"Sepertinya haus," ucapku sambil menyeka air mataku. "Waktu nya kasih ASI," lanjutku lagi."Uh, aus ya, Sayang. Mik cucu dulu, ya. Muach." Kenzi mencium gemas bayinya sebelum memberikan padaku."Kenapa?" tanyanya, saat aku tak segera memberikan ASI pada bayiku. Cukup lama berpisah, membuatku merasa malu, kalau harus memberikan ASI di depan Kenzi, meski dia Suamiku. Kenzi mengangkat alisnya, kembali mempertegas pertanyaanya tanpa kata. Aku hanya menjawab dengan memanyunkan bibir."Iya, aku ngerti. Aku nggak lihat." Kenzi seakan paham, dia duduk di belakangku, menghadap arah berlawanan. Kami saling beradu punggung. Tangis bayiku semakin nyaring, segera aku berikan apa yang sedang diinginkan.Rasanya … masih sakit. Aku menggigit pelan bibirku. Kuat sekali bayiku minum, ada semacam ngilu terasa di payu d***ku. Tapi, kata Ta te Fenny, hanya sebentar. Setelah ini akan biasa saja, dan mulai lagi kalau bayi sudah tumbuh gigi.Tak berapa lama, bayiku kembali terlelap. Dia melepas sendiri, ak
Magbasa pa