“Ra, kamu sakit? Wajahmu pucat,” tutur Mas Bayu dengan penuh kecemasan. Dia menungguku di pintu toilet saat aku lari ke sana karena mulutku terasa mual. Dalam hati, aku bersorak. Baru kali ini, Mas Bayu demikian mencemaskanku. Mungkin karena biasanya aku terlalu mandiri dan tak pernah meminta perhatiannya.Namun, mau bagaimana lagi, semua perlengkapan obat-obatan ada di apartemenku. Sementara di sini, namanya apartemen sewaan, pasti tidak kumplit. Lagi pula, kalaupun ada P3K, mana ada bule nyimpen minyak angin. “Cuma butuh istirahat saja kayaknya.” Tanpa izin, aku merebah di kasur di apartemen Mas Bayu. Anggap saja milik sendiri. Jantungku berdebar saat aku merasakan Mas Bayu ikut merebah di sampingku. Bahkan dia bergeser mendekat hingga tercium aroma segar tubuhnya, yang sebenarnya aku rindukan juga. Sayangnya, mendadak perutku kembali merasa diaduk-aduk. Aku segera bangkit dan berlari ke toilet lagi, karena merasa ada respons dalam perutku yang minta untuk segera dikeluarkan.
Last Updated : 2024-10-29 Read more