dan Lira menyimak hingga teliti di setiap kata-katanya. "Mbak, aku sedih kamu sakit, tapi ada rasa senang juga karena kita sama-sama terpuruk."Setelah itu terdengar sangat keras Bulek Marni menghela napas kasar. "Tahu nggak, Mbak. Aku nggak punya rumah, begitu juga suami. Sekarang kami tinggal di rumah mertuanya Sek
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-09-19
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status