All Chapters of Katamu Uang Tak Kenal Saudara : Chapter 61 - Chapter 70

139 Chapters

Dasar Aneh

"Tolonglah, Rum! Carikan aku uang duapuluh juta aja!" Lagi kang Handoyo memelas. Apa duapuluh juta?! Dikira duit tinggal gunting gituh? Uh, bener-bener nyebelin ni orang. "Cari kemana, Kang? Hari gini, mana ada pinjaman duit mudah?" ketusku kesal. Enak aja main minjem duit sebanyak itu. Salah sendiri investasi nggak pikir-pikir dulu. "Lah uang dari Hadi, apa belom balik, Rum? Kenapa nggak ditagih aja? Lumayan itu kalo keluar, bisa tak pinjem," ucap Kang Handoyo enteng. Nah, nah! Ni orang malah makin ngelunjak deh. Apa hak dia ngurus uangku yang digunakan Hadi? "Kang Handoyo ini aneh! Mikir geh Kang, mana ada Hadi uang sebanyak itu?" Aku mulai malas ngobrol sama kakak iparku ini. "Lho, ya kudu adalah! Aku juga mau pake uangnya, Rum! Kamu harus bisa neken Hadi biar lekas bayar utangnya itu." Kang Handoyo makin menjadi. "Nggak mungkinlah Kang, aku neken Hadi. Kasihan dia." Kupijat lembut keningku yang mendadak pening. "Lho, kamu itu harus tegas sama orang yang ngutang duit kamu,
last updateLast Updated : 2022-08-06
Read more

Mau kan bantuin Handoyo

"Kang Handoyo bilang gitu? Jangan percaya omongan dia, Nduk! Mbak nggak ada hutang seperakpun sama si Handoyo itu." Napasku memburu. Geram sekali aku sama Kang Handoyo. "Beneran, Mbak?" Tiara seperti terkejut. "Kata Kang Handoyo, sampean punya hutang sama dia duapuluh juta, Mbak." Aku semakin terkejut mendengar semua ini. "Ah, bohong! Itu semua bohong. Kang Handoyo itu ngarang cerita aja! Dia emang lagi butuh duit buat bayar angsuran Bank yang nunggak tiga bulan. Tadi pagi dia juga nelpon aku, mau pinjam uang, tapi ... aku bilang nggak ada. Dia juga bahas uang yang kamu pake. Tapi, itu 'kan hak ku. Kenapa dia ikut campur? Udahlah, jangan ditanggepin si Handoyo itu!" Aku berbicara setengah emosi. Bagaimana nggak emosi? Aku dibilang berhutang sama si Handoyo sebesar duapuluh juta, benar-benar sinting orang itu. "Terus, ini gimana, Mbak?" lirih Tiara. "Udah, biarin aja. Kalo dia ngomong macem-macem, nggak usah didenger!" Hatiku semakin dongkol sama Kang Handoyo. Ya Allah benar-bena
last updateLast Updated : 2022-08-06
Read more

Licik

Aku masih terisak, saat Mas Rahman bertanya akan bantuan itu. "Ya, kita bantu Kang Handoyo, Dik." Mas Rahman mendekat. "Mas, masih kurang 'kah bantuan kita selama ini? Mas belum kapok juga? Setiap mereka susah, setengah Meti kita bantuin mereka, tapi ... ujung-ujungnya apa, bukan terimakasih yang didapat, malah hinaan yang kita dapat. Aku capek, Mas. Biarin mereka urus masalah mereka sendiri." Kurebahkan tubuh ini di kasir rasfur depan tipi. "Tapi, Dik, kasihan. Gimana nasib mereka kalo beneran diusir dari rumahnya? Mau tinggal dimana mereka?" Lagi Mas Rahman berusaha membujukku. Bodo amat merekalah. Tinggal aja sama orang-orang yang Deket sama mereka. Selama ini, mereka aja nggak pernah menganggap aku saudara mereka. "Itu biar jadi urusan mereka, Mas. Kita cukup melihat aja. Sudah terlalu banyak bantuan yang kita berikan pada mereka. Aku capek makan ati terus, Mas." Kihidupkan televisi. "Biar gantian keluarga Mbak Meri yang membantu mereka. Kita ini bukan budak, yang seenaknya d
last updateLast Updated : 2022-08-06
Read more

Pinjaman bersyarat

Aku menunggu suamiku hati ini nggak karuan. Takut terjadi sesuatu sama ibunya Mas Rahman. Ibu punya riwayat penyakit jantung, jika diajak debat, beliau pasti nggak sanggup. Mana Kang Handoyo itu wataknya keras melebihi batu, aku khawatir banget sama ibu. Duh, Gusti ... lindungilah ibu mertuaku! Lagian Kang Handoyo itu aneh! Masa kena masalah, malah melimpahkan masalah keorang lain. Awas aja kalau sampai ibu kenapa-kenapa, kubuat perhitungan sama kamu, Kang! ______Aku masuk rumah, berharap pikiranku bisa tenang. Tapi, tetap saja fikiran ini tertuju pada ibu mertua disana. Duh, mumet sendiri aku jadinya. Aku memilih menghubungi Tiara via pesan WA. [Ra, Kakangmu berulah enggak?] Terkirim. Hati ini gelisah menunggu balasan pesan dari Tiara. Duh, kok lama banget sih, balasnya! Tiara lagi ngapain, ya? Gemes sendiri kudibuatnya. Kucoba menghubungi Mas Rahman. Ah, diluar jangkauan. Apa jangan-jangan Mas Rahman sengaja matiin hapenya, ya? Uuuhggh ... kepalaku pusing banget mikirin semu
last updateLast Updated : 2022-08-08
Read more

Yoo wes Ben

"Menurutku, sih ... kayaknya mereka males juga lho, urusan sama Kang Handoyo, mungkin." Alisku bertaut. "Bisa jadi. Mbak Meri kalo ngomong 'kan terkenal sok gemede, Dik." Mas Rahman kembali menyesap rokoknya. Memang ribet punya saudara seperti Mbak Meri dan Kang Handoyo itu. Ditolong salah, nggak ditolong pun salah. Simalakama jadinya. "Eh, Mas, gimana kalo ku pinjami Kakangmu itu uang, tapi... kita minta jaminan ladang Kang Handoyo yang sebelah lor itu. Dia 'kan punya ladang dua hektar. Nah, kita minta jaminan ladang yang nggak di jaminkan ke Bank aja, gimana ... Mas mau?" usulku pada Mas Rahman. Suamiku diam sejenak. Ah, mikirnya lama kamu, Mas! "Jadi, maksudmu, kita kasih pinjaman uang ke Kakang, dengan jaminan ladang, gitu?" Mas Rahman memastikan. Aku tersenyum. "Iya, Mas. Pokoknya, kalau Kang Handoyo nggak bisa melunasi, kita bayar sekalian aja ladangnya, Mas. Beres 'kan!" Kutatap suamiku dalam-dalam. Mas Rahman manggut-manggut. "Urusan sama Mbak Meri dan Kang Handoyo itu
last updateLast Updated : 2022-08-08
Read more

Kasihan Tio

Tumben banget Mas Rahman nggak heboh. Biasanya kalau ada saudara yang masuk rumah sakit, uh heboh ngajak nengokin. Kenapa dia? "Mas, ini si Tio gimana? Dia kelaparan di rumah sakit. Kang Handoyo 'kan lagi dirumah ibu." Kucoba memancing rasa iba Mas Rahman. Mas Rahman malah melengos, terkesan cuek. Weh, ni orang beneran bodo amat, atau cuma eksen doang? "Mas!" Kucoba memanggil suamiku. "Opo, sih, Dik?" Mas Rahman malah senewen. "Ini si Tio, kepie?" tanyaku sengaja memancing rasa iba suamiku. "Ben, lah, Dik!" sahut Mas Rahman ketus. Oh, suamiku mulai ilfil juga ternyata. Tapi, kasihan Tio. Apa sebaiknya kupesankan makanan online saja, ya? Kok aku nggak tegel yo! "Dik, mulai sekarang, nggak usah ikut-ikutan urusan Kang Handoyo lah! Biarin aja coba. Nanti kalo si Handoyo ngomongin masalah duit, baru kita bertindak. Sesuai dengan keinginanmu itu. Tak pikir-pikir, kok kalo ngalah terus, tekor, Dik." Mas Rahman kembali ke teras sambil melahap singkong goreng. Baru nyadar, Mas? Kemar
last updateLast Updated : 2022-08-09
Read more

Firasat nggak enak

"Saya kurang tau, Mbak. Soalnya saya nggak bisa jenguk, masih dirumah ibu saya," terangku. "Oooooo, terus, apa yang bisa saya bantu, Mbak Arum?" Mbak Dini berucap lagi. "Anu, Mbak, saya mau minta tolong, sampean bisa enggak ke rumah sakit, untuk nganterin uang pegangan buat Tio. Kasihan dia, tadi dia WA saya, sambat kelaparan. Kang Handoyo lagi pergi, jadi Tio nungguin ibunya sendirian, Mbak," terangku lagi. "Ya ampun, kasihan banget Tio!" Suara Mbak Dini khawatir. "Eh, kayaknya, nanti ba'da Maghrib, perwakilan ibu-ibu jama'ah pengajian kita, mau njenguk Mbak Meri, lho. Bu Aisyah yang berangkat," ucap Mbak Dini. "Ooo, gitu! Wah, saya bisa nitip, dong!" Aku agak lega. "Coba sampean hubungi aja Bu Aisyah, kayaknya beliau deh, yang berangkat. Saya nggak bisa ikut, Mbak," ucap Mbak Dini. "Em, oke deh! Saya coba hubungi Bu Aisyah, ya!" "Iya, Mbak." "Ya wes, makasih, Mbak Dini. Assalamualaikum." "Sama-sama, wa'alaikum salam." Telepon terputus. Segera saja kuhubungi Bu Aisyah. Duh,
last updateLast Updated : 2022-08-09
Read more

Musibah Keluarga Hadi

"Hadi kenapa, Nduk?" selidikku penuh penasaran. Perasaanku mendadak jadi nggak enak gini, sih. Ada apa, ya? Isak tangis Tiara yang kudengar. "Nduk, kamu kok nangis?" Aku semakin cemas. Ku gigit bibir bawah ini. "Mas Hadi, Mbak!" Tiara terisak. Is, kok nggak gek ndang ngomong Hadi kenapa, sih! Kan aku greget sendiri. "Iyo! Kenapa sama Hadi? Ngomong, to! Ojo malah nangis!" ceplosku spontan. "Huhuhu... Mbak ... Mas Hadi, Mbak!" Tiara malah semakin menangis. Ealah! Ki bocah kok malah tambah nangis, kepie? Hatiku semakin nggak karuan. Ono opo to, jane? "Ra, istighfar! Tarik napas, biar tenang. Ngomong jangan sambil nangis, nggak jelas!" protesku pada Tiara. "Mbak, Mas Hadi dibawa ke klinik. Tadi perutnya di tusuk pisau dapur sama Kang Handoyo!" Tiara menangis sejadi-jadinya. "Aku ini di klinik, Mbak!" imbuh Tiara. Aku lunglai seketika mendengar kabar dari Tiara. Ya Allah! Kok bisa sampai begini si? Aku ambruk di sofa ruang tamu. Air mataku menetes seketika. "Terus ... terus, Had
last updateLast Updated : 2022-08-10
Read more

Sikap Ibu yang aneh

Rasanya ingin segera bisa bertemu Tiara dan Hadi. Aku ingin memastikan keadaan adik iparku itu. Yang jelas, aku juga harus bersiap dengan biaya yang mungkin keluar. Aku tahu, Hadi pasti nggak punya cukup uang untuk biaya rumah sakit. "Dik, ayo siap-siap! Kita segera luncuran malam ini ke rumah sakit. Kita yang harus mengurus Hadi, Dik." Mas Rahman mengulurkan hapeku. Aku mengangguk, lalu kuseka sisa air mata ini. Bukan waktunya menangis. Aku harus bertindak. "Assalamualaikum!" Itu suara Mbak Rini. Ah, kebetulan. Mbak Rini masuk rumah. Ia menatapku aneh. "Arum, kamu kenapa?" selidik Mbak Rini. Aku langsung bercerita jika Hadi kena musibah. Tapi, aku nggak bilang kalo ini ulah Kang Handoyo. Aku harus bisa menutupi aib ini. "Yo wes, kalian berangkat saja, hati-hati." Mbak Rini mengusap bahuku. Alhamdulillah, kakak iparku mengerti dan bisa faham keadaanku saat ini. Aku segera bersiap. Pesan dari Tiara memberitahukan bahwa Hadi di rawat di rumah sakit yang sama dengan Mbak Meri. "
last updateLast Updated : 2022-08-10
Read more

Tio pingsan

Perdebatan dihentikan, aku nggak mau ibu mertuaku sakit. Kutarik Mas Rahman agar tak lagi membahas Kang Handoyo. Lebih baik sekarang fokus pada Hadi. "Keluarga pasien Hadi!" Seorang perawat memanggil. Mas Rahman dan Tiara langsung bangkit menghampiri si perawat. Semoga saja tak terjadi hal yang menghawatirkan. Aku dan yang lain menunggu diruangan tunggu. "Astaghfirullah halazim! Aku lupa! Tio juga disini lho, Bu. Mbak Meri 'kan kritis di ICU," ucapku teringat tentang Tio. "Yang bener, Rum?" Ibu mertua tak percaya. "Iya, Bu. Sebentar, ku coba hubungi Tio dulu." Kuambil hapeku. Ternyata beberapa pesan beruntun dari Tio. Ya Allah! Kasihan Tio segera saja dia kutelpon. Alhamdulillah akhirnya nyambung juga. "Assalamualaikum, Bulik," lirih Tio. Suaranya lemas. "Wa'alaikum salam. Nang, kamu dimana? Bulik udah di rumah sakit sekarang," ucapku setengah panik. "Aku di ruang tunggu ICU, Bulik. Aku lemes, perutku sakit," lirih Tio. Ya Allah, Tio! Aku segera permisi kepada ibu untuk mene
last updateLast Updated : 2022-08-12
Read more
PREV
1
...
56789
...
14
DMCA.com Protection Status