Semua Bab Istri yang Terpaksa Kau Nikahi: Bab 151 - Bab 160

286 Bab

BAB 151 — AKU HANYA BUTUH UANG!

Di tempat lain. Suara ketukan pada pintu kayu jati itu terdengar sedikit arogan. Lebih tepatnya mungkin bisa disebut sebagai gedoran. Tiga kali Gamma melakukan hal yang sama dengan William yang berdiri di belakangnya, tak jua membuat sang pemilik rumah menampakkan batang hidungnya. Jika kalian menduga mereka sedang berada di rumah Bu Ambar, maka selamat, kalian benar. Beberapa menit yang lalu dua pria itu tiba di halaman rumah yang nampak asri ini. Walau harus tersasar sekian meter, tetapi setelah bertanya pada beberapa orang akhirnya mereka menemukan bangunan yang terselip di antara gang-gang kecil ini. Itu artinya, Gamma membohongi Serra? Bukan disebut begitu juga. Sebab lelaki itu memang datang ke kantor dan menemui Arsen sungguhan. Jadwal yang seharusnya diagendakan hari Senin, mereka batalkan sebab Arsen tak bisa datang karena sebuah urusan di Bali sedangkan orang kepercayaannya itu sudah memesan tiket untuk terbang nanti malam. Dan pada akhirnya mereka memilih untuk bertemu h
Baca selengkapnya

BAB 152 — SEBUAH TAMPARAN

“Kau akan percuma jika melaporkannku kepada polisi, Gamma. Tuan Bian dan Nyonya Rossa telah membayar beberapa orang agar tidak menyelesaikan dan mengusut semua perkaramu,” ujar Bu Ambar setelah diberikan waktu untuk berbicara oleh Gamma. Dengan sebuah perjanjian Bu Ambar akan memberikan informasi dan Gamma tidak akan membawanya kepada polisi. Lelaki itu hanya mengiyakan saja. Wanita paruh baya itu masih dalam posisi berdiri. Entah karena ketakutan atau teringat perihal rasa manusiawi, akhirnya wanita paruh baya itu mengungkapkan sebuah fakta yang selama ini menjadi pertanyaan bagi Gamma dan William. Tentang pihak berwajib yang tidak bertanggung jawab. Dan ketika Mendengar jawaban itu, seketika batin Gamma tertawa. Oh, pantas! Pantas saja perkara yang sudah berbulan-bulan lamanya itu tidak pernah tuntas. Jadi karena itu? Selama ini memang otaknya selalu menuntut penjelasan, merasa janggal dan ada yang tidak beres dengan penyelidikan kasus-kasus yang ia ajukan. namun, demi menghorma
Baca selengkapnya

BAB 153 — BUTUH ANGIN MALAM

“Jangan bicara ngawur!” Gamma meringis saat menahan rasa nyeri pada sudut bibirnya. Tubuh lelaki itu sedikit tersentak ke belakang saat sang istri mengatakan kalimat peringatan dengan suara lantang. Dua kelopak mata terkulai, spontan terpejam kala pipinya perlahan mulai terasa panas akibat keplakan tangan yang cukup bertenaga. Saking kuatnya kepala Gamma sampai tertoleh ke arah berlawanan. Argh! Mimpi apakah ia semalam? Dalam hati sudah khawatir dengan kemungkinan terburuk yang harus ia hadapi —mungkin Serra menangis, atau malah pingsan seperti ibunya kemarin—Gamma justru mendapat sebuah gamparan. Sungguh saat ini lelaki itu merasa dirinya sebagai seorang bajingan. Sebab selama menikah, ini adalah tamparan ke sekian dari istrinya sendiri. Sementara itu, sang pelaku tampak merasa bersalah. Terlihat jelas di wajah Serra, bagaimana penyesalan melucutinya. Tangan yang digunakan untuk melayangkan bogem mentah tadi terkepal ringan lalu melemas dan turun perlahan. “Kau berani menampar su
Baca selengkapnya

BAB 154 — INGAT ISTRI, JAGA KESEHATAN HATI

Di sebuah taman, di rooftop rumahnya sendiri Gamma merenung. Memanggil angin malam, melemaskan tubuhnya yang terasa kaku. Sesekali memijat tangannya sendiri, menghalau rasa nyeri yang datang dan pergi sesuka hati. Dua jam yang lalu amarah penguasa tahta Pranadipta itu memuncak lalu meledak, bagai gunung api yang sedang erupsi. Tak ayal, sebuah dinding bermotif bata mendadak jadi lawan tinju tanpa kompensasi. Kendati demikian, api yang berkobar itu hanya tinggal bara saat ini. Lainnya telah menjadi abu, dilebur hawa dingin dari udara yang berhembus. Mulanya, sisi gelap Gamma memerintahkan pergi, kalau bisa sejauh-jauhnya dari rumah ini. Mungkin sebotol alkohol dalam vodka bisa jadi sebuah pelampiasan emosi yang masih berapi-api. Namun, sisi lain dalam hatinya memperingati, untuk tidak melakukannya lagi. Sudah cukup, jangan diulangi. Ingat istri dan jaga kesehatan hati. Toh, ia tak bisa menghubungi William saat ini. Ponsel saja ia tinggalkan di kamar tadi, bersama istrinya yang enta
Baca selengkapnya

BAB 155 — MENJEMPUT SERRA

“Ibu sepakat untuk mengadakan grand opening Sintara Hotel di Bali minggu depan.” William meletakkan computer jinjing yang dibawanya ke atas meja di depan sofa milik Gamma setelah berhasil menghempaskan diri pada kursi berbahan kulit. Lelaki itu baru saja menghadiri rapat bersama sang ibu dan beberapa orang di ruang meeting membahas agenda grand opening hotel yang baru selesai digarap. Gamma memang tidak ikut karena ia ada kepentingan lain menyambut tamu asal Rusia yang berkunjung pagi ini. Ya, Ada tiga proyek yang sedang mereka garap di pulau seribu pura itu. Dua hotel dan satu kondominium. Satu hotel bernama Sintara dan satu hotel lainnya bernama Candrakumara. Untuk Candrakumara Hotel proyeknya sudah selesai beberapa bulan yang lalu, telah diresmikan sendiri oleh Romana—selaku pemilik— dan sekarang sudah beroperasi. Sementara Sintara Hotel baru selesai pengerjaan finishing interior beberapa hari yang lalu disusul dengan kondominium yang ditargetkan selesai sebentar lagi. Sedang pr
Baca selengkapnya

BAB 156 — RASANYA DIABAIKAN

Di rumah Gamma. Bibir Serra mendesis pelan ketika merasakan sebuah nyeri yang tiba-tiba menjalar di perutnya. Dahinya berkerut dalam menyiratkan betapa sakit yang sedang ia tahan, sesekali meniup napas panjang lalu mengusap perutnya agar mereda. Entah apa sebabnya, ia tidak tahu, beberapa hari terakhir perutnya sering terasa seperti ini, bahkan kerap kali disertai mual. Namun, frekuensinya tidak tentu, kadang hanya sebentar lalu hilang, tetapi kadang lama sampai-sampai ia harus mengistirahatkan tubuhnya lebih dulu baru nyeri itu pergi. Mungkin karena haid yang sejak kemarin belum juga muncul, pikirnya. Ya, sejak masa nifasnya berakhir, periode datang bulannya jadi tidak teratur. Malah, pernah selama dua bulan berturut-turut ia tidak mengalaminya. Moodnya berubah menjadi lebih sensitive, kadang emosi bisa datang padanya secara tiba-tiba. Hal itu jelas mengganggu aktivitas dan membuatnya tak bisa bergerak leluasa. Seperti sekarang ini. Ia sedang disibukkan dengan baju-baju Gamma y
Baca selengkapnya

BAB 157 — PENGAKUAN BIAN

Lima belas menit lamanya kuda besi yang ditumpangi Gamma dan Serra melaju, membelah jalanan kota yang lumayan padat. Hari memang terik, tetapi nampaknya orang-orang tak peduli.Sedang di dalamnya, Sepasang suami istri itu masih bertukar geming. Deru mesin mobil ini yang sejak tadi menemani.Sesekali klakson kendaraan lain berteriak menjadi pelengkap riuhnya jalanan. Ada yang dipukul kencang seakan memberikan peringatan, ada pula yang dibunyikan berkali-kali layaknya melayangkan protes kepada sang pengemudi. Yang pasti bukan Gamma, lelaki itu masih cukup waras untuk berkendara di jalanan. Bahkan sejak tadi fokusnya tak teralihkan, dua manik hitam itu tak sedikitpun melepaskan pandangan dari bulevar di hadapannya dengan kedua tangan yang masih setia mengendalikan setir kemudi.Sementara Serra yang duduk di sampingnya juga enggan membuka pembicaraan. Wanita itu memilih mengalihkan pandangan ke luar jendela. Kendati dalam hatinya telah menumpuk segudang pertanyaan, termasuk mengapa Gamma
Baca selengkapnya

BAB 158 — MAAFKAN AKU, GAMMA

“Kau tidak ingin makan malam dulu?” Serra menyodorkan secangkir air teh hangat kepada Gamma yang sedang sibuk menatap computer jinjingnya. Sepulang dari gedung tahanan tadi, lelaki itu langsung menuju ruang kerja dan menyibukkan diri di sana. Sudah dua jam lamanya— bahkan jam makan malam—dilewatkan. Gamma bergeming, seakan tak berminat dengan tawaran Serra atau sekedar mengucapkan terima kasih seperti biasanya jika mengantar teh. Lelaki ini memang pandai membuat suasana hatinya naik turun seperti roller coaster. Kadang manisnya kebangetan, kadang hangatnya memabukkan, kadang romantis sampai Serra malu kepalang, tapi jika sedang marah, ya seperti ini, dingin semacam kulkas berjalan. Padahal beberapa jam sebelumnya Gamma memeluknya begitu erat, menenangkannya dengan lembut hingga tangisnya reda. Tetapi sampai di mobil sikapnya kembali seperti semula. Jujur saja Serra jengah bertengkar, tetapi bagaimana lagi jika ini adalah kesalahannya. Kebodohan yang tak kunjung hilang darinya. Sema
Baca selengkapnya

BAB 159 — GAGAL SEJAK AWAL

“Ibu rindu kamu, Gara.” Gerakan tangan Gamma seketika terhenti ketika mendengar suara Serra yang lamat-lamat di telinga, alhasil pria itu hanya berakhir menyentuh gagang pintu. Ingin mendorong lebar-lebar tetapi hatinya mendadak ragu. Dadanya bahkan saat ini terasa bagai tertinju. Alhasil pria itu mengurungkan niat dan memilih mengintip apa yang sedang dilakukan oleh Serra dari celah pintu. Dari renggangan yang sedikit terbuka, bisa Gamma lihat dengan jelas bagaimana Serra sedang meringkuk di atas bed kasur seraya memeluk sebuah guling kecil berwarna biru. Mata wanita itu terpejam dan bibirnya mengeluarkan isakan. Sudah tidak perlu ditanyakan lagi jawabannya. Serra menangis. Menangis karena perlakuan Gamma, atau karena benar-benar merindukan Anggara? Entah, tetapi boleh jadi, keduanya. namun, sepertinya, Serra yang di dalam sana sepertinya belum menyadari kedatangan sang suami. Tidak mengetahui jika ada sosok lain yang sedang mengintainya dari pintui yang sedikit terbuka. “Ibu sed
Baca selengkapnya

BAB 160 — TES LAGI

Serra mondar-mandir di depan kamar mandi —lebih tepatnya di depan wastafel—sembari meremas tangan, sesekali memijat kepala dengan ibu jari. Nampak gugup dan cemas. Di meja berbahan marmer itu terdapat sebuah gelas kecil berisi cairan berwarna kuning. Ya, jangan ditanya lagi cairan kuning itu apa. Sudah jelas urine yang ia tampung. Wanita itu tidak yakin, tetapi pagi ini ia merasakan mual yang begitu hebat. Kepalanya terasa sedikit pusing, dan datang bulannya tidak kunjung datang. Gejalanya sama persis, saat ia hamil Anggara dulu. Mungkinkah ia hamil saat ini? Entah. Tetapi boleh jadi, bisa terjadi. Hubungannya dengan Gamma berangsur pulih seminggu ini, bahkan setelah kejadian tertidur di kamar Anggara, mereka terlihat tak memiliki beban sama sekali. Semua seperti sudah lepas, plong rasanya. Komunikasi keduanya terjalin baik, hubungan ranjang pun semakin intim. Bahkan, tak bosan-bosan Gamma dan Serra melakukan itu lagi dan lagi. Masalahnya, sekarang Serra bingung, harus melakukan
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1415161718
...
29
DMCA.com Protection Status