Home / Pernikahan / Istri yang Terpaksa Kau Nikahi / Chapter 141 - Chapter 150

All Chapters of Istri yang Terpaksa Kau Nikahi: Chapter 141 - Chapter 150

286 Chapters

BAB 141 — OPTIMIS KEMBALI

Semuanya hening. Napsu makan semua orang di meja makan itu seketika menjadi hilang. Bahkan William dan Alisha pun turut menegang. Kepergian Serra menyisakan tanda tanya besar bagi seisi ruangan, terutama Romana yang merasa ada yang aneh sejak tadi. Apa yang terjadi pada menantunya itu? Apakah ia sudah salah bicara hingga membuat Serra menjadi murung dan meninggalkan mereka begitu saja? Mengapa istri Gamma itu menjadi sentimental ketika membahas seorang anak. “Gamma, What happened?” tanya Romana kepada putera sulungnya. “Kenapa istrimu tiba-tiba meninggalkan tempat ini? Apa ibu sudah salah bicara?” Romana meletakkan alat makannya kemudian menyandarkan punggungnya pada kursi berwarna merah. Dua matanya menyorot Gamma menanti penjelasan darinya. Sudah jelas ibunya salah bicara, tetapi apa yang bisa Gamma katakan? Tidak mungkin ia membahas semuanya di sini, terlebih ada Alisha yang belum mengerti bagaimana kehiupan Gamma dan Serra sebelumnya. Lelaki itu lantas menghela napas berat menc
Read more

BAB 142 — TIDAK TERLALU BERHARAP

“Gamma …. Aku gugup, aku takut!” Dua menit yang lalu, Serra mengucapkan kalimat itu dan kali ini terdengar kembali di telinga Gamma. Entah sudah berapa kali Serra mengatakan hal yang sama, ia tak menghitungnya. Lelaki itu tahu jika istrinya merasa cemas. Sejak tadi Serra tidak bisa duduk dengan tenang. Kakinya bergerak-gerak mengguncang tubuhnya sendiri. Tangannya meremas-remas rok yang sedang dikenakan seraya menggigit bibir. Berbeda dengan dirinya yang tampak tenang menatap koridor yang lengang bahkan masih bisa tersenyum ketika beberapa tenaga medis menyapa dan menyalaminya. Namun, jangan salah, sebenarnya rasa gelisah yang sama juga melanda hati pria itu. Dadanya pun sejak tadi bergemuruh bak debauran ombak lautan yang menghempas pantai. Lalu rasa khawatir yang seenak hati datang dan pergi. Menghampiri, lalu pergi, kemudian datang lagi. Ah, Itu membuat hatinya tak bisa tenang. Hanya saja, lagi-lagi ia harus menampakkan kejantanannya sebagai seorang pria. Jika ia turut lemah, sia
Read more

BAB 143 — JUJURLAH PADAKU!

Di waktu yang sama, Pranadipta Group. Kehadiran Nyonya Besar Pranadipta seketika membuat semua orang menundukkan kepala. Tak jarang pula beberapa orang membungkukkan badan menyambut kedatangannya. Kendati sudah tak bekerja di kantor ini, wanita itu masih menjadi primadona bahkan lebih dihormati layaknya direktur mereka sendiri. Romana memiliki jadwal menghadiri meeting dengan beberapa petinggi perusahaan, termasuk William dan Gamma untuk membahas proyek kondominium yang mereka bangun di Bali sejak Sembilan bulan yang lalu dan Proyek itu akan rampung beberapa bulan lagi, dan kini mereka sedang merencanakan program yang akan mereka lakukan untuk memasarkan bisnis mereka tersebut. Sebenarnya meeting dilakukan setelah makan siang, tetapi Romana sengaja datang tiga puluh menit lebih awal untuk bertemu dengan kedua putranya terlebih dahulu, bermaksud membahas beberapa hal krusial. Sayangnya, ketika ia datang di ruangan direktur utama, ia hanya menemukan laptop yang tertutup dan kursi kebe
Read more

BAB 144 — DOA IBU MENYERTAIMU

“Seharusnya aku yang menuntut penjelasan, kenapa ibu datang dan tiba-tiba bertanya padaku dengan nada tinggi seperti ini?” Gamma meletakkan ponsel yang digunakannya kembali ke atas meja. Selanjutnya tangan pria itu beralih pada laptop yang tertutup, membukanya, dan menekan tombol powernya. Sementara Romana yang tak kunjung mendapatkan jawaban menggeram dalam hati, ia menarik napas dalam seraya mengepalkan kedua tangan di samping tubuhnya. Tak lupa Sebuah bidikan tajam masih ia tujukan kepada Gamma. “Jelaskan padaku kenapa kau meninggalkan kantor siang ini!” kata Romana seraya bersedekap di hadapan Gamma. Setiap kata yang diucapkan Romana penuh penekanan seakan memperingati putranya untuk tidak mengalihkan pembicaraan. Sebelum menikah dengan Serra, anak laki-lakinya ini tak pernah berani untuk menyembunyikan sesuatu, bahkan sekecil apapun hal itu Gamma akan selalu jujur ketika ia bertanya. Tetapi lihatlah kali ini. Dua mata pria itu pun tak berani menatapnya dan topik pembicaraan sel
Read more

BAB 145 — HARUS BERTEMU DENGAN SERRA!

Agenda meeting yang seharusnya dimulai beberapa menit lagi ditunda menjadi hari lusa. Semua karena Romana tidak sadarkan diri dan membuat sebagian orang di kantor ini panik. Tak terkecuali Gamma, ia langsung memerintahkan Anna untuk memanggil dokter pribadi sang ibu. Walaupun sebenarnya lelaki itu tahu jika ibu kandungnya itu hanya syok selepas mendengar pernyataannya beberapa saat yang lalu, tetapi ia ingin memastikan bahwa tidak ada masalah lain pada kesehatan Romana saat ini. Dan sekarang, ibunya sudah mendapatkan penanganan. Dokter yang menangani mengatakan bahwa nyonya besar Pranadipta itu bisa pulang setelah siuman. “Jadi kau menceritakan semua yang kau ceritakan padaku ini pada ibu juga?” William menodongkan pertanyaan itu setelah Gamma selesai menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Dua pria itu sedang duduk pada sofa di ruang direktur utama, sementara Romana masih terbaring di ruang istirahat milik Gamma ditemani dengan Nara dan Anna. Anggukan pelan diberikan oleh Gamma.
Read more

BAB 146 — AKU HAMPIR GILA, BU!

Diijinkan mengurus sebuah cafetaria membuat Serra semakin bertekad untuk belajar dengan dunia yang digeluti suaminya. Bedanya, jika Gamma sudah sampai dengan akar-akarnya, Serra hanya belajar apa yang tampak dipermukaan. Mengenai sistem, cara menjalankan bisnis, dan apa saja hal yang harus diperhatikan dalam berbisnis. Dan, karena Serra akan menjalankan bisnis dalam bidang food & beverage, ia juga harus belajar banyak hal mengenai menu-menu yang sering dijual di café pada umumnya. Kendati banyak hal yang belum ia mengerti tetapi Serra berusaha untuk memahami. Well, semakin banyak kita belajar semakin banyak hal yang tidak kita ketahui, bukan? Benar. Itulah yang Serra rasakan. Saat ini, wanita itu sedang duduk di depan sebuah televisi. Layarnya dibiarkan menyala begitu saja. Dengan memegang pulpen di tangan kirinya, Serra mencermati sebuah resep makanan. Dua bola matanya bergerak ke kanan dan ke kiri memindai kata demi kata yang tercetak rapi di sana. Sesekali membolak-balikkan kerta
Read more

BAB 147 - TAK ADA MANUSIA YANG SEMPURNA

Serra meletakkan dua cangkir teh yang sudah diseduh sebelumnya di hadapan sang ibu mertua dan suaminya. Romana dan Gamma masih sama-sama bertukar geming membuat suasana di ruang tengah ini tegang. Kendati sudah tak beradu argumen, tetapi lirikan mata keduanya masih membawa aura pertengkaran. Masih terlihat jelas oleh Serra bagaimana otot rahang mereka masih mengencang. Hanya bisa berharap, semoga saja teh hangat yang dibuatnya ini mampu meredakan amarah dalam hati ibu dan anak itu. Setelah mengambil nampan yang digunakan sebagai alas, Serra menyimpannya pada rak di bawah meja. Setelahnya wanita bertubuh ramping itu mendudukkan diri pada ruang kosong di sebelah suaminya. Serra sudah mempersilakan keduanya untuk menenangkan diri dengan minum teh terlebih dahulu, akan tetapi tak jua ada yang menjamah cangkir bening itu. Bahkan sampai detik itu pula belum ada yang mau membuka suara untuk memecah keheningan. Akhirnya Serra yang menghela napas dalam, mengumpulkan keberanian dalam hatinya u
Read more

BAB 148 — SIALAN!

Sejak membicarakan semua permasalahannya pada sang ibu, hidup Gamma terasa berbeda dari sebelumnya. Walaupun masih tersisa sebuah keresahan hati, setidaknya beban yang cukup berat itu sudah pergi. Tidak sepenuhnya, tetapi cukup melegakan. Pundak lelaki itu terasa ringan sekarang. Hidupnya bahkan cukup lebih tenang pasca sang ibu bisa menerima semua kekurangan istrinya. Sungguh, jika saja Romana tak sebaik ini, mungkin saja ia memilih bunuh diri. Ia jamin tak akan sanggup melihat kedua perempuan yang ia cintai harus tersakiti. Namun, nyatanya, Tuhan masih memberikan secercah kebahagiaan dalam takdir hidupya. Dan itu cukup membuatnya tidur dengan nyaman. Seperti hari ini, misalnya. Lelaki itu masih tertidur pulas di atas ranjang, menyelami mimpi indahnya. “Gamma …. Gamma bangun, William mencarimu.” Serra menggoyang-nggoyangkan lengan suaminya yang masih meringkuk nyaman di balik selimut tebalnya. Selimut berwarna putih itu diturunkan sedikit olehnya agar udara dingin pada air conditi
Read more

BAB 149 — BALA BANTUAN DAN RENCANA WILLIAM

“Bangsat!” Umpatan kasar itu telah meluncur dari bibir Gamma. Tangan yang sejak tadi mengepal akhirnya melampiaskan apa yang sejak tadi diredam. Lelaki itu menggebrak meja berbahan kayu jati dihadapannya dengan cukup keras hingga air teh dalam cangkirnya hampir meruap ke dasar meja. Sementara William, masih terdiam. Lelaki itu bahkan masih berekspresi datar, seakan tak mengambil masalah soal gebrakan itu. Bagaimana tidak? Sejak kecil mereka hidup berdampingan, sudah mengerti kepribadian mereka satu sama lain dan ia sudah biasa dengan sikap temperamental Gamma. Mungkin lebih tepat disebut kebal. Dan, biasanya jika Gamma naik pitam seperti ini, maka kakaknya itu tak akan bisa berpikir dengan bijaksana. Kepalanya bak penuh dengan air keruh. Namun, untuk kali ini, William tak melihat kepanikan itu. Justru ekspresi Gamma saat ini membuat William penasaran. “Ada informasi kabur kemana dia?” tanya Gamma kembali setelah mendecakkan bibirnya. Satu tarikan napas panjang telah diambil lalu di
Read more

BAB 150 — INISIAL PADA SELEMBAR GAMBAR

 Serra sedang sibuk mengaduk saus kari jepang yang hampir mendidih dalam wajannya. Ya, lagi-lagi ia berjumpa dengan kentang, wortel, dan bumbu kari block. Sudah tak terhitung berapa kali dalam minggu ini ia membuat menu yang sama. Wanita itu sendiri juga bosan dengan makanan ini, tapi apa boleh buat ia harus tetap meraciknya. Apa lagi kalau bukan karena permintaan Gamma? Tidak tahu apa yang menjadi sebab, tetapi setiap kali ditanya menu lelaki itu selalu menjawab hal yang sama. Kari jepang, dengan ayam katsu saja. Padahal, ada banyak menu lain yang Serra tawarkan. Tapi ya sudahlah, namanya permintaan suami, sebagai istri yang baik menuruti agar suami bahagia adalah kewajibannya, bukan? Lima belas menit lamanya, Serra berkutat dengan dapur ini. Semula hanya bunyi api dan letupan saus yang terdengar. Namun, gendang telinganya tiba-tiba terusik saat menangkap derap langkah yang terkesan buru-buru. Dan, benar sa
Read more
PREV
1
...
1314151617
...
29
DMCA.com Protection Status