All Chapters of Kurelakan Suamiku untuk si Pelakor Magang: Chapter 71 - Chapter 80

121 Chapters

Bab 71

"Ya, pasti aku pernah berpaling dari namamu dalam doa-doaku, karena waktu itu aku merasa tidak mungkin akan bersamamu. Namun, semua nama yang kusebut selalu saja menjauh atau pergi meninggalkanku, ada juga yang berjodoh dengan orang lain. Sehingga aku kembali menyebutkan namamu dalam doa-doaku, apa lagi setelah aku mengetahui suamimu memiliki waita lain!" lanjut Hilman. Aku hanya bisa diam, mendengarkan apa yang diucapkannya. Ingin menyangkal, tapi Hilman memang selalu sendiri selama aku mengenalnya sejak dulu. Mungkin dia pernah dekat dengan wanita, tapi hanya sekedarnya saja. Dikarenakan Tante Rumi pun jarang menceritakan tentang wanita yang dekat dengan Hilman. Semua cerita berisi tentang diriku dan kelucuan Aqila. Ada getar aneh yang menelusup dalam hatiku. Apakah aku sudah mulai bersimpati dengan cintanya yang begitu besar, ataukah hanya rasa iba yang mengusik jiwaku. "Berhentilah mencintai Attar, bukalah hatimu untukku! Attar sudah bahagia dengan pilihannya, aku pun akan member
Read more

Bab 72

"Kenapa kamu meninggalkan aku sih, Mas!" sungut wanita cantik di belakang Mas Attar, dengan napas tersengal-sengal. Mas Attar meliriknya sejenak, dan mengacuhkannya begitu saja. Kembali menatap sayu ke arahku, perlahan langkahnya pasti mendekatiku. Hilman yang melihat reaksi Mas Attar, langsung bergeser ke hadapanku. Menghalangi, lelaki yang pernah membersamaiku selama lebih dari tujuh tahun. "Yumna! Jangan mau menikah dengan lelaki brengsek itu, dia ular berbisa!" rayu Mas Attar dan mencoba meraihku. "Kamu hanya tercipta untukku dan hanya akan bahagia, jika bersama denganku!" imbuhnya dengan suara tinggi. "Mas, sebelum kamu mengatakan hal itu, apa kamu enggak lihat anak dan istri kamu?" tanya Shanum yang menghempaskan tas tenteng yang sejak tadi dipegangnya. Kemudian berjalan masuk dan duduk di sofa tanpa ada yang menyuruhnya. Sungguh muka tembok wanita di depanku ini, tanpa canggung dia menidurkan bayinya di sofa dan duduk dengan santai untuk melepas lelah. "Mas, aku menerima si
Read more

Bab 73

Aku terduduk lesu di sofa, memijat kepala yang terasa mau meledak. Apakah Mas Attar tidak bisa menghilang saja. Agar aku bisa bahagia, atau dia pergi tidak pernah kembali."Apa kamu baik-baik saja?" tanya Hilman mengejutkanku."Iya!" jawabku lirih dan menunduk dalam. "Man, apa kamu ...." Ucapanku terhenti karena jari telunjuk Hilman berada di bibirku."Jangan meminta hal yang sudah kita sepakati, berilah aku waktu untuk membahagiakanmu hingga akhir hayatku!" ujar Hilman, yang membuatku merasa terenyuh.Ingin sekali aku memintanya menjauh dariku, tapi sepertinya tidak akan mungkin. Selama ini, begitu banyak yang dia korbankan untuk cintanya yang bodoh. Atau aku yang bodoh, mengabaikan cintanya sebelum kehadiran Mas Attar.***"Kamu yakin kita berangkat duluan, tidak bersama besan dan Hilman?" tanya bapak heran."Yakin, Pak. Hilman dan Yumna sudah membicarakan hal ini." Aku meyakinkan bapak."Ya sudah, ayo!" ajak bapak.Ibu menggendong Aqila, sedangkan aku berjalan berdampingan dengan b
Read more

Bab 74

Sepanjang perjalanan, aku menatap wajah Hliman yang berada di pangkuanku. Wajah pucat dan tidak berdaya terlihat sangat tersiksa, membuatku tidak sadar meneteskan air mata."Man, kamu kenapa? Jangan biarkan aku menjanda, untuk kedua kalinya!" isakku dengan mengusap wajahnya dengan lembut."Yumna!" bentak bapak.Bapak terlihat marah dengan ucapaku yang tanpa kupikirkan. Radit membawa mobil dengan kecepatan tinggi, hingga terjadi insiden kecil. Namun, semua dapat diatasi, apalagi kami memang sedang membawa Hilman yang terlihat sedang sekarat."Hati-hati, Dit!" tegur bapak yang berada di sampingnya.Ibu dan yang lainnya, berbeda mobil dengan kami dan berjalan beriringan, hingga sampai di rumah sakit. Semua, segera membantu membawa HIlman ke brankar yang di bawa oleh perawat laki-laki."Kita beri dia dukungan, dan juga doa yang tidak putus agar segera sembuh sedia kala," ujar Tante Rumi, yang memegang tanganku, saat kami berada di ruang tunggu."Tante, ada apa dengannya? Apa dia mau menin
Read more

Bab 75

Aku terjatuh, akibat dorongan dari seseorang, membuat bokongku terasa sakit. Kepala kudongakkan untuk melihat siapa yang berani mendorong tubuhku."Kamu!" tunjukku pada wanita yang baru saja datang.Berusaha berdiri, dan menahan nyeri di area bokong yang cukup terasa. Bukan hanya karena terkena lantai, tapi juga terkena sudut meja."Janda yang enggak bosan-bosannya membuat Hilman celaka, mau nunggu sampai dia mati! Pergi dari sisinya dan jangan pernah kembali, jika Hilman mencarimu, maka kamu harus menjauh. Mengerti!" seru wanita yang waktu itu dipanggil dengan nama Mutiara oleh Mama Rumi."Maksud kamu apa, ya? Saya istri Hilman!" ujarku tak kalah sengit.Aku tidak mau lagi, suamiku direbut oleh orang lain. Cukup satu kali, dan tidak akan pernah terulang untuk kedua kalinya. Aku akan mempertahankan rumah tangga yang baru saja kumulai."Cih, mimpi anda terlalu tinggi wahai janda gantel! Pergi, jika kamu berani datang lagi, maka kamu berurusan denganku!" ancamnya dengan menepuk dada ber
Read more

Bab 76

Mama Rumi menutup matanya, samil masuk ke dalam ruangan. Sedangkan aku diam terpaku dengan apa yang dilakukan oleh suami baruku itu. Hilman menciumku, menski singkat tapi getarannya mampu membuat jantungku tidak aman."Ya ampun, anak mama! Tunggu sembuh dulu! baru buat cucu untuk mama!" ujar Mama Rumi dengan senyum tersipu.Sedangkan aku, bingung harus ngapain. Ini bukan pertama kalinya aku disentuh laki-laki, tapi ada rasa tidak nyaman. Meski Hilman sudah menjadi suamiku sekarang."Ma, aku mau keluar dulu," ijinku.Mama Rumi hanya mengangguk, sedangkan Hilman menitip pesan padaku untuk tidak berlama-lama meninggalkan dia sendiri. Apa dia tidak sadar, jika dia sedang bersama ibunya. Aku hanya mengiyakan dengan senyuman."Kamu ini, masih sakit aja bisa terlalu bucin!" tegur Mama Rini.Aku tidak langsung pergi dari depan ruangan, hanya ingin mendengar tentang masalah Mutiara tadi. Berharap, mereka membicarakannya. Bukan bermaksud tidak percaya, tapi aku pernah terluka. Tidak ingin mengu
Read more

Bab 77

Aku dan Mama Rumi kompak melihat ke asal suara, dan mama tertawa melihat wajah anaknya yang muram dan tidak bersemangat. Kemudian mama mendekati anaknya untuk di peluk, sedangkan aku, tetap pada posisiku saat ini."Mama! Aku sudah punya istri!" keluh Hilman, yang enggan dipeluk mama Rumi"Meskipun kamu sudah punya anak, kamu tetap anak bayi mama!" ujar Mama Rumi, membuatku geli mendengarnya."Ma, aku pulang dulu, ya," ijinku.Mama Rumi menghentikan aksi jailnya, dan menatap ke arahku. Lalu melirik ke arah anaknya, dan tersenyum. Memintaku untuk menunggu sebentar, karena Mama Rumi harus menebus obat di apotik luar. Katanya, obat yang dimaksud tidak ada di apotik rumah sakit ini. Aku hanya menghela napas panjang dan pasrah dengan keadaan."Kamu enggak mau lihat keadaanku sekarang?" tanya Hilman dengan senyum manis, yang kutahu sedang dia paksakan."Aku sudah bisa lihat dari sini, kamu sudah membaik," balasku.Hilman berdecak, "apa aku harus ke sofa untuk kamu periksa?""Jangan macam-mac
Read more

Bab 78

Tiga hari Hilman dirawat di rumah sakit dan hari ini sudah diperbolehkan pulang. Sedangkan aku, menjaga jarak denganya setelah ciuman panas yang dia minta, dan terpergok oleh Mama Rumi. "Semua persiapan sudah selesai, sebaiknya kita langsung ke rumah," ujar ibu pada Mama Rumi. Mama Rumi pasrah dengan keputusan bersama yang di ambil sejak kemarin. Bapak dan ibu sudah menyiapkan pengajian untuk mengumumkan pernikahnku dan Hilman, pada tetangga sekitar. Sepanjang perjalanan, Hilman mengenggam tanganku dan terus tersenyum. Sampai-sampai diledek oleh Mama Rumi dan Radit, tapi lelakiku ini cuek dengan apa yang dia lakukan. Malah makin mengeratkan pegangan tangannya, dan menciuminya berkali-kali. "Sudah, jangan terlalu lebay, kita sudah sampai!" ketus Radit, yang sudah bosan memperingati Hilman. Radit turun dengan wajah masamnya, karena Hilman terlalu over protective padaku. Sedangkan Mama Rumi hanya tersenyum geli melihat anaknya yang begitu lengket padaku dan aku, hanya pasrah dengan p
Read more

Bab 79

"Maaf," Hanya kata itu yang terlontar dari mulutku.Hilman tidak menjawaabku, dia menenggelamkan kepalanya ke dalam pangkuanku. Rasanya, aku sudah tidak adil padanya, dia selalu menerima segala kesulitan karena diriku. Akan tetapi aku belum bisa menerima dirinya seutuhnya."Jangan menangis, aku tidak suka melihatmu seperti itu. Hanya senyum yang boleh kamu tampilkan di wajaahmu yang semakin cantik," ujarnya yang membuatku tersipu."Terima kasih, Man. Kamu selalu saja membuatku tersenyum," ucapku tulus."Siapa, Man?" tanya Hilman dengan wajah cengoknya.Aku memukul lengannya, karena baru menyadari apa yang dia inginkan. Kemudian memberanikan diri mengusap keningnya yang berkerinat, karena kamar ini cukup hangat. Tidak ada kipas atau pun AC di sini, menghindari tagihan listrik yang menggila."Aku di sini sangat kegerahan, Yumna. Bolehkan aku memasang AC?" tanya Hilman lirih.Aku tidak menjawab, karena yang dipikirkan adalah orang tuanya yang memilih hidup sederhana. Meski aku pernah men
Read more

Bab 80

"Bang!" rajukku dan Hilman hanya tersenyum kaku, kemudian menunduk dalam.Aku mendengkus sebal dan kesal, apa aku harus pasrah diusir tanpa kejelasan seperti ini. Sedangkan aku tidak merasa bersalah pada siapapun. Apa hanya karena aku menemani suamiku di kamar, maka aku terusir seperti ini. Seharusnya kan, tidak masalah aku berdua dengan suamiku, karena kami sudah menjadi pasangan halal.Mobil terus melaju, hingga membuatku kesal. Aku memukul lengan Hilman tanpa ampun."Abang, karena kamu, kita diusir!" ketusku, dan Hilman hanya semakin menundukkan kepalanya.Aku dapat melihat, sopir yang membawa kami melirik ke arah kami beberapa kali. Membuat emosiku makin meningkat."Ada apa, Pak? Ada yang lucu?" tanyaku dengan penekanan.Pak Sopir hanya menggelengkan kepalanya dan kembali fokus menataap lurus ke jalanan yang dia susuri. Mobil ini entah sudah sejauh mana meninggalkan rumah bapak dan ibu, aku meringis hingga terisak. "Kenapa mereka mengusir kita, Bang? Kamu dari tadi diam saja, apa
Read more
PREV
1
...
678910
...
13
DMCA.com Protection Status