Home / Rumah Tangga / Pembalasan Rita / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Pembalasan Rita : Chapter 31 - Chapter 40

72 Chapters

Chapter 31 Takdir

Asmi kembali ke penginapan dengan hati dongkol. Apriyanto tidak berada di kantornya dan pria itu juga meninggalkan mobilnya di sana. Asmi membuka pintu mobil dan menyuruh Eshan masuk."Cepatlah.""Kita hanya pergi berdua? Adik bayi dan Tante tidak ikut?""Tidak. Kamu ini bodoh sekali. Anak bayi tidak boleh sering diajak bepergian.""Oh, takut masuk angin kena Ac mobil ya, Ma?""Sudah jangan sok tahu. Cepat masuk."Eshan menurut dan patuh akan perintah Asmi. Anak itu menyunggingkan senyum sepanjang jalan merasa senang luar biasa karena sang mama pada akhirnya mau meluangkan waktu untuk berjalan-jalan bersamanya. Setelah memasuki kota Eshan mencondongkan tubuh dan bertanya, "Kita mau ke mana?""Eshan suka pergi di mana terakhir kali dengan tante?""Di restoran. Enak sekali makanan di sana.""Oh ya? Kalau begitu kita ke sana."Tak berselang lama, mobil itu memasuki halaman restoran. "Turunlah dulu dan bawa tas ranselmu itu." Tunjuk Asmi ke arah tas di jok belakang."Kita mau berenang di
last updateLast Updated : 2022-09-01
Read more

Chapter 32 Terbuang

"Om bisa ajak Eshan masuk dulu ya." Rita yang awalnya menggandeng tangan kurus anak itu lalu mengusap lengan atas Arka dan menatap penuh arti.Arka mematuhi saja apa yang diminta oleh Rita dan kemudian meraih bahu anak itu.Eshan membalik tubuhnya dan berlari kecil mengejar Rita. "Tante mau ke mana?"Hati Rita menghangat mendengarkan pertanyaan sarat kecemasan seperti itu. Sungguh menyenangkan jika mendapat perhatian dari anak sendiri. "Tante mau ambil obat untuk om dulu. Eshan masuk dulu dengan om dan pilih menu untuk sarapan ya, Sayang."Mata Eshan membulat semakin menunjukkan kekhawatiran dan simpati. "Om sakit?" tanyanya setelah menoleh sekilas ke arah Arka yang masih berdiri tak bergeming di tempat."Hanya masuk angin," jawab Arka.Eshan berbalik dan meraih tangan Arka serta menggenggamnya erat. "Ayo cepat kita masuk. Tante Heni pernah loh, masuk angin sampai pingsan. Kalau om yang pingsan Eshan nggak bisa angkat. Om tinggi dan besar banget."Arka saling bertukar pandang dengan R
last updateLast Updated : 2022-09-02
Read more

Chapter 33 Percakapan

"Mama beneran udah nggak sayang sama Eshan ya, Tante? Pantas selama ini Eshan nggak pernah ketemu mama. Jarang .... Banget! Eshan ... Eshan takut kalau-kalau jadi lupa wajah mama atau mungkin mama yang akan lupa sama Eshan. Eshan yakin mama udah nggak sayang sana Eshan karena sekarang sudah ada adik kecil yang dari suaminya. Tapi Eshan senang di peluk oleh Tante, hangat." Sorot mata itu mendongak bingung mengurai apa yang dirasa. Nalurinya sebagai seorang ibu tahu jika bocah kecil ini sedang kebingungan untuk memilih.Rita mempererat pelukan dan mengayun tubuh kurus itu seperti menimang balita. Hati Rita semakin terasa tercabik dan kebencian kepada Asmi semakin mendarah daging mendengar penuturan Eshan di sela isak tangisnya.Arka bergabung bersama mereka dan mengusap air mata Eshan yang kini membasahi bahu dan dada Rita."Eshan berhenti menangis ya. Nanti capek, Sayang.""Lanjut lagi yuk makanannya. Ada jajan pasar tuh," bujuk Erni yang kini bergabung bersama mereka dan kembali menge
last updateLast Updated : 2022-09-03
Read more

Chapter 34 Terbakar

Tiga orang karyawan butik berjalan menuju gudang namun dari jarak lima meter mereka mencium bau seperti kain yang terbakar. Dari tempat mereka berdiri tak bisa melihat dari mana sumber datangnya api. Mereka bergegas membuka pintu gudang dan betapa terkejutnya mereka melihat si jago merah sudah melahap seperempat isi gudang. Arah asap tidak ke depan jadi mereka tidak bisa melihat dengan jelas karena semua pintu dan jendela tertutup rapat. "Seingatku belum ada orang yang ke sini," kata seorang laki-laki gemulai."Iya seingatku juga,"kata pria berbadan kurus, tinggi. "Bagaimana ini mbak Weni?" tanyanya panik.Wanita yang dipanggil Weni berkata, aku akan telepon pemadam kebakaran dulu." Ia merogoh kantong celananya dan kemudian menepuk dahinya, teringat jika ponselnya tertinggal di dalam butik. Namun saat ia berbalik, Weni segera menghentikan langkahnya. Butik sudah dikepung sang jago merah. Bahkan kebakarannya lebih dahsyat daripada di dalam gudang. Ketiganya tampak kebingungan karena
last updateLast Updated : 2022-09-03
Read more

Chapter 35 Pikiran Buruk

Kring ... kring ... kring ...."Arhhhh ...!"Apriyanto mengacak-acak rambutnya. Sedari tadi ponselnya tak berhenti berdering sehingga ia sampai harus membantingnya sampai hancur, kemudian sekarang telepon rumah yang berdering. Sementara dirinya sudah dua jam di rumah dan belum menemukan keberadaan sertifikat tanah kebun kopi yang ia beli bersama dengan Rita. Apriyanto dengan napas memburu dan mata yang memerah menahan amarah. Mendudukkan diri di tepi ranjang. Mengedarkan pandangan ke dalam kamarnya yang kini berantakan. Laci-laci yang menyatu dengan rak buku, kemudian meja rias dan nakas semua berhamburan di lantai. Begitu juga dengan nasib isi brankas yang berhamburan di lantai. Apriyanto bangun dengan napas yang semakin memburu tidak tenang, berkali-kali ia menarik napas seperti orang terkena flu. Kepalanya saat ini sudah terasa akan meledak, ia butuh benda itu segera. Kepalanya tidak bisa berpikir jernih tanpa ada sabu sebagai asupan utama. "Bang*at! Di mana sertifikat itu?!"Ap
last updateLast Updated : 2022-09-03
Read more

Chapter 36 Rahasia

Hendro bangkit begitu melihat Narto berdiri tak jauh dari tempatnya duduk. Narto tertegun sesaat bertemu muka dengan Hendro. Satu-satunya darah dagingnya dengan Rakmi. Sudah sangat lama ia tak melihat pria itu. Bahkan saat pernikahan Asmi dan Apriyanto, Hendro tidak hadir begitu juga dengan Rakmi dan yang lainnya. "Ayah ... ehm ... Bapak mau menjenguk Bu Rakmi," ujarnya canggung. Mengutarakan maksud kedatangannya. Hanya Rakmi satu-satunya harapan terakhirnya karena Daya tak lagi menganggapnya."Tentu, silahkan Pak. Ibu baru saja selesai berganti pakaian. Mari."Sopannya tutur kata Hendro tak ayal membuatnya bangga. Narto tahu benar bagaimana sifat Rakmi, tapi melihat anaknya tumbuh dengan adab dan kesopanan yang tertata seperti ini ia bahagia. Walau ada kesedihan tidak mengenal cucu-cucu dari Hendro. Ah ... mungkin saja belum tiba saatnya.Hendro mendahului Narto dengan sedikit membuka daun pintu ia menyembulkan kepalanya dan berkata, "Bu, ada yang besuk.""Suruh masuk." Mata Rakmi
last updateLast Updated : 2022-09-06
Read more

Chapter 37 Dua Kali

"Itu tidak bisa dia lakukan. Aku bahkan lebih banyak keluar uang untuk membeli tanah ini. Kamu tahu, uang yang dikumpulkan untuk biaya kuliah sebelum kita menikah tetapi tidak jadi karena aku sudah hamil. Nyatanya setelah menikah pun tidak jadi terpakai juga sebab sudah mendapat beasiswa dari kantor. Uang itu yang aku pakai sebagai dana membeli tanah-tanah ini. Dia tidak bisa menjualnya begitu saja. Harus dengan persetujuan," ujar Rita."Terima kasih kalian sudah membantuku mendapatkan ini kembali," tambahnya.Ilham mengangguk dan tersenyum simpul sebelum berkata, "Tidak hanya itu Bu. Kami menemukan surat palsu.""Maksudnya?""Ditumpukan itu terdapat sertifikat tanah lama dan baru, yang lama adalah surat asli dengan nama Daya Zaire sebagai pemilik. Sementara surat palsunya adalah atas nama Yusuf Suhardiman."Rita memberikan isyarat pada Ilham untuk berhenti berbicara dengan mengangkat tangan kanannya. "Tunggu dulu, maksudnya gimana? Bukankah dulu papa beli dengan meminjam nama bapak?"
last updateLast Updated : 2022-09-06
Read more

Chapter 38 Kejang

Amarah membuncah dalam diri Apriyanto. Berkali-kali ia mengumpat merutuki diri sendiri. Bagaimana ia bisa lupa jika sekarang adalah hari libur. Tentu saja, kantor tempat Rita dahulu bekerja sepi dan tutup. Hanya ada sekuriti perusahaan yang berjaga di depan dan kini mereka berempat menatapnya penasaran."Tolol, bagaimana aku bisa lupa hari?!"Salah satu sekuriti mendekat ke arah pria yang masih setia duduk di atas motor tepat di tengah jalan masuk kantor yang dibatasi dengan rantai besi. Pria itu terlihat berantakan dan kusut, tapi rasanya ia seperti pernah melihatnya, walau tidak ingat pasti bertemu di mana."Ada yang bisa saya bantu Pak?" Semakin dekat jaraknya berdiri dengan orang yang masih duduk di atas motor. Sekuriti itu terhenyak melihat raut wajah pria di depannya yang tidak hanya terlihat kusam dan berantakan tetapi juga pucat.Fokus Apriyanto tidak pada sekuriti di depannya melainkan pada pintu kaca kantor yang tertutup. Pandangannya kosong seperti orang linglung. Emosinya
last updateLast Updated : 2022-09-07
Read more

Chapter 39 Menuduh

"Kamu menghilang ke mana saja selama ini?" tegur Hendro.Rita yang duduk berseberangan di dalam ruang perawatan Apriyanto hanya menatap kakak iparnya tersebut tanpa menyahut."Apa karena kamu kembali bersama dengan dia?" tanya Hendro, seraya mengedikkan kepala ke arah pintu yang tertutup rapat. Arka yang ikut bersama dengan Rita menunggu tepat di luar pintu, di koridor tepatnya. Bersama para pembesuk atau penunggu pasien yang tidak bisa masuk semua. Rita merasa bahwa kakak iparnya ini mulai berpikir yang tidak-tidak maka ia membuka mulutnya kali ini. "Tidak ada sangkut pautnya dengan dia. Semua karena ulah Ibu dan Mas Apri. Mas Hen, pasti sudah tahu bagaimana ceritanya. Jangan mencari kambing hitam."Hendro tersenyum masam. "Pasti ada hubungan dengan dia.""Berhenti keras kepala seperti mereka, Mas! Rita kesini bukan untuk berdebat dengan keluarga kalian. Rita membesuk Mas Apri juga karena sebatas rasa kemanusiaan yang yah, ternyata akhir-akhir ini mulai dilupakan sebagian besar ora
last updateLast Updated : 2022-09-08
Read more

Chapter 40 Di mana Anakmu?

"Rita," racau Apriyanto dengan dahi mengernyit dalam.Hendro yang masih berada di bilik kamar itu berdecak malas menatap ke arah pembaringan dan menggerutu, "Dasar tidak berguna."Hendro bukannya tidak berterima kasih kepada Rita, kalau bukan karena Rita dirinya tidak akan pernah tahu apa yang terjadi pada Apriyanto. Ya, Rita yang mengabarkan kondisi Apriyanto kepadanya walau melalui sekuriti kantor. Namun hal itu juga membuat Hendro jengkel, selama ini ia pikir Rita akan benar-benar setia pada Apriyanto tetapi pada kenyataannya wanita itu dengan tidak tahu malu muncul bersama dengan mantan tunangan untuk menjenguk suaminya. Tentu masih bisa disebut sebagai suami-istri bukan? Mengingat mereka belum resmi bercerai."Kamu nanti akan berterima kasih kepadaku. Kalau bukan karena aku, tidak akan ada satu sen pun kamu mendapatkan warisan," gumam Hendro ke arah tempat tidur.Hendro yang bosan berada di ruang inap Apriyanto meraih remote dan menghidupkan televisi seketika terpampang berita te
last updateLast Updated : 2022-09-14
Read more
PREV
1234568
DMCA.com Protection Status