Home / Pernikahan / BERBAGI SUAMI (TAMAT) / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of BERBAGI SUAMI (TAMAT) : Chapter 41 - Chapter 50

60 Chapters

BAB 41: Surat Perjanjian

Kenapa Tiara harus ikut juga? Bukankah Hadi ingin bertemu denganku? "Kamu mau ngobrol sama aku, 'kan? Kenapa Tiara harus ikut?" tanyaku heran."Dia memaksa untuk ikut. Aku tidak punya pilihan."Aku kesal mendengar jawabannya. Hal sepele begini saja Hadi sulit untuk bersikap tegas."Aku mau kita hanya bicara empat mata, tanpa Tiara. Jika bisa aku ikut. Jika tidak bisa, antarkan lagi aku pulang!" seruku ketus pada lelaki itu.Bagaimana ingin berpoligami? Jika seorang pemimpin rumah tangga masih belum punya akar yang kuat tentang hal tersebut. Bagaimana ingin berpoligami? Jika adil dalam hal seperti ini saja dia belum bisa. Bagaimana ingin berpoligami? Jika belum bisa merangkul kedua istrinya dengan baik.Poligami memang hal yang dibolehkan oleh Allah, akan tetapi tidak mudah dalam menerapkannya. Banyak hal yang harus dipelajari dan diamalkan. Bukan sekadar banyak uang serta nafkah tercukupi, tetapi tidak terdapat kemashlahatan di dalamnya. Sanggupkah aku menjalani rumah tangga seperti
Read more

BAB 42: Kejadian Tak Terduga

POV HADI***BUGH!Sebuah pukulan mendarat keras di pipiku. Tiba-tiba seorang lelaki datang menyerangku dari arah depan.Aku melihat ke arahnya sambil memegangi pipi yang berdenyut nyeri. Ada rasa asin yang telah bercampur dengan air liur. Aku meludah sembarang. Ternyata bercampur darah. Sudut bibirku seperti pecah, hingga meninggalkan rasa perih yang menyiksa.Lelaki di depanku berdiri tegap. Matanya menyorotkan amarah yang membara. Tunggu, aku seperti mengenalnya, tapi di mana? Ah! Bagaimana aku bisa lupa. Dia adalah kekasih lama Nadia, Azzam.Setelah mengambil ancang-ancang, aku pun maju mendekat. Berusaha membalas pukulan yang ia daratkan tadi. Kepalan tinju kuarahkan ke wajahnya. Namun, dalam gerakan yang begitu cepat, Azzam mengelak ke samping. Aku meninju angin.SRRRTTPLAKBUGHAku meringis sembari menekan perut. Gerakan Azzam begitu cepat. Dia berhasil memelintir tangan kiriku. Sebuah tendangan keras juga ia singgahkan di perutku."Apa maumu sialan?" tanyaku sambil meringis k
Read more

BAB 43: Amarah Tiara

POV HADI"Jangan bertingkah b0d0h, Tiara! Bukan seperti ini cara mencari perhatian!" Aku berseru panik bercampur kesal. Baju kemeja milikku sebagian telah berubah warna bercampur merah. Aku masih menekan kuat sayatan di pergelangan Tiara menggunakan telapak tangan. Wanita itu meringis dan mengaduh perlahan."Sakit, Di.""Makanya jangan konyol! Kamu pikir dengan begini akan menyelesaikan masalah? Malah akan menimbulkan masalah baru yang akan membuatku semakin pusing.""Bukan ini yang sakit!" Wanita bermata bulat itu menunjuk tangannya."Lalu?" tanyaku mengernyitkan dahi."Ini!" serunya lagi sambil meletakkan tangannya di dada."Coba kamu bersikap sedikit lebih bijak dan dewasa seperti Nadia."Kalimat yang tanpa kusengaja mengalir begitu saja dari mulutku. Tiara menatapku tajam. Tatapannya menusuk dan penuh amarah."Jangan pernah samakan aku dengan dia. Katakan kalau kamu tidak mencintainya!" Paksa Tiara penuh tekanan.Aku memilih diam dan masih menyibukkan diri dengan luka Tiara. Perla
Read more

BAB 44: Katanya Mau Cerai!

POV TIARAPoligami?O my goodness!Tidak pernah sekali pun terpikirkan olehku tentang hal itu. Ya, aku tahu dalam Islam membolehkan hal itu, tapi aku tetap tidak mau merasakannya. Lalu sekarang, aku malah terlibat di dalamnya. Ck!Aku kekasih Hadi dulunya. Karena perjodohan sia**n yang dilakukan oleh orang tua kekasihku itu, juga karena ketidakberanian Hadi menolaknya, maka terpaksalah dia menikah dengan wanita jelek yang telah dipilih oleh ibu Hadi sebagai calon istri kekasihku ituKenapa aku bilang jelek? Ya, karena memang seperti itu. Hadi pun mengakuinya. Namanya Nadia Shanum. Sebenarnya aku malas menyebut nama wanita perebut laki orang tersebut. Jangankan menyebutkan nama, mengingatnya saja sudah membuatku ilfil setengah mati.Dia memang jelek. Tidak ada yang patut untuk dibanggakan. Hadi mengirimkan fotonya padaku dulu saat malam pertama mereka. Ya, malam pertama hanya formalitas saja, sedangkan Hadi asik menghabiskan malam dengan cara meneleponku. Nadia, perempuan berperawakan
Read more

BAB 45: Hadi Menjemput Nadia

Aku menanti Hadi bersama Abi dan Umi. Sebenarnya Umi berat hati melepaskan kepergianku saat sedang berbadan dua seperti ini. Beliau memintaku untuk tinggal hingga kondisiku benar-benar stabil. Namun, aku menjelaskan secara perlahan pada wanita paruh baya tersebut bahwa kondisiku baik-baik saja."Umi sama Abi bisa datang kapan saja jenguk aku. Umi jangan khawatir, aku tinggal bersama Mbok Inah di rumah. Pasti nanti sesekali Ibu juga datang berkunjung ke rumah.""Hmm! Umi masih kesal sama Ibu mertuamu itu," ujar Umi sembari membuang wajah. Semenjak perlakuan Hadi terhadapku terbongkar, Umi memang belum bisa dengan lapang dada memaafkan keluarga Hadi, termasuk ibu mertuaku yang adalah sahabatnya."Ibu ngga salah, Mi. Sama seperti Umi juga. Beliau sangat menyayangiku. Bahkan selalu mengingatkan Hadi agar bersikap baik padaku.""Ya, walaupun begitu, dia tetap terimbas atas perbuatan anaknya." Umi masih terlihat tidak suka.Aku memeluk wanita yang berada tepat di sampingku ini, menyandarkan
Read more

BAB 46: Bermalam Denganku

Kami tiba di rumah baru menjelang Ashar. Tidak banyak yang dibawa, hanya sekoper pakaian serta beberapa keperluan lainnya. Barang-barang lainnya masih tertinggal di rumah Hadi.Setelah beberapa saat tiba di rumah, Abi dan Umi undur pulang. Awalnya mereka ingin menginap, tetapi keperluan mendadak membuat mereka membatalkan rencana untuk menemani malam pertamaku di rumah baru."Ngga apa-apa, Mi. Nanti ada Mbo Inah di sini.""Jadi suamimu itu mau ke mana? Ke rumah istri muda?" Umi berujar sedikit keras. Kurasa beliau sengaja agar Hadi mendengarnya."Mi, sssttt! Jangan begitu!" seruku sambil meletakkan jari telunjuk di bibir. Aku merasa tidak enak jika sampai Hadi mendengarnya. Tak masalah Hadi mau menginap di mana malam ini, kami memang belum membuat jadwal kunjungan baik untukku maupun Tiara."Umi jangan khawatir. InsyaAllah malam ini Nadia bersamaku." Tiba-tiba Hadi muncul di tengah-tengah kami."Bagaimana ngga khawatir, memberikanmu kesempatan kedua sama artinya dengan melepaskan Nadi
Read more

BAB 47: Bermalam di Rumah Nadia

"Kamu 'kan bisa membangunkanku jika ingin sesuatu." suara Hadi masih terdengar panik."Kamu kelelahan, Di. Aku ngga mau mengganggu," jawabku pelan. Rasa sakit masih menggangguku."Kamu selalu begitu. Merasa merepotkan. Aku ini suamimu, Nadia. Bukan orang lain."Aku terdiam. Selama menikah dengan Hadi, aku memang sudah terbiasa mengerjakan semuanya sendiri. Tanpa bantuan campur tangannya. Mungkin ini sebabnya aku menjadi canggung jika harus menunggu bantuan dari Hadi."Kamu dengar, Sayang. Kondisimu belum stabil. Jika keras kepala, bukan hanya kamu yang jadi korban, tapi juga calon anak kita. Tolong mengertilah!"Hadi membingkai wajahku. Aku mengangguk seperti seorang anak kecil yang sedang dinasehati oleh orang tuanya."Nah, begitu!" serunya lagi sambil mengacak rambutku pelan.Aku membatalkan niat ke kamar mandi. Perlahan aku merebahkan badan dan memejamkan mata. Bukan tidur, hanya untuk meringankan rasa pusing yang tiba-tiba mendera. Refleks, aku menarik kaki sebelah kanan. Kurasaka
Read more

BAB 48: Gabut!

"Nanti aku akan bicara dengan Tiara. Aku harus lebih sering menemanimu, karena kamu sedang hamil. Mana bisa aku membiarkan kamu sendirian begini. Kalau kamu jatuh lagi seperti tadi, gimana?" Hadi sudah bisa mengontrol diri kembali. Meski wajahnya masih terlihat sedikit memerah."Nanti dia marah, gimana?" tanyaku mencoba memastikan."Aku akan mengaturnya." Hadi menimpaliku sambil mengedipkan sebelah matanya.Beberapa saat kemudian, setelah menyelesaikan sarapan, Hadi berpamitan untuk berangkat kerja.***Belum sampai dua jam Hadi pergi, rasa bosan kian menyerang. Sejak tadi tak ada pekerjaan berarti yang kukerjakan selain duduk di depan televisi, sambil sesekali membuka-buka majalah tentang kehamilan. "Jangan lakukan apapun. Cukup minta Mbok Inah untuk membantumu," begitu pesannya sebelum pergi tadi.Lelah duduk, aku memilih merebahkan badan di atas sofa. Layar televisi telah mati, tidak ada acara berbobot yang ditayangkan. Semua hanya mengandalkan acara saling ejek untuk menciptakan
Read more

BAB 49: Rumah Sakit

"Di ... Ha-di! Mun-tah!"Tiara meringis di atas sofa. Hadi berjalan mendekati wanita itu. Pemandangan selanjutnya membuat hatiku memanas. Lelaki berkemeja lengan panjang itu mencoba mendudukkan Tiara. Namun, wanita itu terlihat tidak berdaya. Kepalanya terkulai lemas. Dengan sigap Hadi menyandarkan tubuh Tiara ke sofa. Beberapa kali juga ia tampak mengusap pelipis serta membelai rambut wanita itu.Aku masih berdiri mematung menyaksikan mereka berdua. Entah kenapa kakiku terasa berat untuk melangkah, padahal merasa tak suka melihat perhatian yang diberikan Hadi pada Tiara.Astaghfirullah ....Berulang kali aku beristighfar di dalam hati. Memohon ampunan Tuhan karena belum bisa menerima dengan ikhlas kondisi rumah tanggaku. Meski bibirku mengatakan tidak keberatan, akan tetapi tidak dengan hatiku. Jika penyakit hati ini masih aku pertahankan, sia-sia saja semua perjuanganku untuk menerima Tiara sebagai madu.Di mana letak ikhlas itu? Kenapa aku begitu emosi melihat Tiara? Seharusnya ak
Read more

BAB 50: Ikhlas Itu Sulit!

"Ka-mu se-nang li-hat a-ku be-gi-ni?" tanya Tiara tersendat."Kamu jangan mengada-ada. Mana mungkin aku senang," jawabku sambil membentangkan selimut menutupi sebagian tubuhnya."Bo-hong! Ma-tamu me-nyi-rat-kan i-tu." Dia masih memaksakan kehendaknya. Memang dasar keras kepala!"Kamu bukan peramal. Sebaiknya kamu fokus saja pada kesembuhanmu." Aku sedikit menekan suara."A-ku ta-u ji-ka Ha-di su-dah mu-lai men-cin-ta-i-mu. Di-a ...,""Stop! Apa kamu selalu begini? Susah mendengarkan saran dari orang lain. Memaksa orang lain hanya mendengarkanmu?" Aku memotong kalimat Tiara. Menurutku sekarang bukanlah saat yang tepat untuk membahas masalah rumah tangga kami. Aku saja sekuat tenaga berusaha untuk meredam emosi. Berusaha untuk menepis cemburu melihat keintimannya dengan Hadi. Aku berusaha untuk menjadi partner yang baik untuk Hadi dan untuk maduku. Namun, kenapa wanita itu seolah tak peduli? Apa dia mengira hanya dia yang tersakiti? Apa hanya dia yang punya hati? Ck!"Ka-mu ...,""Kalau
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status