Beranda / Urban / Salah Balas Dendam / Bab 31 - Bab 40

Semua Bab Salah Balas Dendam: Bab 31 - Bab 40

61 Bab

Model Pengganti

Pagi-pagi sekali, Viona mengunjungi rumah sakit untuk menganalisis obat yang dia ambil di kamar Daniel. Hasilnya akan keluar dalam dua hari dan Viona sangat tidak sabar dengan hal itu.“Viona? Apa itu kau?”Merasa terpanggil, refleks kepala Viona pun menoleh pada asal suara. Di hadapannya sekarang ada seorang gadis berambut keriting dengan kulit berwarna hitam tengah tersenyum padanya. Gadis itu adalah teman sekolah Viona di SMA.“Debi? Sudah lama sekali kita tidak bertemu. Bagaimana kabarmu?”“Aku baik. Wow! Kau masih saja cantik, Viona. Tidak heran jika banyak pria yang mengincarmu dulu.”Saat SMA, Viona adalah primadona sekolah dan sangat sering mendapat pernyataan cinta dari para pria. Viona memang dipuja oleh para pria, namun dia dibenci oleh para gadis di sekolahnya. Itulah mengapa dia tidak memiliki teman satu pun dan hanya Debi yang memperlakukannya dengan baik.“Omong-omong, mengapa kau ada di rumah sakit?”“Ah, itu ... aku bekerja sebagai a
Baca selengkapnya

Makan Siang Dengan Daniel

Viona berlari kecil menuju restoran cepat saji yang tertera di pesan yang dia terima. Kakinya melangkah masuk dan netranya mencari sosok Daniel yang kemungkinan sudah menunggu kedatangannya.Menyimpan tas kecilnya di samping kursi, Viona duduk di kursi yang berhadapan dengan Daniel. Sedikit tidak nyaman untuknya bertemu dengan pria yang dibencinya secara pribadi. Namun, Viona tidak bisa menolak ajakan Daniel begitu saja. Apalagi statusnya sekarang adalah kekasih Noah.“Maaf, apa Paman menunggu lama?”Viona beruntung karena syutingnya sudah selesai dan dia bisa segera pergi menemui Daniel. Sejujurnya Viona penasaran, mengapa Daniel mengajaknya makan siang bersama? Lalu ingatannya mengenai kejadian kemarin pun muncul. Kejadian saat dia masuk ke kamar Daniel dan Demian memergokinya.‘Apa Demian mengadukan kejadian kemarin?’ batin Viona khawatir.Daniel tersenyum ke arah Viona. Terakhir dia bertemu dengan gadis itu adalah s
Baca selengkapnya

Penguntit?

Setelah melihat kepergian Daniel dan Demian, Viona pun memilih pergi meninggalkan restoran. Tidak ada alasan lagi untuknya tetap di sana. Sebab, orang yang mengajaknya bertemu dan makan siang sudah pergi terlebih dahulu.Kaki-kaki jenjang itu melangkah dengan pelan, menyusuri setiap jalanan yang sibuk dengan banyak orang lalu-lalang. Kepalanya menunduk, tetapi sesekali dia menggunakan matanya menyapu setiap sudut kota yang ramai.Seketika langkahnya terhenti, di samping sebuah gang gelap dan sepi, tempat kotor yang ditinggalkan dan tak pernah tersentuh. Dulu, dia pernah berada di sana. Meringkuk dalam diam, menahan haus dan lapar, serta berlindung dari seseorang yang mungkin sedang mencarinya.Tanpa sadar dia tertawa, mengingat betapa malang nasibnya dulu hingga sempat berpikir untuk mati menyusul sang ibu. Miris.“Ah, aku benci mengingat ini.”Setelah mengatakan itu, Viona kembali berjalan, meninggalkan gang gelap dan penuh memori buruk tersebut. Dia kemudian berhent
Baca selengkapnya

Penolakkan

“Nona, boleh aku meminta nomor ponselmu? Aku mengikuti sejak tadi karena terpesona dengan kecantikanmu,” ucap pria itu sembari membuka maskernya. Seketika, Viona menghela napas lega. Tampaknya dia terlalu sensitif karena pernah hampir kehilangan nyawa oleh Karin hingga membuatnya lebih waspada terhadap seseorang. Di saat yang bersamaan, ekor matanya melihat Noah yang berlari kecil menghampirinya. Viona tersenyum ke arah pria yang meminta nomor ponselnya tersebut seraya berkata, “Maaf, aku sudah memiliki kekasih.” Pria itu menunduk, tampak kecewa dengan jawaban Viona dan kemudian pergi tanpa mendapat apa-apa. Pasti menyakitkan karena ditolak wanita secara langsung, padahal dia sudah mengikuti dan memberanikan diri untuk berbicara. Kepalanya menoleh pada pria berjas hitam dengan sepatu kulit, kemudian tersenyum. Padahal mereka sudah sering bertemu, tetapi terasa seperti sudah terpisah lama dan bahagia ketika melihatnya. &ldqu
Baca selengkapnya

Siapa Yang Memata-mataiku?

Cukup lama terdiam, Viona berdeham untuk memperbaiki suasana dan beralih menatap Noah yang tampak kecewa dengan penolakannya. “Maaf, aku tidak bermaksud menolakmu. Aku hanya—“ Sebelum menyelesaikan ucapannya, Noah terlebih dahulu meraih wajah Viona dan menangkupkannya di kedua tangan. Pria itu menatap mata Viona lekat-lekat dan mengunci pandangannya dalam beberapa saat. “Apa sekarang boleh?” Viona terkesiap. Dia kira, Noah akan marah atau mendiamkan dirinya. Sebaliknya, pria itu tampak baik-baik saja dan tidak mempermasalahkan kejadian barusan. Mengangguk ringan, tidak mungkin jika dia menolak ciuman Noah untuk kedua kalinya. Apalagi mereka adalah sepasang kekasih dan sudah berada di dalam mobil. Tidak ada alasan lagi baginya untuk menolak seperti berkata malu atau sebagainya. Setelah mendapat persetujuan Viona, tanpa ragu Noah memagut bibir ranum yang menggodanya sejak tadi, sambil sesekali menjilat dan menggigitnya kecil hingga sang
Baca selengkapnya

Noah Datang

Karin sedang berada di penjara, jadi tidak mungkin jika gadis itu yang berdiri di bawah pohon tersebut. Lagi pula, postur tubuhnya menunjukkan bahwa orang mencurigakan itu adalah seorang pria. Demian pasti sedang di kantor bersama dengan Daniel, menemani presdir RF Group tersebut untuk bertemu dengan investor A yang sepertinya sangat penting. Tama? Viona tidak yakin jika pria itu kesal hanya karena dia menyuruhnya untuk mengakui kesalahannya kepada Karin. Lagi pula, Viona tidak memaksanya. Pria asing tadi siang? Mungkinkah pria itu merasa dendam hanya karena Viona menolak memberikan nomor ponselnya? Sepertinya tidak mungkin. Jelas-jelas pria itu langsung pergi dengan wajah sedih dan tidak tampak menaruh dendam padanya. Seketika Viona mendengus, lalu memijit pelipisnya sembari memejamkan mata. Tadinya dia sudah tidak mengkhawatirkan seseorang yang mungkin mengikutinya dari belakang karena dugaannya ternyata salah. Namun, dia menarik kata-katanya kembali.
Baca selengkapnya

Makan Malam

“Kau tidak apa-apa?” Noah mengobservasi tubuh Viona dari atas hingga bawah. Sejujurnya dia khawatir karena gadis itu tak kunjung mengangkat teleponnya atau bahkan menelepon balik. Itulah mengapa dia ada di sini, untuk memastikan bahwa kekasihnya dalam keadaan baik-baik saja. “Seperti yang kau lihat.” Ucapan santai Viona mengundang tatapan bingung Noah. Seakan mengerti maksud tatapan pria itu, Viona pun sontak menghela napas dan berkata, “Aku tertidur pulas dan tidak mendengar ponselku berdering. Maaf.” Permintaan maaf yang terucap dari mulut Viona tak layak untuk Noah dapatkan. Lagi pula, dia pun tak bisa menyalahkan Viona yang tidak dapat dihubungi karena tertidur. Saat dia hendak membawa Viona ke dalam pelukannya, tiba-tiba terdengar suara protes dari perut gadis di hadapannya, membuatnya terpaku seketika. Rona merah menjalar di sepanjang pipi Viona, tersipu malu karena perutnya protes tepat di hadapan Noah. Netranya dialihkan ke arah lain, menatap ap
Baca selengkapnya

Hotel

Noah memarkirkan mobilnya di depan restoran Italia bintang lima. Melangkah masuk dengan menggandeng tangan Viona, dan duduk di meja yang dekat dengan piano. Tangannya melambai di udara, memanggil seorang waitress untuk mencatat pesanan mereka. Waitress tersebut memberikan dua buku menu dan memberikan rekomendasi untuk mereka berdua. Noah dan Viona saling mengangguk, menyetujui rekomendasi waitress tanpa harus berpikir lama untuk memilih menu. Selang beberapa waktu, dua piring pasta dengan bumbu khas Italia telah tersaji, mengeluarkan aroma harum yang tanpa Viona sadari membuat perutnya semakin meronta. Betapa malunya dia, perutnya berbunyi ketika waitress masih ada di depan meja. Setelah waitress pergi, Viona menutup wajahnya dengan telapak tangan, menyembunyikan rona malu yang terlukis di wajah cantiknya. “Makanlah. Perutmu pasti sangat lapar karena belum diisi apa pun.” Viona masih menutup wajahnya, lalu menggeser jarinya dan mengintip Noah
Baca selengkapnya

Pria Itu Sudah Pergi

Dering ponsel yang cukup nyaring membangunkan Viona. Gadis itu mengerjapkan matanya beberapa kali, lalu kepalanya diputar ke samping seraya mengusap-usapkan tangannya di tempat sebelumnya Noah berbaring. Tak ada kehangatan di sana, menandakan bahwa pria itu sudah pergi cukup lama ketika dia masih lelap.Pandangan matanya lurus menatap langit-langit kamar hotel, lalu memejamkan matanya sejenak dan menghela napas panjang.Tadi malam, Viona dan Noah memang tidur satu ranjang. Namun, tidak terjadi apa pun meski sebelumnya suasana di antara mereka nyaris tidak terkendali. Bahkan, pria itu terus memunggunginya dalam keheningan malam.Berniat tidak peduli, tetapi tidak bisa. Melihat pria yang biasanya selalu perhatian dan over protektif padanya tiba-tiba bersikap kebalikannya, Viona merasa tak nyaman. Hatinya terusik oleh sesuatu yang baru dia rasakan.Beranjak dari ranjang, Viona sontak merogoh tasn dan mengambil ponselnya yang sempat berdering. Satu panggilan
Baca selengkapnya

Bardi Mengetahui Rahasiaku?

Viona meronta-ronta mencoba melepaskan diri, namun tenaganya tidak cukup kuat untuk melawan seorang pria yang notabene fisiknya lebih kuat dibanding dirinya yang hanya seorang gadis bertubuh kecil. Seketika bahu Viona turun ke bawah dengan perasaan lega, begitu pria itu melepaskan bungkaman di mulutnya. Namun, detik selanjutnya perasaan lega tersebut berganti menjadi perasaan takut. Viona berjalan mundur hingga punggungnya menyentuh dinding, terpojok di dalam gang buntu. Sepi, tidak ada orang yang bisa dimintai pertolongan. Di balik topi dan masker yang menutup wajahnya, pria itu tersenyum miring. Sejurus kemudian, masker dan topinya dilepas, pria itu lantas mengangkat kepalanya dan maju satu langkah lebih dekat dengan Viona. “Hai!” Seketika mata Viona membulat seperti bulan purnama, terkejut dengan wajah yang tak asing di hadapannya. Mendengus pelan dan melemparkan tatapan tajam kepada pria tersebut. “Apa yang kau lakukan di sini, Bar
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status