Home / Romansa / Perawan 200 Juta / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Perawan 200 Juta: Chapter 31 - Chapter 40

101 Chapters

P 200 J Bab 31

"Wah, cantik sekali," puji guru kursusku, melihat puding yang aku buat untuk ujian hari ini. "Apakah rasanya, secantik eh seenak tampilannya?" ucapnya lagi dengan gaya khas, kemudian tertawa."Good, semua pas, manisnya, teksturnya tampilannya juga cantik, kayak yang bikin." Wanita berambut coklat, bermata sipit itu mengacungkan kedua jempolnya."Makasih, miss Fanny," ucapku kemudian.Hari ini ada ujian di tempat kursus, dengan basic puding. Menyenangkan sekali, aku mulai bermimpi memiliki usaha kuliner. Pasti akan terlihat keren, sebuah toko kue. Banyak sekali ilmu yang aku dapatkan selama beberapa bulan ini. Selain itu, setiap hari begitu menyenangkan. Berkumpul bersama teman di tempat kursus, mengenal orang baru dengan berbagai macam karakter.Hari ini cukup padat, selepas masak memasak, berlanjut ke kelas bahasa inggris. Aku tak terlalu suka, susah sekali menurutku. Masih satu jam lagi, aku putuskan untuk tidur di dalam mobil selama perjalanan.Saking lelapnya, aku tak terbangun
Read more

P 200 J Bab 32

"Tuan Bram, Bi?" Ulangku memastikan, Bi Nur mengangguk mengiyakan."Sekarang ya, Non." Bi Nur kembali menegaskan, aku mengangguk mengerti."Iya, Bi. Zanna kesana."Aku melangkah pelan, meninggalkan Bi Nur, yang kemudian masuk ke dalam kamar untuk bersih-bersih. Kenapa jantungku jadi berdebar seperti ini, aku menarik nafas dalam, dan menghembuskan perlahan. Sadarku mulai menghampiri, membangunkan diri dari mimpi panjang yang indah. Ini hanya pernikahan sementara, hanya sebuah kontrak, mengapa aku menenggelamkan diri begitu dalam. Lalu, siapa yang akan aku salahkan, Kenzi dengan cinta nya, atau diriku yang terjebak dalam rasa yang sama.Suara berat seorang pria memintaku masuk, setelah aku mengetuk pintu. Aku memutar handling pintu, kemudian mendorongnya. Pandanganku langsung tertuju pada sosok yang tetap terlihat gagah di usianya yang sudah tidak muda lagi, Tuan Bram.Begitu juga pria itu, yang langsung menyambutku dengan tatapan tajamnya."Duduk!" Perintah, Tuan Bram padaku. Aku lalu
Read more

P 200 J Bab 33

Setelah berpamitan untuk terakhir kalinya dengan Bik Nur, aku akhirnya pergi juga, mengikuti langkah sopir Tuan Bram yang menyeret koperku. Mobil berwarna hitam itu, membawaku keluar dari rumah besar, yang selama beberapa bulan ini aku tinggali.Aku seperti orang linglung, mencoba mencerna apa yang sedang terjadi. Perpisahan ini begitu cepat terjadi, tanpa aku bisa menyiapkan diri.•••"Non, saya permisi," pamit sopir Tuan Bram, setelah membantu mengantarku ke apartemen."Terima kasih," jawabku.Pria dengan seragam serba hitam itu pun beranjak pergi. Aku melangkah mengamati setiap sudut ruangan, luasnya lebih dari apartemen milik Bara. Baru aku membuka tirai dinding kaca yang lebar di sebelah kanan, sebuah panggilan telepon masuk."Ini Bram," ucapnya saat aku mengangkat teleponnya."Iya, Tuan.""Aku sudah mentransfer uang ke dalam rekening bank milikmu. Sementara kamu boleh tinggal di sana, hanya sementara. Aku juga tak ingin kena masalah, minggu depan, kamu harus keluar. Di bawah de
Read more

P 200 J Bab 34

Aku menyeka air mata dengan jari, menepuk pelan pipiku. Sekedar menyemangati diriku sendiri."Tuan, saya permisi. Sekali lagi terima kasih atas semua kebaikan dan bantuan yang telah telah Tuan berikan. Saya titip tolong jagakan Tuan Muda," ucapku sambil menunduk."Kamu juga hati-hati, jaga diri, semoga kamu menemukan kebahagiaanmu," ucap pria itu. Aku mengangguk pelan.Aku bangun dari tempat duduk setelah mengembalikan kunci apartemen miliknya. Menarik pelan koperku, di ujung sana Santi telah menungguku."Sini aku bawakan," tawar Santi saat aku mendekat."Nggak usah, nggak berat kok," ucapku. Kami berjalan menuju ke tempat motornya di parkir."Bang, bantuin!" serunya pada seorang pria yang berdiri di samping motornya."Iyah, Neng," jawab pria itu. Yang kemudian mendekat dan membantu membawa koperku. Pria itu tukang ojek yang diminta Santi untuk membawa barang-barangku.Santi membawaku keluar dari area apartemen dengan motor maticnya. Setelah menyusuri jalanan beraspal, dengan padatny
Read more

P 200 J Bab 35

"Kamu terlihat pucat sekali, pulang aja ya?"Santi merapikan rambutku yang berantakan. Menatapku dengan tatapan cemas. Aku mengangguk pelan."San, ntar mampir apotik sebentar ya, ada obat yang ingin ku beli," ucapku sedikit kencang, di atas motor yang melaju. Aku harus memastikan apakah aku benar-benar hamil. Tidak pernah aku berpikir sampai sejauh ini."Aku tunggu di sini aja ya?" ucap Santi saat di depan sebuah apotek, aku mengangguk dan segera turun. Pikiran ini mulai kacau, entahlah apa yang kurasakan sekarang. Di identitasku masih tertera belum menikah, lalu apa penjelasanku nanti bila aku benar- benar hamil.Lima buah alat tes kehamilan aku beli, dan segera memasukkannya ke dalam tasku. Setelah selesai, aku segera keluar. Santi masih menunggu, duduk di atas motornya. Jalanan yang kami lalui tak terlalu ramai, tak sampai lima belas menit kami sudah sampai di kost-kostan."Aku beli makan dulu ya, kamu kan juga belum sarapan tadi," ucap Santi yang hanya berhenti di depan pagar. "
Read more

P 200 J Bab 36

Akibat menangis semalam mata sampai bengkak dan aku bangun kesiangan. Itu pun Santi yang membangun kan, lekas aku solat subuh lebih dahulu. Selepas solat berlanjut dengan membersih kan kamar dan mencuci bajuku. Tak seperti biasanya, pagi ini badanku terasa lemas. Mungkin karena kurang tidur tadi malam."Nangis lagi?" tanya Santi saat menungguku menjemur pakaian. "Kalau mau cerita, aku siap dengerin kok. Masalah cowok ya?" tanyanya lagi.Aku hanya tersenyum dan menggeleng. "Kamu pucet banget pagi ini, sakit ya?" selidik Santi lagi."Kurang enak badan aja.""Yakin mau masuk kerja, kamu tambah kurusan sekarang. Berat ya kerjanya di sana?"Aku menghela nafas panjang. "Lumayan, tapi aku suka. Mereka semua baik-baik. Aku juga bisa banyak belajar selama kerja di sana," jawabku kemudian."Iya, kata temenku juga gitu, kakaknya kan kerja disitu juga, cuma masih cuti habis kecelakaan," cerita Santi kemudian.Selepas menjemur pakaian, aku langsung mandi dan bersiap. Sudah jam tujuh lebih, Sant
Read more

P 200 J Bab 37

"Yang sabar ya," ucap Santi sambil mengusap lembut punggungku. Dia membantuku mengemasi barang-barangku."Bantu aku cari kost, dekat tempat kerjaku saja ya," ucapku kemudian padanya."Nanti pulang kerja, aku jemput kita cari di sekitaran toko ya," jawab Santi, "Nangis lagi." "Aunty makasih ya, udah selalu ada buat mama," ucapku dengan senyum dan tangis sekaligus."Apa an sih, udah jangan nangis lagi. Ponakan aunty juga harus pintar, kuat dan sehat biar bisa jaga mamanya nanti."Kami kembali berpelukan. Aku tanpa Santi, entah apa yang akan terjadi. Beruntungnya aku memiliki dia sebagai sahabat sekaligus kakakku.•••Selepas pulang kerja, aku dan Santi berkeliling mencari tempat tinggal yang baru. Di dekat toko ada perkampungan hampir sama dengan tempat lama, hanya bisa dilewati motor saja. Sengaja memilih di dalam kampung karena harganya lebih terjangkau.Susah juga ternyata, mungkin karena di tengah pusat kota, tak ada kamar yang tersisa, semua penuh. Di dekat sini memang ada hotel
Read more

P 200 J Bab 38

Aku tak ingat kapan lelap menjemputku, namun, adzan subuh pagi ini bisa membangunkanku. Tak seperti kemarin, saat aku baru terbangun selepas Santi membangunkanku. Segera kubangun dari rabahku, berdiri berjalan keluar mengambil wudhu. Semua barang telah terkemas rapi pagi ini, aku dan Santi akan pindah ke tempat yang baru. Disana mudah-mudah membawa energi positif untuk aku dan bayiku. Tak banyak barang, hanya sedikit bertambah dengan beberapa alat makan.Santi sudah mencari untuk mengangkat barang-barang kami. Setelah berpamitan kepada Ibu kost dan teman kost lainnya, kami pergi pagi-pagi sekali. Aku dan Santi berboncengan pergi dengan motornya. Sangat bersyukur sekali Tuhan mempertemukan aku dengan gadis ini.••Aku menempati sebuah kamar di bagian depan, Santi memilih kamar kedua tepat di samping kamarku. Sebuah ruang tamu tepat di depan pintu kamar. Ada ruang televisi di belakang ruang tamu yang hanya berbatas tirai. Ruang makan menyatu dengan dapur.Rumah ini memang disewakan de
Read more

P 200 J Bab 39

"Tuan Bram," ucapku lirih.Aku langsung berdiri, meski belanjaan yang jatuh belum aku masukkan kembali kedalam kantong plastik. Pria itu memungutnya, kemudian memasukkan dalam kantong belanjaku.Pandangannya tertuju pada benda terakhir yang akan dimasukkan ke dalam kantong. Sebuah susu untuk Ibu hamil, yang baru saja aku beli. Pandangannya beralih ke arah perutku, tak bisa ditutupi raut wajah kagetnya kala menyadari ada yang berbeda padaku.Entah mengapa dadaku menjadi sesak seketika, mataku memanas. Aku menggigit kuat-kuat bibirku. Meski pada akhirnya, bulir bening itu jatuh juga, aku segera mengusap dengan ujung bajuku.Aku mengambil benda itu dari tangan nya dan ingin beranjak."Zanna tunggu." Tuan Bram memegang pergelangan tanganku."Kamu hamil Anak Tuan Muda?" tanyanya kemudian.Aku terdiam tak menjawab apapun, tak ada guna juga dia tahu. Toh Kenzi sudah memiliki kehidupan baru."Lepaskan, Tuan!" ucapku, sambil menarik tangan. Tapi,pria itu tak melepasku.Pria itu justru menarikku
Read more

P 200 J Bab 40

Hari ini adalah hari ulang tahun Santi, sengaja dia mengajakku makan malam di sebuah cafe, aku sudah menolaknya, karena harusnya dia menikmati waktunya berdua saja dengan Yudha. Tapi, gadis itu terus memaksa aku tak sanggup menolaknya.Aku dan Santi tiba lebih dahulu, memilih meja di lantai bawah katanya kasihan padaku, padahal aku tak ada masalah dengan perutku, meski naik turun tangga.Sambil menunggu Yudha, kami memilih beberapa menu terlebih dahulu.Cafe cukup ramai, hanya beberapa saja meja yang terlihat kosong. Aku mengedarkan pandanganku, banyak yang terlihat baru pulang kerja, kesimpulanku sendiri, karena terlihat masih memakai pakaian kantoran.Pandanganku berhenti pada sosok dekat jendela, selang beberapa di depanku. Meski sedikit temaram, bisa jelas kulihat siapa yang duduk disana. Dadaku berdegub tak beraturan, seseorang yang tak asing untukku. Seseorang yang pernah mengisi hariku.Dia tengah menikmat rokok di tangannya, sesekali asap keluar dari bibir pria itu. Tak ada y
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status