Tangisan Fatma mulai mereda, beberapa kali melafalkan istighfar seraya menghela napas, ia berkeyakinan harus kuat, hidup akan masih berlanjut terlebih ada dua orang anak yang harus dididik agamanya."Bunda, Kakak pulang," ucap si sulung Uwais.Dengan sigap Fatma menghapus buliran-buliran bening yang membekas di pipinya, selepas itu ia tersenyum pada putra pertamanya, menyembunyikan segala duka nestapa."Ucap salam dong, Nak," jawabnya dengan suara yang masih serak.Uwais terkekeh. "Assalamualaikum, Bunda.""Wa'alaikumus'salam, sudah selesai ngajinya, Nak?" tanya Fatma ramah."Bunda habis nangis?" bukan menjawab Uwais malah sibuk menelisik wajah ibundanya.Anak berumur enam tahun itu berubah murung, ia sudah faham jika wajah ibundanya sembab maka, ayahnya dan Wirda lah penyebab kesedihan itu."Iya." Fatma tak memiliki kata lagi untuk menjawab, ia ingin berbohong dengan mengatakan sedang kelilipan. Namun, ia takut dosa terlebih ini adalah bulan suci ramadhan."Bunda, emang lelaki itu h
Read more