Bersama Umi aku sudah berada di pasar tradisional. Sementara Umi mencari bahan-bahan makanan segar, aku mencari bahan di toko manisan. Entah kenapa rasanya kesialan selalu mengikutiku. Saat sedang mengambil beberapa kilo gula, tiba-tiba saja seseorang menepuk pundakku.“Ealah Mbak Naira beneran, to? Budhe kira tadi siapa!”Sosok Budhe Sri yang tambun berdiri di belakangku. Sejak kapan ia berada di sana? Kalau tahu dia akan datang ke sini, sudah pasti aku juga akan menghindar.“Eh, Budhe. Iya, ini aku, Budhe,” ucapku canggung, mengulurkan tangan padanya untuk bersalaman.Ia menyambut uluran tanganku. Mata Budhe Sri lalu menatap dari atas sampai bawah. Kemudian senyum sinisnya terlihat.“Cari apa kamu, Nai? Kok ada di sini? Lagi pulang ke rumahnya Sanusi?” tanyanya sambil mengambil beberapa bungkus tepung.“Iya, Budhe, aku sama Fadil lagi pulang ke rumah Abah.”“Hm, gitu toh. Kemarin Budhe denger Fadil ketabrak mobil? Gimana kabar anakmu, ndak cacat, kan?”Astaghfirullah. Aku langsung m
Baca selengkapnya