Mei pergi ke Dufan untuk melepaskan kemarahan. Menjerit sekeras-kerasnya di atas ketinggian wahana ekstrim yang dinaikinya. Menangis sepuasnya di atas wahana yang mengayun-ayunkan tubuhnya di udara. Kepala di kaki, kaki di kepala. Seperti itulah kehidupan yang dialaminya selama ini. Seperti itulah sulitnya dia mencari uang. Tapi Mei tak pernah mengeluh, dia tetap bekerja giat. Tapi. Tak ada yang menghargainya. Kerja baik dan kerja kerasnya selalu berujung sia-sia. Namun kemudian, terngiang nasehat maminya semasa hidup dulu, “Apapun yang terjadi tetaplah bersyukur, Mei. Dan berbahagialah. Bahagia itu hak kita, hak semua orang. Bahagia tak butuh alasan. Kau hanya perlu merasa seperti itu, setiap saat.” “Maaf, Mam. Mei lupa tentang itu,” gumamnya sambil menghapus air mata. Lalu Mei menjerit lagi, saat rollercoaster yang dinaikinya melesat, meliuk, memutar, dan meluncur dengan kecepatan yang mengaduk-aduk adrenalinnya. Tapi kemudian tertawa lega. Mei keluar dari area Dufan setelah pua
Baca selengkapnya