Keduanya tertawa. Lalu mendadak terdiam. Hening, seperti disengaja untuk memberi kesempatan pada suara ombak.“Bagaimana?” tanya wanita itu mengambang. Fatih menoleh, tersenyum pias. Lalu, mengenakan kacamatanya kembali.“Apanya?” jawab Fatih pura-pura bodoh.“Siap move on?”Fatih menghela nafas berat, kemudian mengembuskan perlahan. Sumpah demi apapun, dadanya sangat sakit.“Sudah.”“Lalu?”“Ayo kita mulai.”“Hahaha ...!” Wanita itu tertawa lebar, bahkan lebih keras terdengar dari suara deburan ombak.“Apa semiris itu Gue di mata Lo?” Fatih bertanya sambil melempar pandang ke lautan lepas.“Iya. Lebih miris saat Gue tinggal nikah. Lo terlihat biasa saja meski sakit hati, tapi sekarang, Lo seperti mayat hidup, berjalan tapi tak bernyawa.”“Sialan, Lo.”“Jadi, di mana pastinya ini? Keburu mau balik Gue.”“Kenapa mesti buru-buru?”“Gue punya bayi.”“Dio?”“Gundulmu! Anak Gue yang kedua umur tiga bulan dan masih ASI. Buruan, cari tempat atau tegak di sini saja?”“Sahida. Dari dulu gak pe
Terakhir Diperbarui : 2022-12-30 Baca selengkapnya