Home / Romansa / Perawan 200 Juta / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of Perawan 200 Juta: Chapter 71 - Chapter 80

101 Chapters

P 200 J Bab 71

"Nyonya besar sakit?" tanya Bi Nur, sambil meletakkan segelas jus buah naga di meja samping tempat dudukku. Aku sedang melihat taman di belakang rumah, yang nampak bersih dan asri. "Zanna dengarnya begitu, Bi," jawabku kemudian."Bi, kalau Bibi nggak ada di rumah, apa nggak ada yang nyari?" tanyaku penasaran. Pastilah kepergian mereka, Bi Nur dan Pak Rahman menimbulkan pertanyaan."Bibi, pamit pulang kampung ada keluarga sakit, jadi mendadak. Nyonya Besar menyuruh Pak Rahman mengantar, karena masih saudaraan sama Bibi. Sesuai perkiraan Tuan Muda. Jadi ndak ada yang curiga." Bi Nur memberi penjelasan.Berarti benar kata Kenzi, semua ini benar-benar sudah Radit rencanakan dengan matang dan detail. Tapi mengapa dia melakukannya? Bukankan resiko nya terlalu besar untuknya. Apa yang mendasari dia rela berkhianat pada Ayah kenzi.Apalagi, posisinya sekarang sebagai orang kepercayaan Ayah Kenzi, setelah Tuan Bram. Apa benar karena rasa setia kawan atau ada hal lainnya. Ah, kenapa jauh seka
Read more

P 200 J Bab 72

"Non Zanna, tidur saja. Sudah malam." Bi Nur menghampiriku yang duduk di ruang tengah, menatap tv yang tidak aku nyalakan."Nunggu Kenzi, Bi." Aku sedikit mengangkat wajah, menatap ke arahnya."Ini sudah larut, Non. Biar bibi aja yang nunggu Tuan Muda. Non Zanna tidur saja," ucap Bi Nur kemudian."Pak Rahman juga belum kembali ya, Bik?" tanyaku. Bi Nur menggeleng."Bibi punya HP?" tanyaku kemudian."Di Tuan Muda semua, Non. Pesannya, kalau perlu apa-apa, bilang ke Pak Rahman saja. Jadi yang pegang HP hanya dia." Bi Nur menjelaskan pesan yang Kenzi sampaikan.Ini sudah larut sekali, apa Mamanya cukup buruk kondisinya, jadi tak bisa ditinggalkan. Menunggu tanpa tau harus seperti apa dan bagaimana rasanya menyesakkan sekali. Tak tau apa yang sebenarnya sedang terjadi, hanya bisa Menunggu dan menunggu.•••Aku tak tau tidur jam berapa, saat aku bangun, selimut tebal sudah menutupi tubuhku. Di sofa lantai, beralaskan karpet bulu, Bi Nur juga nampak tidur meringkuk. Aku mencoba bangun dan
Read more

P 200 J Bab 73

"Halo Zanna, mereka orang-orangku. Nyonya Besar kondisinya masih sangat buruk. Kenzi tak mungkin pergi, tapi Tuan Bram sudah mulai menyadari kalau kamu tak ada di rumah. Aku sudah menyiapkan tempat tinggal sementara di luar kota. Kenzi akan menyusulmu secepatnya. Tenang saja kamu aman bersama mereka." Radit menjelaskan panjang lebar. Aku cukup seksama mendengarkan setiap kalimat yang keluar darinya."Apa bisa sebentar saja, aku bicara dengan suamiku?" tanyaku pada Radit."Maaf, Zanna. Kenzi di ruangan bersama mamanya, aku kesulitan menemuinya. Percayalah padaku, lusa apapun keadaanya, Kenzi akan menyusulmu." Radit meyakinkanku.Aku mengembalikan ponsel pada pria di depanku, kemudian melangkah masuk. Mereka mengikuti, dan menunggu di ruang tamu. Aku menuju dapur mencari keberadaan Bi Nur, untuk membantuku menyiapkan barang yang akan dibawa."Bi … bantu Zanna bersiap, lepas ini kita akan pergi," ucapku pada Bi Nur yang terlihat sedang merapikan kulkas."Oh, sekarang Non?! Baik Non." Bi N
Read more

P 200 J Bab 74

"Kita harus tenang, tidak boleh panik. Kita pikirkan cara melarikan diri sini." Aku mencoba untuk tidak panik, dan juga memberi pengertian pada Bi Nur, agar tidak terlihat panik juga.Sejenak aku mengatur napas dan hatiku terutama, sambil memikirkan cara untuk melarikan diri dari sini. Pandanganku mengedar dan berhenti di sebuah celah belakang bangunan kantor yang terletak di didepan kamar mandi."Bi, tarik napas dulu. Hembuskan perlahan" Aku mencoba menenangkan Bi Nur. Wanita setengah baya itu mulai mengikuti saranku."Kita sudah pergi cukup lama, sekarang Bibi balik dulu ke mereka, pura-pura ambil baju Zanna. Bilang karena menunggu antrian Zanna ngompol tadi. Biar kita punya cukup waktu, tanpa mereka curiga." Aku menjelaskan kepada Bi Nur, semoga dia mengerti.Sejenak wanita setengah baya itu terdiam, kemudian mengangguk."Iya Non, Bibik Paham. Bismillah …." Bi Nur beranjak dari depanku, aku berjalan ke arah kamar mandi. Jantungku berdebar kencang, badanku panas dingin. Semoga Bi N
Read more

P 200 J Bab 75

Wanita itu mengantarku dan Bi Nur ke kamar kontrakannya, untuk beristirahat. Bersyukur aku kembali dipertemukan dengan orang-orang baik. Aku bisa sholat, mandi dan beristirahat siang ini."Alhamdulillah, Non. Ketemu orang baik." Bi Nur terlihat terharu, matanya nampak berkaca-kaca."Iya, Bi. Alhamdulillah," ucapku sedikit lega."Non, tidur saja. Kasihan si dedek …." Bi Nur tak mampu meneruskan kalimatnya. "Bibik, jangan nangis." Padahal aku sendiri kembali menumpahkan airmataku.Apa yang Tuhan rencanakan untukku, rasa sakit mengiris perih hati ini. Mampukah aku kembali mengumpulkan puing asa yang masih tersisa? Masih adakah secerca harapan yang akan membawa sebuah titik bahagia. Atau harus menyerah?Aku lelah, bukan hanya fisik, hatiku juga. "Mbak, ayok makan. Pasti lapar? Maaf saya tidak masak sayur." Mbah Ratna masuk dengan nampan berisi dua mangkuk bakso yang masih panas."Pakai nasi ya?!" ucapnya lagi sambil meletakkan nampan di lantai. Dia kembali berdiri mengambilkan nasi dan m
Read more

P 200 J Bab 76.

"Non …." Terdengar panggilan dari Bi Nur, aku buru-buru menyeka air mataku. Mengeringkannya dengan ujung bajuku"Sarapan dulu, kasian jagoannya ayah pasti lapar." Mas Yudha datang membawa bungkusan di tanganya. Mereka telah memiliki sebutan sendiri, Ayah dan Bunda. Mereka tak mau di panggil Om dan Tante lagi. Ingat hal itu saja mataku kembali memanas, rasa haru menyapaku."Bibik bawakan sayur juga, " ucap Bi Nur mengangkat rantang di tangannya.Aku tersenyum dan bangkit dari duduk, mengikuti Mas Yudha menuju ruang makan. Ruang makan menyatu dengan dapur. Tidak luas, tapi, sangat bersih dan rapi. Mas Yudha meletakkan bungkusan makanan di meja, dan mengambilkan piring serta sendok untuk aku dan Bi Nur.Bi Nur membawa tumis buncis dengan udang. Ada bakwan jagung dan sambel teri. Mas Yudha membelikan nasi campur. Meski perasaanku kacau, aku tetap menjaga asupan makanan untuk anakku. Dia lebih penting dari apapun. Tetap saja berpengaruh. Tapi, aku berusaha semampuku memasukkan makanan-
Read more

P 200 J Bab 77

"Kamu dan Santi tinggal di tempat Abang saja, setelah ini," ucap BaraKami sedang menikmati sore, di sebuah bendungan buatan tak jauh dari rumah Mas Yudha. Sekedar melepas lelah dan penat dalam hati maupun raga ini. Santi dan Yudha sedang asyik memancing. Aku dan bara duduk di saung sebuah warung makan."Iya, Bi Nur juga" jawabku kemudian. Aku mengusap pelan perutku yang terasa sedikit kaku. Bara ikut melihat ke arah perutku."Sakit?" tanyanya. Tangannya ikut mengusap lembut perut buncitku."Tegang, kaku." Aku menjawab seperti yang aku rasakan sekarang."Hay jagoan, mainnya sama papa aja nanti, ya. Jangan sekarang kasian mama."Sedikit canggung atas perlakuan Bara di tempat umum, meski untungnya tak ada yang memperhatikan ulahnya. Tak ada lagi yang coba Ia tahan atau sembunyikan . Begitu apa adanya dia, itu yang coba Ia tunjukkan"Dia akan mendapatkan semua yang terbaik. Cukup kita, orang tuanya saja yang merasakan perihnya. Abang janji akan memberikan yang terbaik untuknya kelak." B
Read more

P 200 J Bab 78

Sejenak aku terdiam. Dalam pertemuan terakhirku kemarin, aku bisa rasakan betapa besar rasanya padaku. Cinta itu masih sama, aku dapat merasakannya betapa dalam cinta Kenzi padaku. Apalagi dengan kehadiran seorang anak dalam rahimku. Perasaan cintanya terhadapku pasti semakin besar. Bagaimana kalau dia tak mau menceraikanku? pernikahan kami hanya secara agama. Sampai sekarang juga aku masih sah sebagai istri Kenzi. Pasti akan ada caranya, kisahku bersamanya sulit untuk dirajut kembali. Memaksakan pernikahan ini akan menyakiti banyak hati. "Zanna punya hak menggugat, kita akan cari jalan keluarnya nanti." Bara melihat ke arahku. Aku mengangguk pelan menyetujuinya. "Iya, kisah yang rumit." Santi kembali menambahkan.Santi benar, kisah cinta yang rumit. Cinta harusnya memberi bahagia. Tapi, tidak dengan kisahku dengan Kenzi. Bila kami memaksa untuk bersatu pun akan banyak kendala ke depannya. Aku tak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada anakku.Aku juga tak ingin egois, dengan tidak
Read more

P 200 J Bab 79

Hampir tiga jam perjalan kami tempuh, tak banyak pembicaraan yang terjadi. Sepertinya semua sibuk dengan pikiran masing – masing, termasuk diriku. Begitu banyak hal yang berjejalan dalam benakku.“Perlu istirahat dulu?” tanya Bara. Santi yang duduk di samping Bara tampak menggeleng, kemudian menoleh padaku yang duduk di belakangnya.“Nggak usah, aku baik – baik saja,” ucapku. Aku duduk bersandar, kakiku menopang di atas pangkuan Bi Nur, wanita setengah baya itu sedari tadi memijit kakiku. Aku mulai merasakan tatapannya juga sudah berbeda pada Bara. Tak seperti kemarin, yang terlihat seperti kurang suka. Wajar saja, dia yang mengasuk Kenzi sejak kecil pasti sangat menyayangi Tuan Mudanya itu.Hanya saja, dia pasti juga cukup tau tentang apa yang telah dan akan terjadi, bila kisahku di paksakan. Bi Nur pasti paham apa yang bisa Tuan Besarnya lakukan untuk memisahkan kami.“Oma Mayang, telepon.” Santi menunjukkan ponselnya yang berdering.“Assalamualaikum, Oma. “ terdengar salam dar
Read more

P 200 J Bab 80

Sesaat kemudian perawat mengambil kembali bayiku dari dekapanku untuk di bersihkan katanya. Seorang perawat juga membantu membersihkan badanku usai persalinan.Rasa sakit seolah sirna begitu saja berganti rasa haru dan bahagia yang menyeruak di dalam dada. Kehadiran malaikat kecil itu mulai menghalau rasa sedihku. Sejak dia berada di dalam kandungan bayi itu adalah penyemangat dan alasan untuk aku tetap bertahan menghadapi semuanya."Lancar sekali, prosesnya … hanya dua jahitan saja. Berat bayi dua koma sembilan dengan tinggi badan lima puluh empat." Dokter itu menjelaskan."Islam?" tanya dokter itu mendekat. Kemudian membawa anakku yang sudah bersih itu mendekat pada Bara.Mendengar pertanyaan dokter Bara menjawab dengan mengangguk "Mau di Adzani sekarang?" tanya dokter itu lagi, Bara kembali mengangguk dan menerima bayi mungil itu ditangannya.Terdengar pria itu melantunkan suara adzan di telinga bayiku, suaranya bergetar. Dia menangis …Dadaku sesak seketika oleh rasa haru yang ter
Read more
PREV
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status