Semua Bab Istri Liar Tawanan Sang Mafia : Bab 1 - Bab 10

19 Bab

1. Gadis populer

Dentum musik DJ yang menggema di sebuah rumah megah dan mewah bergaya Neo Klasik yang memiliki ciri khas teras yang tinggi dan lebar, pedimen yang besar, serta fasad yang simetris berlantai dua di salah satu kompleks di Kota Manhattan menandakan pesta sedang diadakan. Kumpulan pemuda-pemudi di berbagai sisi yang sedang asyik bergoyang membuat suasana semakin meriah. Bukan hanya halaman saja yang penuh melainkan juga bagian dalam. Semua sesak dengan anak muda yang berpesta. Diantara keramaian itu ada satu orang yang menjadi pusat perhatian. Seorang gadis muda dengan dress tipis bertali spaghetti warna hitam yang super ketat dengan panjangnya yang hanya sampai atas paha. Dia adalah Elena Shei Maclean. Gadis berusia delapan belas tahun yang memiliki pesona seorang wanita dewasa. Tingginya yang mencapai seratus enam puluh delapan senti dengan berat tubuh lima puluh kilogram membuat tubuhnya terlihat ramping bak model papan atas. Buah dadanya yang sintal dan padat membuatnya semakin t
Baca selengkapnya

2. Sang Mafia

Benar, Elena menabrak sebuah pohon yang tak bersalah. “Ah, sial! Benar-benar sial! Kenapa pohon itu ada di sana, sih?! Seharusnya dia menyingkir dan membiarkan ku lewat dengan tenang,” jeritnya murka. Dia keluar dari mobil dengan susah payah dan menendang ban mobil itu ketika melihat asap mengepul dari mesin di balik kap mobil. Elena menoleh ke sekitarnya dan mendelik pada mobil mati di depannya untuk di salahkan. “Kenapa kau harus berhenti di sini, bodoh? Coba kau lihat? Apa ada orang lain di sini? Tidak! Tidak ada, sial. Sekarang, apa yang harus kulakukan karena kesalahanmu itu, hah?!” rutuknya memaki mobil yang tak bergerak di depannya. Elena jongkok di tepi jalan dan merogoh ponselnya di dalam tas selempang kecil yang dia kenakan. Bibirnya seketika mengerucut sempurna saat melihat ponselnya yang hanya menyala sekejap sebelum akhirnya mati seutuhnya. Baterai ponselnya habis. Sudah kuduga, minggu memang hari tersial dalam hidupku,” gerutu Elena jengkel. “Kenapa harus ada hari
Baca selengkapnya

3. Mainan baru Sir Consigliere

Didalam mobil BMW mewah keluaran Jerman yang terparkir di tepi jalan kecil di kota Manhattan itu mengeluarkan aura yang mencekam. Sang singa yang terusik sebab merasa kekuasaannya di ganggu sementara sang kelinci tidak merasa melakukan apapun kecuali bertahan hidup. Mereka berdua dipertemukan dan bentrok dalam keadaan yang sepertinya tengah memihak si singa. “Nona, apa kau baru saja menantangku?” Leon kembali bertanya dengan suara yang mengerikan. Leon bergerak mendekati Elena yang seketika mundur hingga terpojok di sudut kursi mobil. “Apa kau tahu apa hukuman untuk orang yang berani menantangku, Nona?” Dia semakin dekat memojokkan Elena diantara kedua tangannya yang bertumpu pada bagian pintu dan kursi mobil. Elena semakin dibuat kecil dibawah Leon. “Dia harus mati,” bisiknya tepat ditelinga Elena. Gadis itu mengigil ketakutan. Dia tak menyangka jika pria itu akan tersinggung hanya dengan ucapannya yang sebenarnya tidak memancarkan perlawanan berarti. Lagipula, dia melakukannya
Baca selengkapnya

4. Tidak mudah menyerah

Beberapa jam kemudian di Kota Napoli, Italia. Elena terbangun dengan rasa sakit yang luar biasa dikepalanya. Gadis itu terduduk di tempat tidur dan memegang kepalanya dengan mata yang masih terpejam malas. Dia kesulitan untuk bangun. “Ah sial, kenapa rasanya sakit sekali? Sebenarnya berapa banyak bir yang sudah kuminum tadi malam,” keluh Elena pelan sembari memarahi diri sendiri karena lagi-lagi kelewat bersemangat. Dia ini sangat bodoh jika soal minum tapi masih saja tetap melanjutkan kebodohannya. Yah, mau bagaimana lagi. Dia ini kan gila. Dengan setengah sadar, Elena berusaha meraih gelas yang ada di meja kecil tepat di samping tempat tidurnya seperti biasa karena minum air putih di pagi hari adalah kebiasaannya sejak kecil. Dia mengernyit aneh ketika yang dia temukan justru sebuah benda asing, benda yang bentuknya lebih mirip seperti pistol yang sering dia lihat di film. Elena membuka matanya dan terkesiap kaget dengan apa yang dia pegang. “Apa-apaan ini?” pekiknya kag
Baca selengkapnya

5. Pertunjukan di Kolam Renang

Hari pertama Elena di mansion Leon. “Hei, bangun!” “Ibu ... Hentikan, aku masih mengantuk,” racau Elena sambil memeluk bantal yang dia pegang lebih erat. Semalam, Leon melepaskan ikatan yang menjerat tubuh Elena setelah gadis itu tidur. Untungnya, gadis itu tidak bangun. Tetapi Leon heran karena gadis itu sangat santai dan bisa tertidur dalam sekejap. Elena hanya takut di awal saja, setelah itu sikapnya jadi kurang ajar. Dia tidak peduli dengan semua siksaan yang diterimanya.Elena perlakuan Leon dengan kalem. Sialan, dia meremehkannya! Leon pikir gadis ini masokis makanya dia tenang saja saat ditampar dan dipukul, tetapi tidak, dia meringis kesakitan saat Leon mencoba mematahkan lengan Elena dengan memutarnya wajahnya sama sekali tidak memperlihatkan adanya ciri bergairah. Dia menunjukkan raut wajah tersiksanya, tak ada emosi aneh yang keluar dari wajahnya selain kesakitan. Itu menyebalkan! Dia ingin melihat Elena meraung dan memohon ampun padanya tetapi Elena tidak juga menu
Baca selengkapnya

6. Kesepakatan yang berubah

Provinsi Grosseto, Tuscany, Italia. Pertemuan dua kolega di sebuah rumah kecil namun nyaman yang terbuat dari kayu di daerah peternakan tampak sedikit berbeda dari biasanya. Suasana yang seharusnya menenangkan karena embusan angin segar di sekitar yang di kelilingi pepohonan rindang dan tanah lapang yang luas berwarna hijau tak berlaku, sebab, ketegangan yang mengudara karena salah satu dari mereka mengubah perjanjian yang telah disepakati di pembicaraan pertama. Bagi Leon, kesepakatan seperti itu tidaklah bermoral. Orang yang mudah ingkar janji berarti adalah orang yang bisa berkhianat kapan saja dan itu bukanlah orang yang menyenangkan untuk dihadapi. Leon, pria dengan jas hitam dipadukan kemeja putih bermerek terkenal dan dasi berwarna merah maroon ini tampak tampan. Celana hitam yang agak kecil membuatnya semakin menarik. Dia menyugar rambutnya ke belakang dan tersenyum sinis. Sementara Johan, pria dengan jas putih dengan dibalut kemeja putih motif bunga. "Kau mengubah ke
Baca selengkapnya

7. Bunuh pria gila ini!

Suara tembakan menggema kuat di ruangan itu. Peluru dari revolver yang tadi dilontarkan melaju mengenai tepat di ulu hati salah satu penjaga. Dia ambruk dengan mata melotot. Sementara yang lain segera mendekat, memberi perlindungan pada tuannya. "Kau gila, Leon!" sentak Dante sambil melempar pistol lain di sakunya pada pria itu. "Kau selalu saja seperti ini. Apa kau mau aku mati mendadak, hah?" Leon menerima pistol hasil lemparan Dante dan menatapnya datar. "Kau tidak akan mati semudah itu. Tekad bertahan hidupmu jauh lebih besar dariku," balas Leon santai. Mendengar jawaban dari Leon membuat Dante meradang.Sialan! Pria ini sedang menghinanya. Keduanya lantas kembali fokus menembak musuh yang tersisa. Ada sekitar enam orang tersisa sekalian Johan. Salah satu dari mereka berhasil mendekat dan menghantamkan meja kecil pada Leon. Pria itu dengan gagah menangkis serangan darinya menggunakan kursi yang ada di sisinya. "Woah, kau nyaris mati!" celetuk Dante sambil melilit leher seora
Baca selengkapnya

8. Apa aku akan mati?

Hari kedua di mansion Leon. Leon, pria sinting. Elena semakin memahami makna kata itu. Ratapan kesedihan dan juga permohonan ampun dari korbannya adalah kesukaan Leon. Leon selalu marah saat dia bungkam. Seperti yang terjadi tadi malam. "Kenapa kau tidak memohon padaku, berengsek?! Cepat memohonlah! Kau harus meminta untuk dilepaskan! Jangan terus memintaku untuk membunuhmu, sialan! Kau memuakkan! Akh, dasar jalang kecil yang menjengkelkan!" Usai berteriak seperti itu, Leon menamparnya dengan kuat hingga membuat kepala Elena pusing. Elena yang tak kuasa melawan akhirnya diam dan menutup matanya. Dia memilih untuk tidur dengan tubuh penuh luka ketimbang melihat Leon yang sinting. Sebelum benar-benar terlelap, dia bisa mendengar Leon memakinya berulang kali.Kemudian, dipagi cerah seperti ini, Leon sudah bersiap menyiksanya kembali. Dia membangunkannya secara paksa. "Bangun! Apa kau tuli? Kubilang bangun, sial!" Leon melakukannya dengan kasar. Dia menarik tubuh ringkih Elena dari
Baca selengkapnya

9. Harapan sang teman

Pria itu membawanya menuruni tangga belakang mansion menuju lapangan terbuka. Elena reflek mengangkat tangannya untuk menutupi matanya karena silau, sudah dua hari ini dia tidak melihatnya. Elena mengedipkan matanya dan berjalan dengan terseok-seok menahan rasa sakit karena Leon menyeretnya dengan tidak berperasaan. Yah, memang sejak kapan Pak Tua itu punya hati? Bukankah dia itu manusia tanpa hati yang melakukan apapun demi kepuasan dirinya sendiri? Elena menganga melihat pagar besi yang besar terpasang melingkar dengan diameter yang lebar, mungkin sekitar empat puluh lima meter atau lebih. Didalamnya tumbuh pohon-pohon besar dan dibawah ada beberapa batang pohon tergeletak sementara bagian depan ada sungai dengan jembatan kecil sebagai penghubung. Tempat itu juga dipasang atap, mirip seperti kurungan super besar. Perasaan Elena tidak enak.Dia melirik Leon yang tersenyum. “Aku ingin memperkenalkanmu pada dua temanku, Nona.” Leon membuka kandang itu dan mendesak Elena untuk mas
Baca selengkapnya

10. Sekarang, apalagi yang akan dia lakukan?

Mimpi, sebuah angan atau gambaran visual yang tercipta di saat kita sedang tertidur. Sulit di jelaskan makna sebenarnya apa itu mimpi. Namun, yang pasti selain dari imajinasi yang kita miliki, mimpi juga bisa tercipta akibat kenangan di masa lalu. Mimpi yang berasal dari ikatan kenangan justru lebih mengerikan dari semua mimpi yang di miliki. Baik itu buruk ataupun baik. Mimpi baik akan membuat suasana hati menjadi membuncah dan terkadang lupa jika itu terjadi dulu hingga tak bisa terulang kembali. Kemudian saat mimpi itu buruk maka efeknya akan timbul secara berlebihan dan cukup merepotkan. Sama seperti yang kini di alami Leon. Pria itu baru menutup matanya beberapa menit namun kilasan menyakitkan yang terjadi padanya dulu timbul begitu saja. Hal ini membuatnya merasakan sakit kepala dan juga kelelahan akibat napasnya yang terengah sebab melakukan respirasi terlalu cepat. Jantungnya berdebar dengan kecepatan tidak normal dan berhasil menyakitinya. Dia mengusap kasar wajahnya d
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12
DMCA.com Protection Status