Semua Bab Ketika Suami Tak Lagi Peduli: Bab 21 - Bab 30

123 Bab

Terpaksa Menitipkan Zidan

Aku duduk di dapur seraya meneguk segelas air dingin. Aku tidak akan meminta bantuan dari Mas Yoga karena itu sia-sia saja. Kali ini aku hanya bisa mengandalkan diri sendiri untuk mencari solusi atas permasalahanku.Dalam kegundahanku, tiba-tiba aku teringat Bu Siti. Ya dia adalah tetangga yang paling akrab denganku. Dia dan anaknya, Arif, sudah seringkali menolongku selama ini. Dengan kepribadiannya yang ramah dan baik hati, aku rasa Bu Siti adalah orang yang paling tepat untuk menjaga Zidan.Wajahku yang semula muram berubah ceria kembali. Aku pun lantas melangkah pergi, melewati Mas Yoga yang tengah berbicara dengan seseorang melalui ponselnya."Mas, aku ke rumah Bu Siti," pamitku seraya mengangkat Zidan dari sofa.Mas Yoga hanya mengangguk dan melanjutkan percakapannya di telpon. Entah dia mendengarkan perkataanku atau tidak.Aku pun pergi menemui Bu Siti di rumahnya. Kebetulan sekali ia sedang menyapu di halaman rumah sehingga langsung mengetahui kedatanganku."Arista, Zidan, ayo
Baca selengkapnya

Pertemuan Tak Terduga

Arif sangat memahami seluk beluk jalanan ibu kota sehingga bisa menemukan lokasi PT. Sejahtera dalam waktu relatif cepat. Setelah tiba di depan kantor, aku pun melepaskan helm yang kukenakan dan menyerahkannya kepada Arif."Terima kasih banyak sudah mengantarku sampai ke kantor ini, Rif."Arif tersenyum senang. "Sama-sama, Mbak. Mau saya tungguin sampai selesai?""Kamu pulang saja, Rif. Aku belum tahu wawancaranya selesai jam berapa.""Oke, Mbak, semoga sukses," ucap Arif sebelum pergi.Sepeninggalnya, aku pun berjalan menemui security yang berjaga di depan gerbang."Selamat pagi, ada keperluan apa, Ibu?" tanya security itu lebih dulu menyapaku.Aku tersenyum ramah kepadanya dan mengatakan alasanku datang ke kantor ini."Pagi, Pak, saya mendapatkan panggilan wawancara kerja dari Bu Fitri, HRD. Nama saya Arista.""Janji temunya jam berapa, Bu?""Jam sepuluh, Pak.""Baik, Bu, tunggu sebentar."Security itu masuk ke posnya lalu menelpon sebentar. Setelahnya dia kembali menemuiku."Boleh
Baca selengkapnya

Siapa yang Menelpon

Aku menyilangkan kaki di bawah kursi sambil mengerjakan soal. Menurut artikel yang pernah aku baca menyilangkan anggota tubuh bisa mengurangi rasa gugup. Konon katanya tindakan ini membuat otak kiri dan otak kanan kita akan lebih seimbang. Karena itu, aku mencoba untuk mempraktekkannya. Sebenarnya bukan kali pertama bagiku untuk mengerjakan psikotest, namun karena sudah lama tidak melakukannya aku butuh waktu untuk mengasah kemampuanku. Sekitar empat puluh lima menit berlalu, akhirnya aku menyelesaikan seluruh soal. Hatiku terasa begitu lega. Entah jawabanku benar atau salah, yang terpenting aku sudah berusaha semaksimal mungkin. Kini tinggal menghadapi wawancara yang akan dilakukan oleh Bu Fitri. Aku memasukkan alat tulis yang kubawa dari rumah kemudian duduk diam menunggu giliran. Satu per satu orang yang ada di ruangan dipanggil oleh Bu Fitri hingga menyisakan aku seorang diri. Menit demi menit berlalu, aku semakin gelisah. Suhu tubuhku terasa panas dingin secara bers
Baca selengkapnya

Berita Mengejutkan

Sepulang dari PT. Sejahtera, perasaanku terasa lebih ringan. Diterima atau tidak semua kuserahkan kepada Yang Maha Kuasa karena aku percaya rezeki dan jodoh sudah ditentukan sejak awal. Begitu turun dari ojek online, aku bergegas memanggil Bu Siti. Dari pagar terlihat Bu Siti sedang menjaga Zidan yang bermain lego di ruang tamunya."Bu Siti, Zidan!!" panggilku dengan suara cukup kencang supaya terdengar dari dalam.Bu Siti buru-buru keluar dengan menggendong anakku. Wajah Zidan yang semula bingung berubah menjadi ceria saat melihatku."Bunda sudah pulang, Zidan," ujarku mengambil Zidan dari tangan Bu Siti.Bu Siti tersenyum melihat Zidan menempelkan kepalanya dengan manja di bahuku."Baru ditinggal sebentar Zidan sudah kangen. Bagaimana wawancara kerjanya, Arista? Apa kamu diterima?" tanya Bu Siti ingin tahu."Belum tahu, Bu, saya masih menunggu pengumuman. Terima kasih banyak, Bu, sudah menjaga Zidan.""Iya, Ibu doakan kamu diterima bekerja. Kalau sekedar menjaga Zidan Ibu tidak keb
Baca selengkapnya

Pemberitahuan Dadakan

Selesai membuat sarapan pagi, aku tergerak untuk masuk kedalam kamar. Suamiku masih tertidur pulas di ranjang padahal sudah hampir pukul tujuh pagi. Nampaknya Mas Yoga terlalu lelah akibat beban pikiran yang ditanggungnya semalam.Aku pun mengguncang pelan tubuh suamiku seraya memanggil namanya."Mas Yoga, bangun, Mas. Nanti telat masuk kantor," ucapku menggoyang pelan tubuhnya. Mas Yoga tak kunjung merespon panggilanku. Dengkuran halus yang keluar dari bibirnya menandakan bahwa ia tidur dengan sangat pulas.Tak ingin menyerah, aku terus saja mengguncang tubuh suamiku. Berusaha membuatnya terbangun supaya tidak terlambat masuk kantor."Bangun, Mas, kalau telat nanti dapat surat teguran," bisikku di telinganya. Dan cara terakhirku ini ternyata sukses membuahkan hasil. Perlahan Mas Yoga bergerak. Matanya masih menyipit dengan raut yang lesu saat menatap kedua bola mataku."Kenapa berisik sekali? Aku masih ngantuk," protesnya seraya duduk menyandar di ranjang."Ini sudah hampir jam tujuh
Baca selengkapnya

Sang Direktur

Bingung, itulah yang kurasakan saat ini. Panggilan wawancara dari Bu Fitri bagaikan seberkas cahaya yang menyinariku di dalam kegelapan malam. Dan jujur aku tidak bisa mengabaikannya begitu saja. Aku menyandarkan kepala di sofa sambil berpikir. Tak ada jalan keluar lagi. Aku akan mencoba minta tolong kepada Bu Siti. Bila takdir mengizinkan aku pergi, maka Bu Siti pasti bersedia menjaga putra kesayanganku. Namun bila dia menolak, aku lebih memilih bersama Zidan dan melepaskan pekerjaan itu. Aku menyambar amplop coklat yang berisi berkas lamaran lalu menggendong Zidan. Setelah mengunci pintu, aku berjalan menuju ke rumah Bu Siti. Zidan tidak banyak bergerak selama perjalanan. Nampaknya ia turut merasakan kegelisahan di dalam hati ibunya. Ketika aku sampai, Arif sedang berada di halaman rumahnya. Kulihat di bagian depan motor Arif tergantung tumpukan kardus yang diikat dengan rafia. Nampaknya ia hendak bersiap mengantarkan pesanan kue kepada pelanggan Bu Siti. Mendeng
Baca selengkapnya

Impian Jadi Kenyataan

"Saya sangat terkesan dengan apa yang kamu lakukan, Arista. Tanpa disuruh, kamu langsung membantu saya meskipun kita tidak saling mengenal. Saya bisa merasakan ketulusanmu dalam menolong orang lain," puji Pak Darmawan.Aku merasa kikuk sekaligus tersanjung mendengar pujian dari orang sehebat Pak Darmawan. Pastilah Pak Darmawan sudah banyak memakan asam garam kehidupan, sehingga dengan mudah bisa membedakan mana orang yang tulus dan mana yang munafik."Terima kasih, Pak," ucapku setengah menunduk."Sejak saya tahu kamu melamar pekerjaan di bagian finance, saya merasa kamu cocok menduduki posisi itu. Saya memang membutuhkan karyawan yang jujur dan tulus untuk mengelola keuangan perusahaan. Pagi tadi saya sudah melihat hasil psikotestmu. Dan saya memintamu untuk menuliskan surat lamaran kerja agar karaktermu lebih terlihat."Pak Darmawan meraih kaca mata baca di meja lalu memegang surat lamaranku. Kemudian ia mengambil kertas lain dan membuat beberapa coretan dengan penanya. Dari gerak g
Baca selengkapnya

Nomer Misterius

Aku meradang mendengar tuduhan Mas Yoga yang tak berdasar. Entah apa yang merasukinya sehingga tega menganggap istrinya sendiri melakukan hal yang tidak benar demi mendapatkan pekerjaan. Apakah seburuk itu pendapatnya tentang diriku.Tanpa sadar suaraku mulai serak karena menahan rasa pilu."Apa maksud Mas bicara begitu? Mas pikir aku merayu orang supaya diterima bekerja? Selama wawancara aku hanya bertemu dengan dua orang, Bu Fitri dan Pak Darmawan," ucapku menahan diri agar tidak menangis. Sudah cukup air mataku tumpah karena Mas Yoga. Mulai sekarang aku harus menjadi perempuan yang tegar dan bisa membela diri.Bukannya merasa bersalah atas tuduhannya, Mas Yoga malah semakin curiga."Siapa itu Pak Darmawan?""Dia direktur utama PT. Sejahtera, usianya sudah enam puluhan.""Kamu pikir aku bodoh. Mana mungkin direktur mau mewawancarai calon staf biasa?" decih Mas Yoga."Tapi kenyataannya memang begitu. Aku tidak sengaja menolong Pak Darmawan saat dia menjatuhkan dokumen di lobi. Waktu
Baca selengkapnya

Jaminan Suami

Hawa dingin serasa merayap di seluruh tubuhku. Tak henti-hentinya aku membaca ulang isi pesan tak bernama itu. Di dalam keremangan, aku mencoba menenangkan diri sendiri. Mungkinkah si pemilik nomer salah mengirimkan pesannya kepadaku? Tapi jika ditelisik dari kata-katanya sepertinya pesan ini memang ditujukan untuk Mas Yoga. Pertanyaan demi pertanyaan berputar-putar di kepalaku seperti gasing. Bila firasatku benar lalu siapa sesungguhnya orang ini? Kenapa dia memberikan ancaman tanpa mencantumkan nama? Dan yang paling membuatku risau, dari mana dia mendapatkan nomer ponselku? Saat aku masih menerka-nerka jawabannya, ponselku mendadak mati. Pasti penyebabnya karena daya baterai ponselku sudah habis total. Tak ayal kegelapan total menyelubungi aku saat ini. Tanpa setitik cahaya, aku merasa kehilangan oksigen di dalam paru-paru. Napasku pun terdengar pendek dan tersengal-sengal. Bagaikan ikan kekurangan air, aku megap-megap dalam kegelapan pekat ini. Tanganku menggapai ke udara kosong,
Baca selengkapnya

Permintaan Adik Ipar

Pertanyaan Mas Yoga membuatku tak mampu berkata-kata. Cincin pernikahan adalah simbol cinta dan keterikatan suci antara suami dan istri. Namun sekarang Mas Yoga malah berpikir untuk menjualnya. Sungguhkah ini jalan terakhir bagi kami?"Rista, bagaimana?" tanya Mas Yoga menyentakku dari lamunan.Aku masih dilanda kebimbangan yang luar biasa. Kini aku dihadapkan pada dua pilihan sulit, antara mempertahankan lambang pernikahanku yang sarat akan kenangan, atau membiarkan suamiku dilaporkan kepada polisi. Aku tak bisa main-main dalam hal ini. Aku harus berpikir matang supaya tidak menyesal di kemudian hari."Aku...setuju, Mas," jawabku dengan berat hati. Untuk menyelesaikan suatu masalah terkadang kita harus rela kehilangan sesuatu."Kalau begitu aku akan menjualnya besok pagi. Aku janji begitu punya uang, aku akan membelikanmu cincin baru yang lebih bagus."Aku mengangguk pelan kendatipun aku menolak percaya pada janji Mas Yoga. Bukannya menghina, tetapi mengingat pinjaman Mas Yoga yang m
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
13
DMCA.com Protection Status