Semua Bab Surat dari Pasien Rumah Sakit Jiwa : Bab 11 - Bab 20

83 Bab

Bab 11. Penjelasan dari Pengacara Romi

"Astaga. Mbak puter balik dan pulang sekarang!" terdengar suara Roy yang panik dari seberang telepon sebelum ketiga lelaki itu mendekat dengan cepat kearahku dan tanpa aba-aba melayangkan pukulannya padaku.Buaagh!Refleks kutepis tangan begundal itu sampai beradu dengan tanganku. Laki-laki bertubuh gempal itu menarik tangannya dan mundur selangkah lalu berbisik pada temannya si Gundul.Terasa agak nyeri juga di tangan kananku. Segera aku berdiri dan melompat dari motor. Kumasukkan ponsel ke saku tanpa mematikannya.Hap!Aku masih melihat si Gempal dan si Gundul saling berbisik. Sementara itu si Jangkung mendekatiku.'Pasti si Gempal dan si Gundul membicarakan kekuatan ototku. Huh, mereka kira mudah mengalahkan aku. Mereka salah!'"Kamu juga mau nantangin saya? Saya gak tahu ya situ siapa! Saya pantang nyari musuh. Tapi kalau ada musuh mendekat, saya pantang lari!" Seruku pada si Jangkung.Aku memasang kuda-kuda saat melihat si Jangkung bersiap memukulku.Dan benar saja, si Jangkung m
Baca selengkapnya

Bab 12. Bekerja Sama dengan Pengacara Romi

Aku tersipu. "Sebenarnya hubungan saya dan Romi adalah hanya sekedar pasien dan susternya saja. Lagipula saya melakukan hal ini karena ingin menyelamatkan puluhan pasien rumah sakit jiwa yang terancam telantar jika tanahnya dimenangkan oleh keluarga Romi, padahal Om saya selaku direkturnya saat ini telah menerima hibah tanah tersebut dari temannya 15 tahun yang lalu.""Oh ya? Hanya itu saja?" tanya Pak Jamal seraya menaikkan sebelah alisnya."Tentu saja," sahutku yakin.Pak Jamal tertawa. "Sebenarnya klien saya tidak mengalami gangguan jiwa.""Loh kok bisa?" sahutku penasaran. Sebenarnya ada rasa bahagia mendengarnya. Berarti ada kesempatan untuk mengenalnya lebih jauh. Eh. "Jadi begini, saat itu pak Dion akan bebergian keluar kota untuk mengurus keperluan bisnis. Romi sangat yakin saat itu mobilnya dalam keadaan normal, karena baru saja dikendarai oleh Romi pulang dari kampus. Tapi saat dikendarai oleh pak Dion tiba-tiba remnya blong. Dan beberapa saksi mata mengatakan bahwa saat it
Baca selengkapnya

Bab 13. Saudara Tiri

Om Andri terkejut dan menatapku. "Apa kamu bilang?"Aku menatap Om Andri lekat-lekat. "Om mau kan menyelamatkan rumah sakit tempat Om bekerja?""Absolutly, Yes!" Seru om Andri yakin."Karena itu mari bebaskan Romi dan bantu memindahkan dia ke tempat yang aman. Gimana?"Om Andri terlihat kebingungan. Akupun menceritakan padanya tentang pengacara Romi dan surat-surat Romi. Tanpa mengikutkan bagian yang dikeroyok para begundal.Om Andri terlihat kaget dan beberapa kali menggelengkan kepala saat mendengar ceritaku."Kamu sangat keren! Aku tidak menyangka kamu begitu berani memperjuangkan rumah sakit jiwa ini!"Aku tersenyum. "Saya hanya tidak ingin para pasiennya terancam tidak punya tempat bernaung. Mereka sudah cukup tergilas oleh ujian mengalami gangguan jiwa. Jika mereka kehilangan rumah sakit ini, saya tidak bisa membayangkan mereka akan kemana selanjutnya. Karena itu Om, mari kita berjuang bersama.""Kamu yakin bahwa setelah Romi kita bebaskan, dia akan menyerahkan sertifikat tanah
Baca selengkapnya

Bab 14. Pengacara yang Kecelakaan

Flash back on :'Tragedi gendong menggendong barusan memang hal yang memalukan. Mungkin sebaiknya aku meminta maaf terlebih dahulu pada Roy,' bisik hatiku. Aku menghela nafas dan memutuskan keluar kamar setelah hampir 2 jam tertidur. Dengan mengendap-endap, aku melihat situasi. Sepertinya sepi. Entah kemana Roy. Kalau Anita jelas masih sekolah. Jam di dinding masih menunjuk angka 12.Aku menghela nafas saat menyadari rumah ini begitu sepi."Ah, haus banget. Mending minum air dingin."Aku membuka pintu kulkas dan mengeluarkan sebotol air dingin dari rak di pintunya. Setelah menuntaskan dahaga, dari kerongkongan, aku berniat kembali ke kamar. Tiba-tiba mataku tertumbuk pada terigu cakra kembar dan kopi sachetan yang teronggok manis ingin dibelai.Selintas ide mendadak muncul. Aku memang tidak terlalu mahir memasak dengan bumbu rempah-rempah lengkap aneka menu lauk berat seperti aneka santan, rawon, atau gulai. Tapi untuk masalah ngadon roti, akulah juaranya. Tentu saja asal ada mixer
Baca selengkapnya

Bab 15. Masa Lalu Dimas

"Halo, dengan mbak Yulia? Kami dari keluarga pak Jamal. Suami saya mengalami kecelakaan. Dan sekarang sedang berada di UGD. Kontak teratas yang ada di panggilan masuk ponselnya adalah nomor ponsel mbak Yulia."Degg!!!Pak Jamal kecelakaan? Pasti ini ada kaitannya dengan urusan Romi?"Ya Allah, kok bisa kecelakaan, Bu?! Bagaimana ceritanya? Apa ada saksi mata?""Alhamdulillah selamat. Tapi tangan kanannya patah dan sebentar lagi dioperasi. Apa mbak Yulia bisa kesini besok setelah kondisi suami saya stabil?" tanya istri pak Jamal."InsyaAllah bisa, Bu. Saya usahakan. Ibu chat saja alamat rumah sakit dan di ruangan mana pak Jamal dirawat.""Baiklah Mbak. Soalnya kata pak Jamal, ada yang hendak dibicarakannya dengan mbak Yulia.""Baiklah, Bu. Kalau begitu saya kerja dulu."Aku mengakhiri panggilan telepon dan memandang Dimas lekat-lekat. "Apa kamu pelakunya?"Dimas memicingkan mata. "Melakukan apa?" Dimas mengedikkan bahu dengan wajah bingung."Jangan pura-pura gak tahu, Dim. Kamu sudah k
Baca selengkapnya

Bab 16. Masa Lalu Dimas

"Suster, sebenarnya aku masih kangen. Apa Suster tidak kangen juga padaku?"Aku hanya bisa menatapnya lama tanpa tahu harus menjawab apa. Merasakan seakan ada kupu-kupu yang menggelitik di hati sekaligus rasa geli atas kepedean pasien di hadapanku ini."Sus, kok ngelamun? Sedang membayangkan masa depan kita berdua ya?" tanya Romi sambil tertawa. Aku mengibaskan tangan di depan wajah Romi. "Ada-ada saja kamu, Rom! Ya sudah, sekarang saya pergi beneran lo."Aku berlalu perlahan dari hadapan Romi. "Sus, berhenti sebentar. Sebenarnya saya sakaw!" Lagi-lagi suara Romi membuatku menoleh. Aku mendekat lagi padanya seiring dengan debar jantung yang semakin cepat. Senyum Romi semakin terkembang melihat aku mendekat. Ah, aku bingung. Pikiran ingin membebaskan sertifikat tanah rumah sakit ini, ingin membebaskan Romi, dan ingin menolong Dimas mendapatkan haknya kembali berputar-putar dalam kepala. 'Kenapa jadi ngurusin masalah orang sih.'"Kamu sakaw, Rom? Kamu 'ngobat' ya?" tanyaku prihatin
Baca selengkapnya

Bab 17. Ke rumah Sendi

Aku tersenyum di balik masker yang kukenakan. 'Kena kamu! Kamu tidak akan mengira siapa yang berkunjung ke rumah kamu sekarang!'"Nit, masuk yuk."Aku dan Anita mengangguk lalu memasuki rumah Sendi. Aku mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan.Melihat foto-foto Riana dan Sendi. Lalu foto orang tua Riana. Sama sekali tidak ada foto Romi atau ayahnya. "Duduk dulu, Nit. Aku seneng banget kamu mau ke rumahku. Tapi kebetulan orang tuaku lagi keluar sama kakak perempuanku," ujar si Jangkung sambil duduk di kursi sofa empuk warna putih. Aku dan Anita duduk di hadapan Sendi. "Wah, rumah kamu bagus ya?" ucap Anita memandang sekeliling ruang tamu.Hidung Sendi terlihat kembang kempis. "Jelas lah. Ini kan rumah hasil kerja Mbak aku," sahutnya penuh percaya diri. "Wah, keren ya kakak perempuan kamu. Padahal belum menikah ya. Bisa sesukses ini. Mau juga dong diajari caranya sukses dan kaya yang bukan warisan orang tua," kata Anita tersenyum. Sendi tampak salah tingkah. Anita memang memula
Baca selengkapnya

Bab 18. Mendapatkan Sertifikat Rumah Sakit

Aku mengedikkan bahu. "Ayo kita hadapi berdua," tukasku pada Anita saat melihat Riana yang kian mendekat ke arah kami.Aku memindah kamera CCTV berbentuk pena yang kusimpan di saku baju ke tas selempang dengan cepat. "Hai Nit. Anita kan namanya?"Riana kini berhadapan dengan kami. Aku merasa was-was. Kalau saja ketahuan aku yang di sini, mungkin akan terjadi pengeroyokan pada kami. Akan kuhadapi sendirian dan Anita akan kusuruh lari dan menghubungi Roy.Berbagai rencana telah kususun, tapi semua ambyar saat kudengar Riana berkata, "Ini ada oleh-oleh dari kami untuk kamu. Kata Sendi, kalian puasa?"Anita langsung maju dan menerima kantung plastik warna putih tersebut dengan tersipu. Anita melihat isi di dalam kantung plastik dan tersenyum cerah pada Riana.Aku pun tersenyum dan mengucapkan terimakasih dari balik maskerku. "Sekali lagi terimakasih sudah repot-repot memberikan kami roti dan jus jeruk ini," kata Anita.Aku yang tidak bisa melongok isi di dalam plastik tiba-tiba tercekat
Baca selengkapnya

Bab 19. Memeriksakan Makanan Ke Rumah Sakit

Aku dan Roy melihat isinya bersamaan. "Sertifikat tanah di jalan Mutiara nomor XX!."Ini sertifikat tanah tempat dibangunnya Rumah Sakit Jiwa Sinar Sehat!Akhirnya kami bisa memilikinya! Aku dan Roy berpandangan. Ada binar bahagia di dalam mata Roy. Pasti dia pun melihat hal yang sama di mataku."Ini, untuk kami?" tanyaku tak percaya. Pak Jamal tertawa. "Iya. Kan kita sudah sepakat. Saya memberikan sertifikat untuk kalian dan kalian membebaskan klien saya dari rumah sakit jiwa lalu saya akan membawa Romi ke tempat yang aman."Aku menghela nafas karena mendadak teringat sesuatu. "Tapi Pak, sebenarnya ada yang mengganjal di pikiran saya dan saya khawatir itu akan menjadi batu sandungan untuk saya dalam mengeluarkan Romi dari rumah sakit jiwa."Pak Jamal dan Roy tampak terkejut. "Apa itu Mbak Yulia? Sekarang coba dikatakan secara gamblang agar kita cari penyelesaiannya secara bersama-sama," tukas pak Jamal."Di status pasien sudah tertulis bahwa yang menjadi wali Romi adalah Riana. Menu
Baca selengkapnya

Bab 20. Membebaskan Romi

Tidak ditemukan arsenik dalam sampel makanan dan minuman, alias makanan dan minuman tidak mengandung racun.Aku dan Roy berpandangan sambil tertawa bersama. "Kamu terlalu buruk sangka, Mbak!" tukas Roy saat kami keluar dari laboratorium.Aku melirik sebal. "Bagaimana mungkin aku tidak buruk sangka kalau Dimas melihat bahwa orang tuanya terbunuh setelah meminum jus jeruk?" tanyaku sengit. "Kata Mbak, Dimas kan masih kelas tiga SD saat melihat tulisan yang menempel di botol dan jatuh di dapur? Bisa saja kan dia salah baca?" tanya Roy.Aku menghela nafas. Benar juga. Kenapa aku selalu terburu-buru sih dalam menyimpulkan sesuatu."Eh tapi, mamanya Dimas juga meninggal dengan ciri-ciri seperti papanya, yaitu sakit jantung. Gak ada salahnya kan waspada?""Lah itu kan Dimas cuma bertanya di sekitar orang yang melayat. Yang tahu sendiri saat itu pasti Dion Alexander yang ada di TKP. Bisa saja meninggalnya karena sakit jantung beneran. Informasi dari anak kecil dan penjelasan yang didapat h
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
9
DMCA.com Protection Status