Beranda / Urban / Salah Balas Dendam / Bab 41 - Bab 50

Semua Bab Salah Balas Dendam: Bab 41 - Bab 50

61 Bab

Kau Tidak Bersalah

Setelah melihat punggung Bardi menjauh, Viona sontak mengusap wajahnya dan membuang napas kasar. Tak pernah terpikir olehnya bahwa pria itu akan menemukan keberadaannya, padahal dia sudah lama memutuskan kontak dan bersembunyi di kota Berlin yang luas. Sejenak Viona menundukan kepala, memejamkan mata dan memikirkan kembali perkataan Bardi. Ah, mungkin lebih tepat jika disebut sebuah ancaman. Bardi bukan orang yang akan menyerah begitu saja, meskipun nanti Viona memberinya uang, belum tentu pria itu akan berhenti mengganggunya. “Sial! Mengapa hal ini terjadi padaku?!” Dia bahkan baru akan memulai rencana balas dendamnya yang sesungguhnya, namun kemunculan Bardi yang memegang rahasianya akan membuat Viona sulit untuk mengambil langkah. Viona mengepalkan tangannya sejenak sebelum akhirnya meninggalkan gang tersebut. Untuk saat ini, dia akan menuruti keinginan Bardi dengan membungkam mulutnya menggunakan uang. Setelahnya dia harus memikirkan cara untuk le
Baca selengkapnya

Ruang Lukis

Jerman adalah negara bebas. Wajar bagi sepasang kekasih jika melakukan kontak fisik yang lebih dari sekadar berpegangan tangan dan saling memagut bibir. Namun, ada segelintir orang yang takut melewati tahap itu, termasuk Viona. Seketika, Noah memegang tangan Viona dan menariknya ke dalam pelukan. Alasan dia tidak berangkat ke kantor adalah karena terlalu memikirkan rasa bersalahnya tadi malam. Namun, dia bersyukur karena ternyata dia tidak menyakiti hati kekasihnya. “Maaf karena meninggalkanmu sendiri di hotel,” lirih pria itu. “Tidak apa-apa. Omong-omong, bagaimana dengan ayahmu? Apa dia juga tidak pergi ke kantor?” Viona bertanya sembari melepaskan pelukan Noah, lalu duduk di samping pria itu. Mengembalikan jas Noah hanya sebuah kamuflase, tujuan sebenarnya adalah menukar obat Daniel dengan miliknya. “Ayah tidak pernah absen ke kantor, kecuali di hari-hari penting baginya.” Perkataan Noah membuat Viona mengangkat sebelah alisnya. Jad
Baca selengkapnya

Lukisan Ibu

Tanpa melepas pandangannya, Viona lantas mendekati lukisan tersebut dan melihatnya dengan teliti. Dilihat dari mana pun, wanita dalam lukisan tersebut memang ibunya. Matanya tidak akan salah melihat, dan dia yakin akan hal itu. Sebulir air mata kemudian jatuh dari matanya, membuat pria di sampingnya menatapnya bingung. Meski sudah bertahun-tahun tidak melihat sosok ibunya, namun Viona tidak pernah lupa, bagaimana bentuk hidung, mata, dan bibir ibunya. “Kau menangis?” Pertanyaan Noah membuat Viona tersadar dan mengusap air matanya yang jatuh. Pria itu mungkin akan menganggapnya aneh karena menangis secara tiba-tiba hanya karena melihat sebuah lukisan. “Ah, lukisannya sangat indah. Tanpa sadar aku melihatnya tanpa berkedip dan membuat mataku perih,” dusta Viona diakhiri dengan tawa kecil. “Apa kau mengenal wanita di lukisan itu? Kau memanggilnya ‘Ibu’?” Viona mengangkat bahu dan memutar matanya ke arah lain. Sepertinya Noah mendengar gumamannya yang
Baca selengkapnya

Lukisan Ibu (2)

Viona mengejar Noah yang sudah keluar lebih dahulu dan memukul kepalanya dengan kencang. Gadis itu lantas terkikik-kikik dan berlari kecil menuju ruang tengah saat Noah mengerang sakit sembari memegang belakang kepalanya yang dipukul. Tak terima dengan tindakan kekasihnya, Noah mengejar Viona untuk membalas perbuatan gadis itu. Tangan besarnya meraih tangan feminim gadis itu, namun naas, saat dia menarik Viona menghadapnya, kakinya tergelincir hingga membuatnya terjungkal ke belakang. Punggung Noah menghantam lantai yang terbuat dari marmer, sedangkan Viona berada di atasnya, menindih tubuh kekarnya. Daniel baru saja pulang dari kantor meski belum waktunya untuk pulang. Pria paruh baya itu lantas terkejut ketika melihat pemandangan yang disuguhkan di hadapannya, membuat tubuhnya mematung sejenak, sebelum akhirnya menggelengkan kepala. Daniel berdeham. “Jangan melewati batas. Aku tidak menginginkan cucu di luar pernikahan.” Seketika Noah dan Vi
Baca selengkapnya

Hubungan

Setelah rutinitas paginya, Viona pergi ke bank untuk menarik sejumlah uang yang akan dia berikan kepada Bardi. Uang 200 juta sangatlah besar, sehingga dia memasukkannya ke dalam tas jinjing besar yang bisa menyimpan semuanya.Ini sudah dua hari sejak Viona mengunjungi kediaman Rutherford. Mengembalikan jas Noah, menukar obat Daniel, dan bahkan melihat lukisan ibunya yang hingga kini membuatnya bertanya-tanya.“Berat sekali.”Viona mengeluh lantaran harus membawa uang yang ada di dalam tas dengan kedua tangannya sendiri. Dia sangat kesal karena uang yang susah payah dia kumpulkan harus diserahkan kepada Bardi sebagai penutup mulut.Pria itu memang perampok kejam! Memikirkannya saja sudah membuat Viona ingin memukulnya.Viona berjalan tergopoh-gopoh dan berhenti di depan sebuah gang yang terhimpit oleh dua bangunan besar. Itu adalah tempat yang Bardi inginkan untuk pertemuan. Entah dari mana pria itu memiliki nomor ponselnya, namun Viona cukup terkejut karena
Baca selengkapnya

Viona Adalah ...

Sejujurnya Daniel tidak terlalu mengerti dengan Demian. Dipikir berulang kali pun, tidak ada alasan yang mengharuskan Daniel melarang hubungan Viona dengan putranya. Apalagi Viona sudah dia anggap sebagai anaknya sendiri. Dia akan sangat berbahagia jika gadis itu menikah dengan Noah dan menjadi bagian dari keluarga Rutherford.Seketika, Demian menundukkan kepala dan menghela napas. Dia tidak pernah seperti ini sebelumnya, menghela napas meski pekerjaan menumpuk bagaikan gunung yang sangat besar.“Presdir, saya tidak tahu, apakah Anda berpura-pura bodoh atau semacamnya. Namun, Direktur Noah tidak seharusnya menjalin hubungan dengan Nona Viona.”Sekali lagi, Demian menegaskan pendapatnya dengan bersikeras. Nadanya sedikit meninggi, hingga membuat Daniel menatapnya tak percaya. Sebab, Demian sendiri adalah orang yang berkepribadian tenang. Baru kali ini dia berbicara dengan mengandung emosi.Daniel menatap tajam ke arah Demian. Tangannya di simpan di atas meja sembari memangku dagu.“Kat
Baca selengkapnya

Alergi Buah Persik

Tiga orang manusia tengah berkumpul dalam satu ruangan, di hadapan meja makan yang terdapat banyak makanan dengan aroma harum di sekitarnya.Viona duduk di samping Noah, sedangkan Daniel duduk sendirian di kursi yang hanya bisa diduduki oleh kepala keluarga. Tidak ada percakapan. Hanya suara benturan sendok dan piring yang terdengar.Sekali-kali, Daniel melirik Viona melalui ekor matanya. Memorinya kembali pada percakapannya dengan Demian tadi siang; Viona adalah putri Sylvia. Kalimat itu terus terngiang di kepalanya, membuat pekerjaannya terganggu karena terus memikirkan hal itu.Di sisi lain, Viona tahu bahwa dirinya terus diperhatikan oleh Daniel. Namun, dia tetap fokus mencerna makanan dan mengabaikan tatapan Daniel yang sebenarnya membuatnya risih. Belum lagi dengan suasana hening yang menyelimuti area ruang makan. Sungguh tidak nyaman!‘Aku ingin segera pergi dari sini.’Pikir Viona, ada hal penting yang ingin Daniel bicarakan padanya sehingga mengajaknya m
Baca selengkapnya

Egois

Noah dan Daniel duduk di sofa dekat jendela rumah sakit, menunggu Viona siuman dari efek samping obat. Ruam merah di sekitar wajah dan tubuh Viona sudah mulai menghilang, meski belum sepenuhnya. Demam tingginya pun sudah mulai mereda dan tidak separah sebelumnya.Noah sungguh tidak menyangka jika kekasihnya sangat alergi terhadap buah persik, sama seperti ayahnya. Namun, anehnya, Viona tidak mengatakan apa pun soal itu dan justru memakannya tanpa pikir panjang.Terbayang, jika Noah tidak segera menghampiri Viona di kamar mandi, mungkin dia tidak akan tahu mengenai alergi gadis itu. Syukurlah karena dia mengambil tindakan yang tepat dan membawa Viona ke rumah sakit.Daniel berjalan menghampiri Viona yang masih terbaring tak sadarkan diri. Dilihatnya gadis itu dengan tatapan yang sulit diartikan. Tangannya kemudian mengelus rambut panjang Viona dengan hati-hati, takut jika tak sengaja membangunkannya.Untuk sesaat, Daniel memejamkan mata. Setelah kejadian ini, ada
Baca selengkapnya

Bunga Liar

Setelah cukup lama terdiam memandangi Noah, Viona memilih untuk melangkahkan kakinya keluar kamar rumah sakit. Kakinya berjalan menyusuri lorong, membawanya ke sebuah taman yang penuh dengan lampu jalanan.Ada sebuah bangku panjang di dekat pohon besar. Kosong. Tidak ada yang di duduk di sana. Mungkin karena sudah hampir tengah malam, jadi orang-orang lebih memilih untuk tetap di dalam ruangan.Aroma rumah sakit membuat Viona merasa sesak. Meski udara malam sangat dingin, namun itu lebih baik daripada harus diam dan berbaring di ranjang pasien.Saat hendak melangkah mendekati bangku yang kosong, matanya melihat sepasang sepatu hitam yang bergeming di tempat yang tak jauh darinya. Terlihat Daniel yang tengah menatap bunga liar berwarna kuning dengan kepalanya yang menunduk.Diam-diam Viona memperhatikannya, lalu berbalik untuk pergi dari sana. Tidak ingin mengganggu pria paruh baya itu. Namun, tanpa diduga, Daniel justru mengatakan dua kata yang membuat Viona menghent
Baca selengkapnya

Apa Yang Akan Kau Lakukan?

Di pertengahan malam yang gelap, Noah mengemudikan mobilnya untuk mengantarkan Viona pulang ke rumah. Jalanan tampak sepi, hanya ada cahaya lampu yang menerangi jalanan dan bangunan-bangunan yang berjejer di sana.“Kenapa kau tidak bilang?”Noah memecah keheningan di antara mereka dengan bertanya. Dia masih heran dengan sikap Viona yang sudah mengetahui dirinya alergi, namun tetap memaksakan diri untuk memakan buah persik.Tidak ada untungnya melakukan hal itu, yang ada hanya membuat dirinya tersiksa sendiri dan membuat orang-orang terdekatnya khawatir. Sungguh, Noah tidak mengerti dengan jalan pikiran Viona.Viona yang mulanya menatap ke arah luar jendela pun sontak memutar kepala, menatap pria di sampingnya yang fokus mengemudi. Sebelumnya dia sudah memperkirakan ini, pertanyaan yang mungkin muncul dari mulut Noah.Sontak Viona tersenyum yang tanpa sadar membuat Noah mengangkat satu alisnya ke atas. Bingung.“Sepertinya alergimu membuat kepalamu bermasalah.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status