Home / Pernikahan / Istri yang Terpaksa Kau Nikahi / Chapter 171 - Chapter 180

All Chapters of Istri yang Terpaksa Kau Nikahi: Chapter 171 - Chapter 180

286 Chapters

BAB 171 — AKAN AKU BUKTIKAN SEMUANYA PADAMU

Rasanya bahagia tak terkira. Berbulan-bulan mereka menanti. Berhari-hari juga mereka berusaha, gagal dan berusaha lagi. Entah sudah berapa bali mereka Kecewa akan penantian yang tidak kunjung datang, menangis karena kenyataan pahit yang disuguhkan, semua tidak terhitung sama sekali, hingga kini semua terbayarkan dengan dua garis merah yang jelas terpampang nyata pada alat penguji kehamilan itu. Serra hamil, wanita itu mengandung lagi. Dengan ijin Tuhan, dengan keajaiban semesta. Bisa dibayangkan bagaimana eratnya Gamma memeluk tubuh sang pujaan hati. Saking bahagianya Lelaki itu menangis diceruk leher sang istri sebab terharu dengan apa yang ia lihat saat ini. Tanda positif yang sering menjadi bahan uring-uringannya dengan Serra. Dalam hati tak henti-hentinya mengucap syukur kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Sebab semua permohonan yang ia ucapkan setiap malam sudah dikabulkan. Tak lain halnya dengan Serra, wanita bertubuh ramping itu juga menangis haru. Saat mengujinya ia sempat tidak pe
Read more

BAB 172 — SATU TAHUN LALU

Ting! Bunyi notifikasi pesan masuk memecahkan konsentrasi Serra. Wanita berusia hampir kepala tiga itu baru saja menaruh beberapa bahan makanan yang ia beli setelah pulang dari Samsara, cafenya. Sengaja berbelanja beberapa bahan makanan khusus, karena ia ingin membuat beberapa menu special sebagai bentuk perayaan ulang tahun pernikahan yang pertama. Kendati sebenarnya, bisa-bisa saja sepasang suami istri itu makan di luar. Di restaurant terkenal, bahkan hotel berbintang lima sekalipun, mereka sanggup. Akan tetapi Serra ingin momen ini berbeda. Diraihnya benda pipih dengan layar menyala itu. Tidak perlu diragukan siapa sang pengirim pesan. Nama ‘Meine Freundinn’ yang tertera di halaman pertama sudah menjelaskan bahwa itu adalah pesan Gamma. Sebelumnya Serra telah mengirim pesan kepada sang suami, jika hari ini akan memasak menu special dan meminta Gamma untuk pulang lebih awal. [Baiklah, Sayang. Aku tidak akan lembur hari ini. Masak yang enak ya.] Demikian balasan yang diberikan,
Read more

BAB 173 — TIDAK MASALAH BAGIKU

“Sekarang, bisa kita mulai bicara? Coba katakan padaku apa yang terjadi denganmu?” Begitulah permintaan Gamma setelah meneguk air putih dalam gelasnya hingga tandas. Tidak ada nada dingin, ataupun kalimat mengintimidasi, hanya tatapan serius yang mengarah kepada sang istri. Ia sedang mencari jawaban dalam manik hitam itu. Gelisah. Demikian yang ia temukan. Entah gelisah mengenai apa, Gamma belum bisa memastikan, tetapi setelah merunut pembicaraan mereka sebelum makan, mungkin hal itu saling berkaitan. Sebenarnya, Gamma sudah meminta penjelasan berulang kali, agar mereka bisa makan dengan tenang, tetapi Serra tidak setuju. Wanita itu meminta agar menikmati makanan dan merayakan hari pernikahan mereka terlebih dahulu. Baru setelah itu, mereka akan bicara. Sepanjang makan pun mereka melupakan sejenak pertanyaan mengganjal yang tersimpan di dalam hati masing-masing. Nyatanya, tak sedikitpun mengurangi keromantisan mereka pada malam hari ini. Sedangkan Serra masih berkutat dengan suapan
Read more

BAB 174 — BERKAS TANPA NAMA

“Untuk apa, Pak Surya ingin datang menemuiku?” Gamma menurunkan sebelah kakinya yang tersilang saat William tiba di hadapannya. Lelaki itu sedang duduk mencermati beberapa pekerjaan di kursi kerjanya. Sementara sang adik baru saja selesai meeting bersama dengan beberapa bawahan di lantai empat. Sebenarnya, hari ini adalah hari yang padat bagi kedua Putra Pranadipta ini. Sejak dirubahnya beberapa struktur pemegang saham juga branch manager di beberapa daerah oleh Gamma beberapa bulan lalu, bisnis mereka berkembang lebih pesat. Ada banyak investor yang ingin menanamkan modal padanya dan relasi baru yang ingin menjalin kerjasama dengannya. “Sebentar! Biarkan adikmu ini bernapas dahulu, Gamma!” sahut William seraya melemparkan diri ke sofa. Lelaki muda itu merebahkan tubuhnya seakan menemukan obat mujarab bagi punggungnya yang sejak semalam menjerit kesakitan. Bagaimana tidak? Sudah dua minggu ini adik Gamma itu bekerja lembur hingga larut malam, kemudian datang pagi-pagi sekali ke Gedu
Read more

BAB 175 — GAGAL SEBAGAI SUAMI

Sesosok perempuan bergaun merah tengah bersandar di ambang pintu. Tangan kirinya menggenggam gelas kaki berisi wine, sedang tangan kirinya memegang sebuah ponsel. Bibirnya tersenyum puas dengan sebuah pesan yang baru saja dikirimkan. Lalu mencerup cairan berwarna hitam itu dengan rasa bahagia. Rossa Anindita. Model ternama yang tengah kehilangan nama, harta, dan popularitasnya karena sebuah kesalahan di masa lalu. Dunianya memang telah hancur, dan karirnya mungkin lebur, tetapi itu semua tidak akan pernah memadamkan api dendam yang sejak dulu membara. Ya, dendam yang berkobar atas nama Gamma Dirgantara Pranadipta. “Apa lagi yang kau kirimkan ke rumah Gamma?” tegur seorang pria berbadan jangkung. Adam, suaminya. Pria itu datang sembari membawa beberapa dokumen dalam tangannya. Entah apa yang telah dilihat, tetapi sorot mata Adam begitu tajam menatap ke arah istrinya. “Hanya kumpulan memori yang pernah kuabadikan,” jawab Rossa datar sebelum meneguk anggur hitam dalam gelasnya. Ada
Read more

BAB 176 — POLAROID

“Biar aku saja yang masak kalau kau mual.” Gamma menghampiri istrinya yang sedang sibuk mengaduk nasi goreng. Wanita itu mengaduk masakannya dengan sebelah tangan, sementara tangan yang lain menutup mulutnya. Menahan mual akibat mencium aroma bawang. Biasanya tidak apa-apa, tetapi tidak tahu apa yang menjadi sebab wanita itu merasa dua suing bawang putih sudah terlalu pengar bagi hidungnya pagi. Lalu, berujung mual dan muntah di wastafel. Gamma sendiri sudah meminta Serra untuk menyudahi kegiatannya sejak tadi. Bahkan sudah meminta untuk mengganti menu, mungkin telur mata sapi adalah opsi paling ringan untuk sarapan pagi ini. Sayangnya, Serra menolak karena tidak tega membiarkan suaminya hanya makan dengan telur ceplok saja. Hebatnya, Serra masih berjuang, meracik bumbu-bumbu itu meski harus menahan rasa enek ketika bawang-bawangan itu ditumis menjadi satu. “Tidak apa-apa, ini hampir jadi,” jawab Serra kemudian membuang napas panjang seraya mengusap dadanya. Harus ia akui, pagi ini
Read more

BAB 177 — TRUST

Gamma menutup pintu utama rumahnya dengan hati-hati. Jika tidak, derit yang ditimbulkan papan berbahan kayu itu akan membuat kegaduhan di malam hari. Seperti yang ia sampaikan kepada calon anaknya tadi pagi, hari ini ia pulang sedikit larut. Ada banyak pekerjaan yang harus dibahas meski harus berujung pada punggung yang terasa pegal. Mungkin, besuk pagi ia akan meminta Anna memanggil ahli refleksi. Sembari memijat bahunya sendiri, Gamma menapaki lantai rumahnya. Hanya ada tiga hal yang menjadi tujuan, segera ke kamar, mandi, kemudian tidur. Namun, semua rencana yang ia susun dalam kepala teralihkan begitu saja ketika mendapati sesosok perempuan sedang bergelung nyaman di sofa ruang tengah. Layar televisi yang menampilkan sebuah pertunjukan drama sinetron itu dibiarkan menyala di hadapannya. Gamma lantas meletakkan tas kerja juga jas yang telah ia lepas di sofa yang kosong. Dengkuran halus terdengar, menyiratkan betapa pulasnya wanita ini. Ingin membangunkan tetapi tidak tega, membia
Read more

BAB 178 — WARAS ATAU TIDAK?

Panjang umur.Itu dua kata pertama yang muncul di kepala Gamma saat Rossa — wanita yang kemarin siang hampir membuat keributan dalam rumah tangganya — berani menampakkan diri di kantornya hari ini. Kehadiran mantan kekasihnya itu cukup merepotkan sebab ia harus menunda beberapa pekerjaan, tetapi sekaligus meringankan karena Gamma tidak perlu repot-repot membuang tenaganya hanya untuk menemui Rossa.Tidak tahu apa maksud kedatangannya hari ini. Yang jelas, prasangka Gamma tidak pernah baik kepadanya. Kini mereka berdua sedang berada dalam ruangan yang sama. Baik Rossa maupun Gamma sama-sama menghadirkan aura dingin hingga membuat ruangan itu hampir beku rasanya.“Sudah puas?” sembur Gamma begitu Rossa duduk di hadapannya.Wanita itu meletakkan tasnya di meja, kemudian segera menggeser bola mata ke arah Pria yang duduk pada kursi kebesarannya. “Sudah puas apa maksudmu?”Gamma tersenyum miring. “Kau pikir, aku tidak tahu apa yang kau lakukan kemarin siang, hm? Menelpon istriku dan mengat
Read more

BAB 179 — NODA MERAH

Percecokan dua manusia yang pernah menjalin hubungan itu terhenti ketika Rossa dengan tanpa rasa malu memeluk erat tubuh Gamma. Entah setan apa yang merasuki tubuh wanita gila ini, Gamma tidak tahu. Satu hal yang pasti perlakuan mantan kekasihnya itu membuat perutnya bergejolak. Mual, jijik, ah rasanya ingin mengeluarkan isi perutnya saat ini. Berulang kali Gamma berusaha mengurai tangan yang melingkar secepat mungkin, mengibas, bahkan mendorongnya sekuat tenaga, tetapi tautan itu tetap tidak terlepas. Semakin ia memaksa, semakin erat pula Rossa memeluknya. Hal ini tentu membuat Gamma geram. Sementara dibalik kaca yang tak begitu lebar dua matanya menangkap sesosok perempuan yang sedang berbicara dengan sekretarisnya. Serra, istrinya. Wanita itu berdiri membawa sebuah tas berwarna senada dengan bajunya. Bisa Gamma pastikan jika benda yang dibawa adalah makan siangnya. Astaga! apa jadinya jika Serra melihat ini semua? “Menyingkir!” titah Gamma dengan nada penuh peringatan. Dua mata
Read more

BAB 180 — KOPI DAN PERNIKAHAN

Berumah tangga itu ibarat sebuah kopi dan sepasang suami istri adalah baristanya. Mau diracik seperti apa, itu tergantung keinginan mereka berdua. Semua fakta berbicara bahwa kopi memang selalu pahit. Tetapi bagi para penikmatnya, ada manis yang tersembunyi di setiap cerupan. Untuk memperkuat rasa dan aroma bisa ditambahkan apa saja. Susu, krimmer, santan, or anything else. Sama halnya dengan pernikahan, akan seperti apa aroma dan rasa rumah tangga tergantung komponen apa yang ditambahkan di dalamnya. Setiap barista memiliki resep dan takaran yang berbeda. Begitu juga dengan pernikahan. Resep yang mereka buat terkadang tidak pas, mungkin juga bila dibandingan dengan milik orang lain hasilnya akan berbeda. Tetapi itu wajar, tidak ada barista yang sempurna. Kadang hasilnya manis, kadang pahit yang lebih mendominasi, tetapi di beberapa kesempatan rasanya sempurna. Ya, seperti itulah minum kopi. Kalau hanya mau yang manis maka jangan minum kopi, tapi carilah sirup. Yas, ibaratnya hidup s
Read more
PREV
1
...
1617181920
...
29
DMCA.com Protection Status