"Suster, sebenarnya aku masih kangen. Apa Suster tidak kangen juga padaku?"Aku hanya bisa menatapnya lama tanpa tahu harus menjawab apa. Merasakan seakan ada kupu-kupu yang menggelitik di hati sekaligus rasa geli atas kepedean pasien di hadapanku ini."Sus, kok ngelamun? Sedang membayangkan masa depan kita berdua ya?" tanya Romi sambil tertawa. Aku mengibaskan tangan di depan wajah Romi. "Ada-ada saja kamu, Rom! Ya sudah, sekarang saya pergi beneran lo."Aku berlalu perlahan dari hadapan Romi. "Sus, berhenti sebentar. Sebenarnya saya sakaw!" Lagi-lagi suara Romi membuatku menoleh. Aku mendekat lagi padanya seiring dengan debar jantung yang semakin cepat. Senyum Romi semakin terkembang melihat aku mendekat. Ah, aku bingung. Pikiran ingin membebaskan sertifikat tanah rumah sakit ini, ingin membebaskan Romi, dan ingin menolong Dimas mendapatkan haknya kembali berputar-putar dalam kepala. 'Kenapa jadi ngurusin masalah orang sih.'"Kamu sakaw, Rom? Kamu 'ngobat' ya?" tanyaku prihatin
Baca selengkapnya