Hari-hari kulalui dengan sangat bahagia, hingga asi pun sangat melimpah, bisa memenuhi kebutuhan si kembar. Dukungan orang tua, mertua, Mbak Naura dan Dhita, membuat rasa lelah dan lainnya bisa berkurang. "Sayang, ini tabungan untuk si kembar sampai dewasa. Aku ingin memastikan dia tidak kekurangan apapun kelak. Untuk Aqila, kita ada satu cafe yang baru dibangun khusus untuk masa depannya," Hilman mendekatiku dan memberika sebuah kotak kayu berukuran sedang. "Apa ini, Bang?" tanyaku penasaran. "Sayang, bisa enggak kamu panggil aku sayang hingga aku bosan," pinta Hilman, yang membuatku mengernyitkan dahi. Benar-benar ada yang aneh dengan Hilman, tidak biasanya dia berlaku seperti itu. Setelah 40 hari si kembar, Hilman memang banyak perubahan yang sangat positif, tapi membuatku takut. Setiap melihatnya, air mataku meleleh tanpa bisa dicegah. "Kamu kenapa, sih, Bang?" tanyaku penasaran. "Loh, kok nangis!" Hilman mengusap air mata yan sudah membasahi pipiku. "Aku enggak kenapa-kenap
Baca selengkapnya