Sekar kembali menelepon Mas Dafa semoga saja dijawab.âHalo, Kar?âYei ... akhirnya dijawab juga.âHallo ... Mas? Apa kabar?Ke mana saja itu princessmu uring-uringan nyariin kamu.ââOh, ada di rumah, ini lagi free. Aku kemarin-kemarin sibuk banyak kerjaan, jadi enggak sempat untuk telepon Risa.ââYa, udah, buruan gih, telepon Mbak Risanya. Dia galau banget itu.ââSudah kutelepon tadi tidak diangkat mungkin dia ngambek. Biarlah nanti saja kutelepon lagi. Aku mau packing dulu, mau pulang kampung,â jawab Mas Dafa.Oh, iya? Mas Dafa telepon aku? Kok, HP-ku enggak bunyi. Segera kuambil HP yang aku kantongi benar saja 5 panggilan tak terjawab dari Mas Dafa.âMau ke mana, Mas?â tanya Sekar lagi.âPulang kampung ada urusan bentar, Kar. Salam ya, untuk Risa.ââIya, Mas. Hati-hati di jalan, ya?âPanggilan berkahir dan aku langsung siap-siap make up dan memasukkan baju ala kadarnya ke koper.âSibuk banget, Mbak. Mau nyusul Mas Dafa?ââIya, aku curiga dia mau ketemu sama cewek yang dijodohkan em
âUdahlah, Bu. Enggak usah risau begitu. Namanya kan, mereka baru pacaran dan baru calon. Sebelum janur kuning melengkung dan janji suci terucap Bang Dafa bukan milik siapa pun kecuali orang tuanya. Jadi, aku masih bisa merebut hati Bang Dafa dan juga masih berpeluang banyak untuk menjadi istrinya,â timpal perempuan itu. âIya, benar juga yang kamu bilang, Nak, semoga saja Dafa itu beneran jodoh kamu. Ibu sudah tidak sabar punya menantu dokter,â jawab wanita tua itu lalu melirik tajam padaku.Sabar, tenang, Risa ... mereka bukan tandinganmu. Ingat Risa, derajatmu lebih tinggi dari pada mereka. Tidak pantas kamu adu mulut dengan masyarakat rendahan seperti mereka.âBang Dafa. Sudah makan belum? Kita makan dulu, yuk? Aku yang buat sambal seruitnya loh!â ajak cewek itu lagi.âNanti saja. Abang belum lapar. Tadi sebelum berangkat sudah makan sama Risa,â jawab Mas Dafa berbohong pandangannya tidak beralih sedikit pun pada layar ponselnya. Padahal aku pun lapar. Ah, Mas Dafa memang pandai
đ¸đ¸đ¸âAstaghfirullahaladzim, Ibu!â Histeris aku melihat ibunya Mas Arman yang masih ada di luar halaman padahal ini sudah jam 11 siang. Aku menyebutnya ibu Mas Arman karena sebentar lagi kami resmi bercerai baik secara agama maupun negara.Aku segera turun dari motor Susanti walaupun dia belum mematikan mesin motornya dan belum sempurna berhenti.Kuhampiri ibu yang sepertinya sudah benar-benar lemas. Pasti beliau dehidrasi mana matahari terik sekali hari ini. Ke mana semua orang?âSusanti bantu aku mendorong kursi roda Ibu!â titahku. Susanti sigap membantu. Meski, tubuh ibu bertambah kurus, tapi ini kalau mau masuk rumah sedikit menanjak. Aku tidak kuat jika sendirian.Peluh ibu sudah bercucuran. Wajahnya pucat sekali dan juga tubuhnya menghitam akibat sengatan matahari. Ibu tidak memakai baju hanya singlet dan celana pendek saja. Aku yakin ibu sudah dijemur dari pagi.Ke mana penghuni rumah ini? Kalau pun mereka bepergian harusnya ibu dibawa masuk dulu. Apa mereka tidak punya otak
âSusanti, tolong belikan bubur ayam untuk Ibu, cepat, ya? Ini uangnya.â Tanpa menjawab Susanti langsung tancap gas.âAwas kamu, Mas. Aku laporkan kelakuan kamu ini ke Paman Tohir. Kamu sudah benar-benar tega dan keterlaluan. Kamu anak durhaka!â bentakku lagi seraya kulempar gayung tadi sampai pecah.Mas Arman meringis menahan sakit lalu duduk di dekat ibu. Sedang Reni terus saja mengomel karena aku suruh ngepel lantai.Aku mengambil baju ibu di kamarnya. Lagi-lagi kamar ibu sangat berantakan dan bau pesing. Apa saja pekerjaan mereka di rumah? Kalau mereka saling bahu membahu bekerja sama aku yakin jika hanya mengurus satu ibu saja pasti akan dengan sangat mudah terselesaikan.âIbu, ganti baju dulu, ya? Ini sudah bau keringat dan tidak baik kalau hanya pakai singlet saja.â Ibu mengedipkan matanya.Tanpa rasa bersalah Mas Arman merokok di depan kami. Pas, pus, asapnya ke mana-mana. Sedang Reni sudah masuk kamarnya. Terserah saja yang penting lantai itu sudah bersih dan tidak becek. Aku
âIbu, uang Ibu separuhnya akan kami belikan rumah, meski, tidak sebagus sekarang setidaknya masih layak untuk berteduh. Sedang sebagian lagi uangnya akan aku serahkan pada Paman untuk biaya hidup ibu sehari-hari. Semoga Ibu lekas sehat kembali agar bisa mengelola keuangan Ibu. Kalau aku serahkan pada Mas Arman maka akan kacau yang ada uangnya habis entah ke mana. Ibu setuju, kan?â kataku pada ibu. Beliau mengangguk. Syukurlah ibu setuju itu artinya membuat semuanya jadi mudah.âIya, Mbak, apa yang dikatakan Fakti benar adanya. Itu rumah belakang rumahku pas dijual. Memang kecil hanya tipe 36, tapi hanya itu yang terjangkau. Apa Mbak mau tinggal di kampung saja?â sahut paman.Ibu kembali mengangguk. Itu artinya ibu mau di kampung.âAku tanya sekali lagi pada Ibu. Apakah Ibu mau tinggal di kampung?â tanyaku memastikan. Ibu kembali mengangguk.âKalau begitu semuanya akan diurus oleh Paman Tohir. Uangnya aku serahkan pada beliau. Nanti Paman Tohir akan berbagi kabar denganku.ââDi kampung
POV Fais.đ¸đ¸đ¸"Kurang ajar banget memang yang namanya, Sintia. Ngerjain orang sampai segitunya!â omel Wulan.âSudahlah ikhlas saja. Insya Allah nanti akan diganti rezekinya oleh Allah lebih banyak lagi. Berapa sih, cuma 10 juta, kan?ââ15 juta kok, cuma, sih, Is. Itu banyak kalau kita bawa ke panti asuhan bisa ngidupin anak panti satu bulan bahkan 2 bulan. Ini Sintia ngabisin cuma dalam waktu 3 hari, kan, minta digetok itu kepalanya. Aku enggak bisa ikhlas kalau untuk si Sinting itu. Mendingan aku kasih ke orang yang memang benar-benar membutuhkan,â sahut Wulan lagi.Duh, kayaknya aku salah ngomong, deh. Harusnya diam saja tidak usah menanggapi omelan Wulan. Jadi pendengar setia aku rasa jauh lebih baik, meski kuping terasa panas.Sintia juga bisa-bisanya menginap di hotel keluarga kami tidak mau bayar. Mereka para pekerja memang tahunya Sintia calon istri Mas Fawas, makanya dibiarkan saja.Wulan marah dan tidak terima karena Sintia menggunakan fasilitas hotel sesuka hatinya. Kal
POV Fais.đ¸đ¸đ¸âYa elah, malah ngambek diejekin gitu doang, ih, kamu lucu, Is!â ucap Wulan lagi.âKamu tahu dari siapa, Lan? Eh, Mbak Wulan?â Kututup mulutku agar Wulan tidak tersinggung.Anak kecil ini berasa paling besar dan minta dipanggil Mbak, padahal menurutku lebih nyaman panggil nama saja. Dasar perempuan memang di mana-mana susah ditebak.âTahu dari Zahra, lah, dari siapa lagi. Aku sudah curiga si, sama gerak-gerik kamu. Lagi pula waktu itu kamu pernah keceplosan begitu, jadi ya, aku sebagai kakak sepupumu yang baik hati mendukung sepenuhnya. Semoga saja kalian berjodoh. Ingat, Is ... jodoh itu mutlak kuasa Allah, jadi kalau nanti tidak sesuai ekspektasi kamu, maka kamu tidak boleh kecewa berlebihan dan tidak mau membuka hati lagi untuk perempuan-perempuan lain. Kita manusia beragama, jadi kita harus yakin bahwa takdir itu tidak akan pernah salah hadir di hidup kita.â Aku mengangguk paham dengan nasihat Wulan. Apa yang dikatakan dia semuanya benar, maka dari itu aku tidak m
POV Fais. đ¸đ¸đ¸âIya, aku tahu, kalau itu si, karena kamu juga stupid. Mauan aja dimanfaain Risa, ha ha .... tapi, apa pun itu aku selalu dukung kamu, kok, Is. Doa yang terbaik untuk kamu. Jujur selama ini aku pun sedih melihat perjalanan cintamu yang memilukan, semoga kali ini cintamu berjalan sesuai harapan.ââAamiin ... terima kasih banyak, ya, Lan.ââIyap, doakan aku juga biar cepat dapat jodoh. Alias kang gusku cepat melamar.ââAamiin ... semoga Allah ijabah. Aku juga sudah tidak sabar lihat kakak sepupuku ini jadi Ning yang mendampingi suaminya memimpin pesantren dengan arif bijaksana.ââAamiin ... ah, aku jadi tidak sabar kan, pingin cepat dilamar.ââUdah banyakin doa aja. Yuk, sudah mau asar kita jalan!âKami keluar hotel lalu menuju ruko.Hatiku sudah dag-dig-dug tidak karuan. Ya, Tuhan, baru ini aku merasakan indahnya cinta. Semoga saja nanti pas ketemu Mbak Fatki, aku tidak gugup.~k~uđ¸đ¸âBelum rezeki, Is, ternyata Mbak Fatki tidak di ada. Ha ha ... tegang banget kamu.
POV Kayla. Setelah pemakaman bapak keluarga pun segera mengurus perempuan yang mengaku sebagai istri mudanya bapak. Ternyata perempuan itu tidak mengharapkan harta seperti yang dituduhkan Kak Siwi. Perempuan itu benar-benar tulus pada bapak.Mereka benar-benar ke sini untuk memberikan penghormatan terakhir. Melihat ketulusan itu bang Dafa dan Bang Romi mengakui anak remaja itu sebagai adiknya dan berjanji akan memberikan biaya pendidikan sampai jenjang tinggi.Emak jangan ditanya perempuan itu terus mengerang pasti emak tidak terima atas keputusan dua putranya bahkan tadi Emak sempat kejang.âAbang mau bicara dengamu, Kay. Ini serius! Ayo, ikut Abang. Aku yang masih duduk di atas sajadahku setelah salat ashar langsung mengikuti Bang Daffa untuk berkumpul di ruang tamu. Di sana sudah banyak berkumpul saudara-saudara Bang Dafa ada paman, Kak Siwi, Risa, dan banyak lagi, tapi tunggu dulu ada satu orang yang menarik perhatianku siapa dia aku seperti pernah melihatnya? Ya, kini aku ingat
POV Kayla. âKamu siapa? Kenapa kamu datang ke sini, hah?! Kami tidak punya keluarga seperti kamu dan kami tidak mengundang siapa pun yang tidak kami kenal. Cepat pergi!â usir Kak Siwi. Aku yakin sekali kalau Kak Siwi mengenali wanita itu âkan kemarin dia sudah melihatnya di ponselku sedangkan emak hanya meliriik saja. Emak terus saja menangis. Ah ... ini masih babak baru pasti setelah ini akan terjadi keributan besar.âCepat sana, pergi! Cepat! Kami tidak punya kerabat seperti kamu!â usir Kak Siwi lagi seraya mendorong-dorong tubuh wanita itu.âLepaskan Ibuku jangan kau sentuh Ibuku!â bela anak bujangnya. Wah ternyata punya nyali juga dia. Aku kira dia hanya anak ingusan yang sembunyi di ketiak ibunya ternyata dia jagoan yang berani membela ibunya dari terkaman harimau.âKamu siapa? Nggak usah ikut campur anak kecil! Cepetan sana pergi kalian! Pergi! Rumah ini tidak menerima orang yang tidak kami kenal!â Kak Siwi terus saja mengusir perempuan itu namun perempuan itu sama sekali tid
POV Kayla.âDasar pembunuh! Dialah pembunuh bapakku. Dialah pembunuh bapak kami! Dafa pokoknya jeblosin Kayla ke penjara aku. Pokoknya aku enggak mau tahu masukin dia ke penjara!â teriak Kak Siwi. Jari telunjuknya menudingku.Dia menuduhku membunuh bapak terserah saja âtoh aku tidak secara langsung membunuhnya. Aku hanya memberikan informasi akurat dan rahasia besarnya selama ini, jadi kalau bapak meninggal ya, itu sudah takdirnya bukan karena aku yang bunuh. Jadi, untuk apa aku takut aku santai saja menghadapi mereka bahkan kini aku duduk di sebelah emak yang terbaring lemah. Tatapannya penuh kebencian padaku. Ah ... terserah saja. Dibenci emak tidak akan pernah membuatku rugi yang penting dendamku terbalaskan.Sementara Bang Daffa sama sekali tidak menanggapi perkataan Kak Siwi. Begitu pun dengan Bang Romi. Mereka semua justru khusuk mendoakan Bapak.Entahlah kalau setelah acara pemakaman ini mungkin aku akan disidang, tapi ya, seperti yang aku katakan tadi aku sama sekali tidak t
POV Kayla. âWah ... so sweet sekali, tapi sayangnya itu basi dan sepertinya Mak sekarang nggak suka tuh sama kamu! Dari tatapannya Emak saja terlihat sangat marah. Andai Mak bisa ngomong pasti Emak sudah ngusir kamu dari sini, Kay!â kata Kak Siwi lagi. âKalau emang Emak nggak suka padaku baru-baru ini ya, telat dong! Karena aku sudah nggak suka sama emak sejak dahulu,â jawabku. Kak Siwi bengong.âDasar nggak waras! LAWANG!â umpat Kak Siwi.âKok, orang gila ngatain gila, sih!â kataku lagi.âDiam kamu, Kay! Kamu ngatain aku gila lagi akan kubuat kamu mampus gak bisa ngomong selamanya mulutmu itu!ââEnggak takut! Lakuin aja kalau bisa,â jawabku dengan senyuman sinis.Kulirik emak. Lagi-lagi emak hanya menggeleng saja. Jangankan basmi Kak Siwi, emak yang selama ini baik padaku pun bisa aku bikin diam alias stroke.âMak ... Mak kenapa seperti ketakutan gitu, sih? Padahal kan, aku sayang sama Emak dan juga Mak sayang sama aku. Tenang aja ya, aku bakal kasih sesuatu sama emak, tapi aku
POV Kayla. âHalo ... selamat pagi! Emak apa kabar? Eh ... ada Kak Siwi,â sapaku saat aku buka pintu lalu menghampiri emak.âEh ... perempuan kurang ajar mau apa kamu ke sini, hah! Kamu mau merayu emakku lagi biar kamu dapat tanah warisan atau kebun gitu, ya! Enggak cukup kamu ngambil rumah itu dari kami?â kata Kak Siwi. Dia menarik jilbabku sampai hampir terlepas bahkan jarumnya pun menusuk kulitku.âApa-apaan sih, Kak! Ngeselin banget lepas nggak!â protesku.âAku enggak akan lepas sampai kamu minta maaf sama aku dan kamu balikin rumah itu ke Emak lagi!â jawabnya.âOh ... iya? Yakin?â jawabku seraya kusikut perut Kak siwi kuat sekali.âAww sakit! Setan kamu, ya, Kayla!â jerit Ka Siwi. Dia memegangi perutnya sambil berjongkok.âDuh, maaf ya, Kak. Sengaja! Ha ha!â ucapku.âEmph! Emph!â Emak bersuara. Aku yakin dia sangat kesal padaku dan hendak mengumpatku, tapi karena Mak sudah kena stroke jadinya emak tidak bisa menyampaikan unek-uneknya.âKenapa, Mak? Mau ngomong apa? Kasihan b
POV Kayla. âOo ...ternyata pelakor! Orang elit dan berpendidikan tinggi pun bisa ya, jadi pelakor!ââDokter kok, pelakor! Cantik-cantik sukanya sama suami orang. Padahal dapat bujangan juga bisa!ââNamanya juga cinta tahi kucing pun rasa coklat!ââAmit-amit naâuzubillahminzalik dunia udah mau kiamat sampai-sampai pada rebutan suami.ââSekarang banyak perempuan muka badak, muka tembok! Enggak bisa berkaca diri terbawa hawa nafsu!ââIya, sudah gitu nyalahin istri sah lagi! Iih ... enggak malu banget!ââPelakor mana pada punya urat malu. Urat malunya udah putus!ââIya, betul! Menjijikan sekali lebih najis daripada kotoran hewan!ââIya, ngeri ya ... padahal karir mereka bagus loh, dokter! Ternyata enggak menjamin!ââJangan cuma nyalahin pelakornya, tapi lakinya juga. Mereka itu kan, sama-sama mau. Sama-sama gatal, sama-sama nggak punya kehormatan!ââPendidikan tinggi enggak menjamin orangnya pun bermoral tinggi!ââMakanya itu harus belajar adab juga.ââDokter Dafa bingung kali milih sal
POV Kayla. âKurang ajar kamu, ya, Kayla!â Risa tidak terima mendengar ucapanku. Dia menyerangku, tapi aku buru-buru melepaskan sepatuku lalu kupukulkan ke bahunya! Bugh! Bugh!Tepat sasaran. Risa mengaduh kesakitan. Dia bermaksud menarik jilbabku, tapi aku sudah lebih dulu menjambak rambutnya.âAww! Sakit-sakit! Lepaskan!â teriak Risa sampai suster yang kebetulan melintas berlarian untuk melerai kami.âMbak, lepas, Mbak! Kasihan Dokter Risa. Udah lepas! Mbak, tidak tahu dia siapa?! Tolong lepas!â seru para suster.âRasain kamu! Mampus kamu, Risa! Sekali lagi kamu bikin masalah sama aku bukan hanya rambutmu yang aku jambak, tapi kepalamu aku lepaskan dari tubuhmu! Memang kamu kira aku takut sama kamu? Rasain ini dokter gila,â makiku pada Risa.âKamu itu yang gila buktinya kamu yang menyerangku!â Risa masih saja playing victim.âOoh ... gitu! Ini gimana? Sakit tidak!â kutarik bulu mata palsu Risa biar dia tahu rasa.âAww saaaaakkkiit mataku! Bulu mataku! Dasar kamu gila Kayla!â teri
POV Kayla. âKayla, tolong panggil suster untuk membantuku!â pinta Bang Daffa.âMales, iiih! Abang panggilan aja sendiri itu kan, ada tombol di atas kepala Bapak. Tinggal pencet aja sih, kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala!â tolakku sinis.âAstaghfirullahaladzim ... Kayla ini darurat ya, Allah!â pekik Bang Dafa. Dia terlihat bingung dengan sikapku lalu tanpa pikir panjang dia memencet bel yang ada di atas kepala bapak berkali-kali.âNah ... gitu bisa kan, pencet bel sendiri! Kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala?!â seruku.âKayla, cepat bantu sini! Tolong ini!â pinta Bang Dafa lagi tanpa menoleh ke arahku. Dia memang terlihat sibuk sekali.âApaan sih, Bang, males lah! Aku mau keluar. Aku malas bertemu Abang. Orang Bapak 'tuh cuma kejang biasa itu kena ayan. Udah deh, enggak usah terlalu lebai,â jawabku lagi. Gegas aku keluar. Di pintu aku berpapasan dengan perawat yang terburu-buru masuk ke ruangan ini.âDasar monster! Aku pastikan kamu segera akan punah dari muka bumi ini. Monste
POV Kayla. âPak, hei jangan mati dulu!â seruku seraya kutepuk-tepuk pipinya lebih tepatnya aku tampar.âPaaakk!â Kali ini kutekan lengan kanan bapak yang terpasang selang infus. Jika Bapak tidak sedang dalam keadaan kejang pasti dia akan berteriak kesakitan, tapi aku yakin sih, dia pun merasakan sakit. Ah ... sungguh ini merupakan kenikmatan hakiki yang aku nanti-nanti selama ini.âPak, ada satu rahasia lagi yang harus Bapak tahu dan ini tentu sangat mengejutkan. Tahukah Bapak, bahwa istri tercinta bapak itu adalah penebar fitnah. Bapak tidak tahu kan, kalau ternyata istri Bapak sejak muda dulu sudah berselingkuh dengan asisten pribadi Bapak? Karena aksinya terpergok oleh orang tuaku, Emak lalu memfitnah mereka dan terjadilah tragedi besar pembunuhan yang Bapak dalangi. Bagaimana Pak, apakah informasi ini mengejutkan Bapak?âKulirik jam di pergelangan tanganku dan sepertinya sudah lebih dari 10 menit bapak kejang. Hebat sekali dia tidak meregang nyawa. Apa dia seperti kucing yang p