Aku tidak tahu sekarang sudah pukul berapa karena mata masih terpejam. Namun, sekarang aku merasakan Akbar ikut naik ke tempat tidur. Tidak lama setelah itu terdengar suara saklar lampu.Entahlah. Aku tidak peduli sekarang Akbar mau apa."Ayu, aku tahu kamu belum tidur. Kamu pasti kepikiran Naima, kan? Sama, aku juga.""Kepikiran Naima? Aku? Sejak kapan?" cecarku kemudian memunggunginya tanpa membuka mata."Maksudku, memikirkan keputusan ayah tentang Naima. Kamu jangan salah paham." Tangan kekarnya kini menyentuh pucuk kepalaku. "Kamu sendiri tahu perasaanku ke kamu, hati ini untuk siapa juga kamu tahu.""Aku gak tahu.""Aku mencintaimu, Ay. Masa iya kamu gak ngerasain?"Biarlah Akbar bicara sendiri, aku tidak mau menjawab. Memang dari sikap sudah terbukti kalau dia ada rasa, tetapi aku berusaha menolak kebenaran.Lagian kalau memang ayah setuju Naima menjadi istri Akbar, kenapa harus menjodohkannya denganku? Pernikahan kami belum genap sebulan, apa kata orang nanti?Seandainya malam
Baca selengkapnya