Home / Rumah Tangga / VIDEO PERNIKAHAN SUAMIKU / Chapter 201 - Chapter 210

All Chapters of VIDEO PERNIKAHAN SUAMIKU : Chapter 201 - Chapter 210

614 Chapters

BAB 205.

Aku Kayla, asli muli Lampung, seorang bidan desa. Wanita yang dijodohkan emak dengan Bang Dafa. Awalnya aku menolak karena aku sudah punya tambahan hati sendiri, seorang abdi negara apalagi setelah tahu kabar angin bahwa Bang Dafa pernah pulang membawa pacarnya dari kota yang juga seorang dokter makin membuatku yakin untuk menolak perjodohan itu. Akan tetapi setelah aku melihat Bang Dafa aku jadi jatuh cinta padanya dan benar-benar berniat merebut Bang Dafa dari pacarnya. Baru pacaran, kan? Enggak salah dong, kalau aku rebut! Kecuali kalau mereka sudah menikah, maka aku tidak akan merebutnya. Pacaran kan, statusnya belum apa-apa hanya baru sebatas pengenalan saja. Meskipun aku gadis desa, tapi aku percaya dan yakin aku akan menjadi pemenangnya. Karena ada emak Bang Dafa yang mendukungku.Bang Dafa, tengoklah aku di sini. Ada aku yang mencintaimu. Aku berjanji akan setia padamu sampai mati. Kalau kita berumah tangga pasti kita akan bahagia. Kamu ganteng dan aku canti
last updateLast Updated : 2022-08-29
Read more

BAB 206. Ulah Sintia.

POV Fais. "Wulan!” panggilku saat mau memasuki rumah Bude Halimah, dia baru saja turun dari taxi. “Ck, Wulan-Wulan! Kakak! Aku ini kakakmu!” protesnya! “Ya, sorry! Mbak Wulan, itu kenapa si Sintia bisa datang ke sini?” “Mana aku tahu? Ini yang mau aku tanyakan ke satpam!” jawabnya ketus lalu masuk ke dalam. Terlihat satpam yang sedang kebingungan. “Pak, kok, si Sinting itu diizinkan masuk, sih! Sembarangan aja. Udah bosan kerja di sini?” tanya Wulan. Sepertinya memang dia sedang dalam keadaan sangat marah. Karena sebelumnya dia tidak pernah begitu. “Maaf, Non, tadi itu, saya lagi ke toilet, nah, Bibi keluar buang sampah. Kata Bibi, Mbak Sintianya nyelonong masuk aja. Cek aja CCTV-nya kalau Non Wulan enggak percaya. Jangan pecat saya, Non, nanti anak istri saya gimana?” “Tau, ah, Pak. Ayo, cepetan masuk, seret itu si Sinting!” titah Wulan. Benar saja, Sintia sedang mengacungkan pisau buah ke pergelangan tangannya. Mamahku sedang berusaha membujuk. Kalau dia mau mati bunuh d
last updateLast Updated : 2022-08-30
Read more

BAB 207. Orang tua Risa.

“Apa dia harus dipindahkan ke ruang perawatan, Dok?” tanya mamah.“Tidak perlu, nanti sore bisa pulang. Silakan lengkapi administrasinya terlebih dahulu, Bu,” jawab dokter.Mamah dibantu mbok segera mengurus semuanya. Aku lebih memilih untuk istirahat ditemani pak satpam.“Mas, memang Mas Fawas beneran ke Paris?” tanya satpam, aku hanya menggeleng saja karena aku memang benar-benar tidak tahu.“Tadi si, pamit mau ke makam Non Meisya sama ibu, bapak dan anak-anaknya. Kok, tiba-tiba ke Paris, ya?” ujar satpam lagi.“Apa saya telepon Mas Fawas saja, ya, Mas?” Aku menggeleng.“Jangan! Biarin aja Fawas sama anak-anaknya. Dia juga kan, baru hari ini ke luar rumah kalau kita kasih kabar enggak mengenakan nanti dia tambah stres. Mendingan Pak Satpam telepon Wulan aja kasih tahu dia kalau Sintia tidak kenapa-kenapa,” jawabku.“Ha ha ... apa kubilang, memang dia itu hanya ekting saja. Kalian harusnya enggak bawa dia ke rumah sakit biar kapok!” ucap Wulan. Pak satpam telepon, tapi diloudspeaker
last updateLast Updated : 2022-08-30
Read more

BAB 208. Dituduh berzina.

“Loh, Ibu nyamperin Nak Fais?” tanya bapaknya Risa. Seraya menyambutku hangat. Seperti biasa kami berpelukan dan saling bertukar kabar.“Tidak, Pak. Kebetulan saja Fais mau turun, jadi sekalian,” jawab ibu.Kulihat mamah tampak biasa saja, biasanya mamah akan sangat senang jika besannya datang. Begitu juga dengan papah. Ini kok, mereka berdua terkesan biasa saja. Apa sudah terjadi sesuatu?“Mah, kenapa? Sakitkah?” tanyaku. Mamah menggeleng. Zahra melototiku.“Mamah, kamu sedang pusing mikirin kelanjutan pernikahan kalian, Nak. Mau kami, ya, kamu tetap menajdi menantu kami. Sedang kamu sudah meminta izin untuk menikah lagi. Sejujurnya Bapak syok dan tidak terima. Masa kamu memutuskan segala sesuatu sebelah pihak saja?” ujar bapaknya Risa.“Aku tidak memutuskan sebelah pihak, Pak. Aku dan Risa sudah diskusikan ini dan kami sepakat untuk mengakhiri pernikahan kami,” jawabku sesopan mungkin. Aku tidak tega kalau menyakiti hati orang tua.“Tapi, Bapak tidak setuju dan Bapak yakin sekali ka
last updateLast Updated : 2022-08-30
Read more

BAB 209. Dafa berpaling hati.

🌸🌸🌸POV Risa.Hati ini resah gundah gulana. Bagaimana tidak laki-laki yang aku cintai sudah dua hari ini mengacuhkanku.Aku yang tidak bisa dan tidak biasa diacuhkan merasa sangat tersinggung. Selama ini aku selalu diperlukan bak ratu oleh ke dua orang tuaku, keluargaku dan juga oleh Mas Fais. Apa pun yang aku mau dan butuhkan mereka selalu siap siaga memberi dan mengabulkan.Biasanya pun Mas Dafa begitu, tapi entah kenapa kelakuan dia tidak biasanya itu benar-benar membuatku tidak nyaman dan juga ingin sekali berontak.4 tahun hubungan yang kami jalani selalu berjalan mulus dan Mas Dafa mencintaiku dengan tulus. Tanpa menuntut ini dan itu. Padahal jika dia mau dan inginkan diriku aku siap dan rela. Inilah yang membuatku yakin bahwa Mas Dafa adalah laki-laki baik hati yang dengan setulus hati mau menjaga kesucian cinta kami.Kadang aku yang merasa malu sendiri dan seperti tidak punya harga diri pasalnya aku seperti menyodorkan begitu saja dengan mudah dan gratis tubuh ini pada Mas
last updateLast Updated : 2022-08-31
Read more

BAB 210.

Sekar kembali menelepon Mas Dafa semoga saja dijawab.“Halo, Kar?”Yei ... akhirnya dijawab juga.“Hallo ... Mas? Apa kabar?Ke mana saja itu princessmu uring-uringan nyariin kamu.”“Oh, ada di rumah, ini lagi free. Aku kemarin-kemarin sibuk banyak kerjaan, jadi enggak sempat untuk telepon Risa.”“Ya, udah, buruan gih, telepon Mbak Risanya. Dia galau banget itu.”“Sudah kutelepon tadi tidak diangkat mungkin dia ngambek. Biarlah nanti saja kutelepon lagi. Aku mau packing dulu, mau pulang kampung,” jawab Mas Dafa.Oh, iya? Mas Dafa telepon aku? Kok, HP-ku enggak bunyi. Segera kuambil HP yang aku kantongi benar saja 5 panggilan tak terjawab dari Mas Dafa.“Mau ke mana, Mas?” tanya Sekar lagi.“Pulang kampung ada urusan bentar, Kar. Salam ya, untuk Risa.”“Iya, Mas. Hati-hati di jalan, ya?”Panggilan berkahir dan aku langsung siap-siap make up dan memasukkan baju ala kadarnya ke koper.“Sibuk banget, Mbak. Mau nyusul Mas Dafa?”“Iya, aku curiga dia mau ketemu sama cewek yang dijodohkan em
last updateLast Updated : 2022-08-31
Read more

BAB 211.

“Udahlah, Bu. Enggak usah risau begitu. Namanya kan, mereka baru pacaran dan baru calon. Sebelum janur kuning melengkung dan janji suci terucap Bang Dafa bukan milik siapa pun kecuali orang tuanya. Jadi, aku masih bisa merebut hati Bang Dafa dan juga masih berpeluang banyak untuk menjadi istrinya,” timpal perempuan itu. “Iya, benar juga yang kamu bilang, Nak, semoga saja Dafa itu beneran jodoh kamu. Ibu sudah tidak sabar punya menantu dokter,” jawab wanita tua itu lalu melirik tajam padaku.Sabar, tenang, Risa ... mereka bukan tandinganmu. Ingat Risa, derajatmu lebih tinggi dari pada mereka. Tidak pantas kamu adu mulut dengan masyarakat rendahan seperti mereka.“Bang Dafa. Sudah makan belum? Kita makan dulu, yuk? Aku yang buat sambal seruitnya loh!” ajak cewek itu lagi.“Nanti saja. Abang belum lapar. Tadi sebelum berangkat sudah makan sama Risa,” jawab Mas Dafa berbohong pandangannya tidak beralih sedikit pun pada layar ponselnya. Padahal aku pun lapar. Ah, Mas Dafa memang pandai
last updateLast Updated : 2022-08-31
Read more

BAB 212. Kelakuan Mas Arman pada ibunya.

🌸🌸🌸“Astaghfirullahaladzim, Ibu!” Histeris aku melihat ibunya Mas Arman yang masih ada di luar halaman padahal ini sudah jam 11 siang. Aku menyebutnya ibu Mas Arman karena sebentar lagi kami resmi bercerai baik secara agama maupun negara.Aku segera turun dari motor Susanti walaupun dia belum mematikan mesin motornya dan belum sempurna berhenti.Kuhampiri ibu yang sepertinya sudah benar-benar lemas. Pasti beliau dehidrasi mana matahari terik sekali hari ini. Ke mana semua orang?“Susanti bantu aku mendorong kursi roda Ibu!” titahku. Susanti sigap membantu. Meski, tubuh ibu bertambah kurus, tapi ini kalau mau masuk rumah sedikit menanjak. Aku tidak kuat jika sendirian.Peluh ibu sudah bercucuran. Wajahnya pucat sekali dan juga tubuhnya menghitam akibat sengatan matahari. Ibu tidak memakai baju hanya singlet dan celana pendek saja. Aku yakin ibu sudah dijemur dari pagi.Ke mana penghuni rumah ini? Kalau pun mereka bepergian harusnya ibu dibawa masuk dulu. Apa mereka tidak punya otak
last updateLast Updated : 2022-09-01
Read more

BAB 213. Pembayaran rumah dan tanah.

“Susanti, tolong belikan bubur ayam untuk Ibu, cepat, ya? Ini uangnya.” Tanpa menjawab Susanti langsung tancap gas.“Awas kamu, Mas. Aku laporkan kelakuan kamu ini ke Paman Tohir. Kamu sudah benar-benar tega dan keterlaluan. Kamu anak durhaka!” bentakku lagi seraya kulempar gayung tadi sampai pecah.Mas Arman meringis menahan sakit lalu duduk di dekat ibu. Sedang Reni terus saja mengomel karena aku suruh ngepel lantai.Aku mengambil baju ibu di kamarnya. Lagi-lagi kamar ibu sangat berantakan dan bau pesing. Apa saja pekerjaan mereka di rumah? Kalau mereka saling bahu membahu bekerja sama aku yakin jika hanya mengurus satu ibu saja pasti akan dengan sangat mudah terselesaikan.“Ibu, ganti baju dulu, ya? Ini sudah bau keringat dan tidak baik kalau hanya pakai singlet saja.” Ibu mengedipkan matanya.Tanpa rasa bersalah Mas Arman merokok di depan kami. Pas, pus, asapnya ke mana-mana. Sedang Reni sudah masuk kamarnya. Terserah saja yang penting lantai itu sudah bersih dan tidak becek. Aku
last updateLast Updated : 2022-09-01
Read more

BAB 214. Menyarankan ibu Mas Arman pindah ke kampung.

“Ibu, uang Ibu separuhnya akan kami belikan rumah, meski, tidak sebagus sekarang setidaknya masih layak untuk berteduh. Sedang sebagian lagi uangnya akan aku serahkan pada Paman untuk biaya hidup ibu sehari-hari. Semoga Ibu lekas sehat kembali agar bisa mengelola keuangan Ibu. Kalau aku serahkan pada Mas Arman maka akan kacau yang ada uangnya habis entah ke mana. Ibu setuju, kan?” kataku pada ibu. Beliau mengangguk. Syukurlah ibu setuju itu artinya membuat semuanya jadi mudah.“Iya, Mbak, apa yang dikatakan Fakti benar adanya. Itu rumah belakang rumahku pas dijual. Memang kecil hanya tipe 36, tapi hanya itu yang terjangkau. Apa Mbak mau tinggal di kampung saja?” sahut paman.Ibu kembali mengangguk. Itu artinya ibu mau di kampung.“Aku tanya sekali lagi pada Ibu. Apakah Ibu mau tinggal di kampung?” tanyaku memastikan. Ibu kembali mengangguk.“Kalau begitu semuanya akan diurus oleh Paman Tohir. Uangnya aku serahkan pada beliau. Nanti Paman Tohir akan berbagi kabar denganku.”“Di kampung
last updateLast Updated : 2022-09-01
Read more
PREV
1
...
1920212223
...
62
DMCA.com Protection Status