Home / Rumah Tangga / VIDEO PERNIKAHAN SUAMIKU / Chapter 431 - Chapter 440

All Chapters of VIDEO PERNIKAHAN SUAMIKU : Chapter 431 - Chapter 440

614 Chapters

BAB 431. Masa kelam.

POV Kayla. Aku beranjak ke meja riasku. Mengambil album foto ketika kecil dulu. Bapak, ibu, semoga kalian tenang di sana. Anakmu di sini baik-baik saja. Bahkan sangat baik. Bibi dan paman menjagaku dengan baik, bahkan memperlakukan aku seperti anak kandung mereka. Aku diberi kehidupan layak dan aku disekolahkan sampai perguruan tinggi. Bapak, ibu, doaku selalu semoga ibu dan bapak diampuni segala dosa dan khilaf oleh Allah. Buk, Pak, aku sangat rindu kalian. Andai kalian ada di sini pasti kalian akan bangga pada anakmu ini. Pak, buk ... aku akan membalaskan dendam keluarga kecil kita. Pada orang yang sudah menghancurkan keluarga bahagia kita. Pak, Bu ... selangkah lagi aku akan berhasil, lihatlah anak kecil yang lemah ini sudah berubah menjadi wanita dewasa yang kuat. Aku janji, akan membuat mereka jera dan sakit. Maaf, Pak, Buk, aku tidak bisa menuruti nasihat kalian untuk jadi orang baik. Sekali lagi aku tidak bisa. Luka itu terlalu dalam hingga sulit untuk disembuhkan. Kucium
last updateLast Updated : 2022-11-09
Read more

BAB 432. Apa pun akan aku lakukan.

POV Kayla. Aku yang saat itu masih kecil dan tidak bisa berbuat apa pun hanya bisa menangis. Sebenarnya aku ingin sekali lari keluar mencari bantuan, tapi mana ada orang desa yang percaya padaku? Juragan orang yang sangat disegani dan dipercaya. Setelah bapak memberikan isyarat padaku, beliau langsung melakukan perlawanan, tapi tenaga bapak sudah tidak kuat lagi dan akhirnya bapak tumbang. Mereka mengikat bapak dan ibu lalu memasukan mereka ke dalam mobil. Aku diam-diam mengikuti mereka, ternyata mereka menenggelamkan mobil itu di danau tak jauh dari tempat tinggal kami. Apalah dayaku. Tangisan dan teriakanku tidak akan bisa mengembalikan ke dua orang tuaku. Mereka tetap tenggelam dan meninggalkan aku untuk selamanya. Dua hari setelah kematian orang tuaku mereka datang kembali. Aku sangat terkejut dan tidak menyangka bahwa mereka akan kembali. Andai aku tahu itu, sudah kupastikan aku tidak akan lagi ada di rumah. Begitu melihatku yang sedang ketakutan karena kedatangan mereka. J
last updateLast Updated : 2022-11-09
Read more

BAB 433. Permainan dimulai.

POV Kayla. Games ini kita mulai dan aku yang akan memenangkannya. Maaf Bang Dafa, aku harus pakai kamu untuk melancarkan aksiku. Andai kamu ada di posisiku mungkin juga akan melakukan hal yang sama. Ting! WA dari Bang Dafa. [Bersiaplah, Kay, Setelah ini kita pergi jalan berdua.] Berdua? Tumben? Apa ini semacam jebakan agar aku mau bersikap baik lagi padanya. [Tidak mau, Bang. Aku lelah. Aku mau istirahat saja.] jawabku. Hanya dibaca saja. Sore ini sebenarnya aku ada rencana lain. Aku harus melakukan sesuatu untuk membuat kesehatan bapaknya Bang Dafa semakin memburuk. Sebenarnya aku bisa saja langsung memberikan racun pada tua bangka itu, tapi itu tidak akan aku lakukan karena terlalu mudah mati dengan meminum racun. Dia harus merasakan sakit seperti aku dulu. “Kay, buka pintunya!” Loh, itu suara emak, ngapain emak ke sini? Ke mana Risa, kok, sepi? Klek! Wanita tua ini tersenyum manis saat aku menyembulkan kepalaku. “Ada apa, Mak?” tanyaku. “Segera bersiap kita akan perg
last updateLast Updated : 2022-11-09
Read more

BAB 434. Malam pangarip-arip

“Menikah itu bukan hanya perkara pestanya seperti apa dan maharnya berapa? Lebih dari itu ... karena yang sesungguhnya pernikahan itu adalah sesudah ijab kabul, menjalani hidup berdua. Saling menerima. Saling mengingatkan dan juga saling menjaga. Apa yang diterima? Kekurangan masing-masing. Apanya yang saling diingatkan? Ibadahnya, salahnya, khilafnya. Dan apa yang dijaga? Kehormatannya. Suami bajunya istri begitu juga sebaliknya, jadi apa pun keburukan yang nampak pada ke duanya harus dijaga.” Kudengarkan baik-baik tausiah dari ustaz. Pengajian yang diadakan pada malam Pangarip-arip ini alhamdulillah lancar. Banyak tetangga dan sanak keluarga yang datang. Semoga aku bisa menjadi istri dan juga anak menantu yang jauh lebih baik lagi dari sebelumnya. “Mbak, ustaznya masih muda. Bujang apa sudah punya istri?” tanya Susanti. O, dia dari tadi anteng karena lihat ustaznya bukan karena dengarin ceramahnya. Dasar ababil. “Tidak tahu, San, coba saja kamu tanyakan pada jama’ahnya.” “Kirai
last updateLast Updated : 2022-11-10
Read more

BAB 435. Kekacauan.

“Bu, Bos awas!” teriak anak buah Mas Fais seraya berlari menghampiriku dan Susanti yang memang duduk bersebelahan. Aku kaget dan panik. Susanti mendorongku sampai aku tersungkur begitu juga dengan dia. Anak buah Mas Fais terluka di bagian tangan karena menangkis senjata tajam yang hendak diayunkan ke arahku. Anak buah yang satunya lagi mengamankan orang itu lalu berdatangan anak buah Mas Fais yang lain. Gamis putihku terpecik darah anak buah Mas Fais yang terluka. Keadaan yang semula aman tentram, jadi ribut dan kacau. Ibu-ibu yang bantu-bantu, berteriak histeris. Bapak-bapak juga langsung membantu untuk mengamankan tersangka. Dua orang anak buah Mas Fais yang lainnya mengamankanku dan juga Susanti. Kami digiring sampai kamar. “Tetap di tempat. Jangan tinggalkan kamar ini,” titahnya. Aku dan Susanti mengangguk. Kang dekor di kamarku langsung kebingungan karena mereka tak luput dari pemeriksaan. “Maaf, Mas. Kami harus lakukan ini. Permisi!” ucapnya seraya menggeledah boks-boks ala
last updateLast Updated : 2022-11-10
Read more

BAB 436. Kabar dari Reni.

“Mas, nanti minta tolong sama anak buah Mas Fais untuk mengantarkan bidannya. Kasihan ini sudah malam loh, sudah hampir jam 1.” “Iya, Dik. Nanti Mas sama mereka yang akan antar.” Aku harus memberi tahu Mas Fais tentang keadaan di sini. Meski aku tahu dia sudah dapat laporan dari anak buahnya, tapi tidak ada salahnya kalau aku juga memberinya kabar. Setelah data internet kuaktifkan ada beberapa pesan masuk dan panggilan tak terjawab dari nomor Mas Fais, Reni, dan juga nomor baru. Aku penasaran dengan WA dari Reni, jadi aku lebih dulu membuka WA dari dia. [Assalamualaikum ... Fatki?] Dikirim tadi pukul 18.45 WIB. Lalu dua kali panggilan tak terjawab. [Calon pengantin sepertinya sangat sibuk, ya, sampai nomornya tidak aktif?] [Lihat ini anakku sudah lahir, Fatki. Lahir kemarin pagi jam 9 pas. Perempuan. Alhamdulillah.] Aku gegas mendownload foto yang dikirimkan Reni. Masya Allah baby ini cantik sekali. Mirip dengan ayahnya. Tak terasa aku menangis. Andai saja Mas Arman tahu past
last updateLast Updated : 2022-11-10
Read more

BAB 437. Bidan ini?

[Kembali kasih, Dinda.] Kututup ponselku dan mematikan datanya. Aku harus istirahat kalau tidak aku bisa sakit. “Santi, temani Mbak ke belakang, yuk!” “Ayok, aku juga mau makan Mbak. Lapar banget.” “Ngambil yang banyak ya, San. Mbak juga lapar.” Sebenarnya masih ramai orang, tapi aku malu kalau keluar kamar sendirian. Di ruang tengah masih ada beberapa anak buah Mas Fais. Mereka menemani temannya yang sedang dijahit lukanya. Kasihan untung saja hanya tangannya yang kena bacok. Aku tidak bisa bayangkan kalau yang kena misal kepala atau dadanya. “Pak Tupai, maaf sekali karena aku, Bapak jadi terluka begini,” ucapku tulus. Tak disangka justru mereka malah tertawa bahkan sampai memukul bahu yang sedang dijahit lukanya. “Pak Tupai. Merasa terhormat kita dipanggil Bapak. Ha ha ....” sahut mereka. Ooo, rupanya mereka menertawakan panggilanku. “Santai saja, Bu Bos. Ini hanya luka kecil setelah dijahit dan minum obat pasti lekas sembuh,” jawabnya. “Iya, benar. Ini hanya luka kecil
last updateLast Updated : 2022-11-10
Read more

BAB 438. Kabar duka.

~k~u🌸🌸🌸 Hari ini suasananya makin sibuk. Susanti pun ikut sibuk. Dia sudah bisa beradaptasi dengan remaja di sini. Bahkan Susanti yang memilih anak-anak gadis dan bujang untuk dijadikan pagar ayu dan pagar bagus. Acara hari ini ibu mengundang anak-anak yatim dan fakir miskin. Sejak pagi sudah ramai, orang-orang pun sibuk dengan tugasnya masing-masing. Aku duduk mengawasi mereka seraya menunggu balasan WA dari Reni. Aku sudah penasaran dengan dia dan bayinya. “Mbak, ini dapat kiriman bunga dari bidan semalam!” seru Susanti seraya membawakan buket bunga krisan untukku. “Orangnya mana, San?” “Berangkat kerja, Mbak. Sudah aku suruh masuk, tapi katanya buru-buru.” “Dia dengan Mas Dafa, San?” “Sendirian, Mbak. Naik motor.” “Ya, sudah terima kasih ya, San.” Buket bunga jini sepertinya dirangkai sendiri. Bunganya masih sangat segar. Kuambil catatan kecil yang tersemat. “Selamat pagi, Mbak Fatki. Maukah berteman denganku?” Berteman? Tapi, dia istri Mas Dafa. Kalau aku bertemu d
last updateLast Updated : 2022-11-10
Read more

BAB 439. Tak menyangka.

🌸🌸🌸 "Kamu kenapa, Nduk, kok dari tadi kayaknya diem saja? Katakan pada Ibu.” Aku tidak mampu menjawab. Hanya tangisku sebagai bahasa isyarat bahwa aku benar-benar dalam keadaan sedih. Bahagiaku dan sedihku terjadi dalam satu waktu. Hingga membuatku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. “Sssstt ... kok, malah nangis makin kenceng. Ayo, cerita ke Ibu! Anak Ibu yang cantik ini kenapa?” Aku menggeleng, tangisku makin kuat. “Mbaak, ih, kenapa? Kok, nangisnya begitu?” Susanti tergopoh-gopoh menghampiriku. “Ooo, aku tahu, Mbak Fatki pasti sedih karena besok mau nikah, kan? ” aku menggeleng lagi. “Sini peluk Ibu, biar hatimu tenang.” Kupeluk Ibu erat sekali. Kubuka ponselku dan kuberi tahu obrolanku dengan nomor Reni yang ternyata adalah sepupunya. Susanti mengambil ponselku lalu membacanya. “Innalillahi waInnailaihiroji’uun ... i—ni se—rius, Mbak?” Aku mengangguk dengan linangan air mata. Susanti langsung bengong seolah tak percaya dengan yang dibacanya. Dia kembali membaca
last updateLast Updated : 2022-11-11
Read more

BAB 440. Rombongan pengantin datang.

~k~u🌸🌸🌸 “Mbaaakk! Keluarga Mas Fais sudah datang!” teriak Susanti. Ya, ampun! Susanti kenapa mirip sekali anak kecil, tapi justru teriakanya itu yang membuatku makin deg-degan. “Mbak, Subhanallah calon suamimu ganteng banget!” serunya lagi, saat sudah di kamarku. Sampai kang make up dan kru-nya mengintip ke luar jendela. Kebetulan kamar yang dijadikan untuk make up kamar paling depan. “Subhanallah mereka enggak kelihatan gimana mau tahu ganteng atau tidak!” celetuk salah satu dari mereka. “Gimana mau kelihatan semua orang pada kepo pingin tahu, jadi ketutup, deh! Lagi pula ngapain sibuk lihat di situ. Kan, sudah disediakan TV LED sama kang syuting. Nih, kelihatan!” jawab Susanti. Aku sudah gelisah dari tadi, sudah gemetaran untung saja ada kipas angin kalau tidak pasti aku keringetan. “Eh, iya, ya, ampun sampai lupa!” jawab mereka kemudian duduk disebelahku bahkan ada yang ngampar di bawah. Dari kamar sudah terdengar suara rebana ditabuh. Didendangkan salawat Nabi. Itu arti
last updateLast Updated : 2022-11-11
Read more
PREV
1
...
4243444546
...
62
DMCA.com Protection Status