Home / Romansa / Kursi Panas di Kantor / Chapter 101 - Chapter 110

All Chapters of Kursi Panas di Kantor: Chapter 101 - Chapter 110

118 Chapters

Bab 100 - Rencana Mereka ke Depan

AKIRAMereka tiba di The Morning Mist pada jam tanggung. Meskipun demikian, suasana di area outdoor dan indoor semuanya sama-sama ramai. Sekitar pukul 10 pagi, di saat kedai kopi ini sedang kedatangan beberapa pekerja kantoran yang melipir dulu ke sini untuk memesan takeaway segelas kopi racikan khas The Morning Mist sebagai doping untuk memulai hari mereka. Atau beberapa pengunjung yang terdiri dari beberapa bapak-bapak berpakaian necis yang memilih untuk mengadakan meeting dadakan di luar kantor mereka dan memilih Morning Mist sebagai base mereka. Di tempat kerja Akira sebelumnya, dia pun sering memakai tempat ini sebagai base dia bekerja di cafe, atau work from cafe yang sedang hip saat dan pasca pandemi. “Oh, ramai juga ya!” celetuk Giselle di sampingnya. Mereka masuk bersisian dengan dirinya menggenggam tangan Giselle. Beberapa pengunjung menengok dua kali ke arah mereka. Terutama para pria. Wajar saja, karena melihat si cantik Giselle yang terlihat begitu fresh dan mempesona
Read more

Bab 101 - Tawaran Kerja

Operasi balas dendam untuk Giselle mulai mereka susun satu persatu. Mereka mulai memetakan rencana yang akan mereka lakukan untuk menjalankan tujuan utama mereka. Tak disangka waktu bergulir cukup cepat. Bahkan mereka berdua memutuskan untuk makan siang di Morning Mist karena enggan beranjak mencari tempat lain. “Kamu coba atur jadwal dengan Kelana Sastrowilogo dan Diraja Sudibyo. Kita perlu berbicara dengan mereka secepatnya,” pinta Akira kepada Giselle yang sibuk mengunyah Nasi Sei Sapi kesukaannya. Menu yang selalu dia pesan jika berada di Morning Mist. “Ok, aku akan hubungi mereka secepatnya. Aduh, ini sei sapinya resepnya apa sih? Kok enak banget!” Dengan ringan Giselle merespon permintaan Akira sembari sibuk dengan menu makan siangnya. Akira yang tadinya ingin serius menyelesaikan akhirnya memutuskan untuk sedikit rileks. Menunggu hingga Giselle menyelesaikan makan siang sebelum melanjutkan kembali brainstorming idea gila miliknya untuk menjatuhkan orang-orang yang telah me
Read more

Bab 102 - Heart to Heart with Mas Damar

GISELLE‘Dengarkan Damar dengan hati terbuka.’ Begitu saran Akira kepada dirinya. Giselle tentu saja ingin sekali memiliki hubungan baik dengan kakak satu-satunya tersebut. Tapi terkadang dia merasa jurang di antara mereka terlalu lebar. Sebelumnya, tak ada yang ingin susah-susah menyebrangi sungai pembatas yang tercipta karena minimnya interaksi di antara mereka. “Kenapa Mas Damar tiba-tiba nawarin ini ke aku?” tanya Giselle dengan gamblang. Kakaknya menghela napas panjang. “Aku sadar kalau kamu masih curiga dan punya prasangka denganku,” tambal Damar. Gise
Read more

Chapter 103 - Pertanyaan Utama

Mereka akhirnya tiba di rumah orang tua Akira. Rumah dua lantai yang kental dengan aksen interior Jawa. Ukiran-ukiran khas pengrajin dari Jepara, kota kelahiran ayahnya Akira juga mendominasi pintu hingga beberapa furniture rumah. Di halaman depannya, banyak pot-pot yang berisi tanaman bunga beraneka warna dan jenis. Di dekat pagar, terdapat pohon mangga yang begitu kokoh tertambat di taman kecil rumah ini. Terakhir kali Giselle ke sini, dia diliputi dengan grogi dan kekikukan karena baru pertama kali bertemu dengan keluarga inti Akira. Maka dari itu dia tak terlalu memperhatikan sekelilingnya. “Nanti kita mau diapain?” bisik Giselle dengan diselimuti kegugupan. “Paling disidang sama mama dan ayah,” ujar Akira santai. Sebagai bentuk kepedulian, Akira meremas genggaman tangan Giselle yang semakin lama semakin berkeringat, tak bisa menutupi perasaannya yang kini campur aduk seperti roller coaster sejak dia membuka matanya pagi tadi. “Akira! Serius dong!” pekik Giselle masih denga
Read more

Bab 104 - Insting Wanita

AKIRA Setelah Akira berbicara dengan lantang seperti itu, raut wajah mama berubah menjadi penuh kekhawatiran, sedangkan ayah tetap diam meskipun sesekali dia mengangguk hingga akhirnya menghela napas berat. Mama melihat tingkah ayah, dan secara refleks menenangkan suaminya tersebut. Mengusap punggungnya penuh dengan cinta kasih. Satu hal yang ingin Akira rasakan saat mengarungi bahtera rumah tangga bersama Giselle kelak. “Nak Giselle, apa kamu sudah mantap menerima permintaan Akira untuk mempersuntingmu?” tanya ayah dengan nada serius namun penuh perhatian kepada kekasih yang duduk di sampingnya itu dengan tegap dan gugup. Giselle mengangguk berkali-kali. “Iya, Om. Saya sudah yakin, Akira adalah pria terbaik yang pernah saya temui, dan… saya bahagia sekali waktu Akira menyampaikan keinginannya untuk menikahi saya,” jawab Giselle sungguh-sungguh. Mama diam-diam menyeka air matanya, sedangkan ayah terlihat puas dengan jawaban Giselle. Akina tersenyum lebar, sedangkan Damar terli
Read more

Chapter 105 - You Are My Home

“Nanti aku ceritakan di tempatmu saja, sekalian kita matangkan informasi mengenai pengunduran dirimu untuk Diraja Sudibyo dan Kelana Sastrowilogo.” Akira akhirnya menyutujui untuk buka-bukaan terhadap Giselle. “Tapi jujur aja, sekarang aku cuma mau rebahan di lantai sambil istirahat sejenak, sepertinya kita dari pagi tuh full battle mode, Sayang. Mulai dari kantor, sampai waktu kita diskusi sama orangtuaku,” tutur Akira seraya menghela napas panjangnya. Giselle akhirnya luluh dan memutuskan untuk kembali berjalan di sisi Akira. “Iya sih, aku juga ngerasa capek tiba-tiba, sepertinya energiku tersedot habis setelah diinterogasi sama Tante Miyaki dan Om Aryanto,” ujar Giselle seraya terkekeh geli. Mereka kembali bergandengan tangan berdua, dan melintasi halaman parkir The Morning Mist, tempat mobil Pajero-nya terparkir dari tadi pagi. Semoga saja Leo nggak nyap-nyap ngomel karena mengambil tempat parkir untuk para pengguna kedai. Saat mereka berdua tiba di depan mobil, mereka be
Read more

Chapter 106 - Kamu Cengeng tapi Galak

GISELLE Kemarin setelah mereka rebahan dan ternyata tidur hingga satu jam, mereka bangun dengan perasaan lebih refreshed dan lebih tenang. Akira sempat mengeluh kalau punggungnya terasa sakit karena tidur di lantai, lalu bahu dan lengannya terasa sedikit kram karena menjadi bantal dadakan untuk kepala Giselle yang ikut rebahan di samping Akira. Tapi setelah mereka ‘tersadar’ dari power nap, Akira dan dirinya kembali bersama menyusun rencana dan menelepon tiga raksasa konglomerat muda generasi ketiga yang saat ini berhubungan dengan mereka. Danudihardjo Enterprise yang digawangi oleh Darius Danudihardjo dengan proyek mergernya. Diraja Sudibyo dengan proyek real estate yang saat ini dipegang oleh dirinya, dan yang terakhir adalah Kelana Sastrowilogo yang sedang dalam tahap penandatanganan kontrak untuk proyek energinya. Semuanya adalah konglomerat kelas paus yang memiliki peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Dan kini mereka akan membujuk mereka untuk pindah haluan dar
Read more

Chapter 107 - Pilihan Terbuka Lebar

“Sejujurnya ini berita yang buruk bagi kami, Giselle,” ucap Diraja Sudibyo sambil menggelengkan kepalanya penuh kekecewaan. “Saya mengerti dengan keputusanmu sepenuhnya. Tapi di sisi lain, saya juga orang yang bertanggung jawab pada proyek ini. Kami sudah teken kontrak dengan The Converge untuk proyek marketing real estate yang sedang berjalan.” Diraja menghembuskan napasnya dengan berat. Tak lama dia berdecak kesal, “Teddy pengacau!” rutuknya tiba-tiba yang sontak membuat Giselle sedikit terperanjat dari kursinya. “Saya tahu kalau ini berita yang cukup mengejutkan untuk Pak Diraja, tapi saya tidak bisa bertahan dalam situasi seperti itu di kantor.” Giselle sekali lagi mencoba memberikan pengertian kepada sang konglomerat muda. 
Read more

Chapter 108 - Pekerjaan Baru

AKIRA Terakhir, mereka menunggu kedatangan Darius di Vong Kitchen. Hari ini dia datang sendiri tanpa Nero dan Raka yang ternyata sedang terbang untuk perjalanan bisnis ke Bali lalu bertolak ke Jepang untuk proyek real estate Joint Venture dengan Danudihardjo Enterprise. Giselle terlihat lebih rileks setelah kedua pertemuan sebelumnya yang memberikan sinyal positif untuk karir gadis itu untuk kedepannya. Dan yang Akira sukai dari para konglomerat muda yang mereka temui hari ini, semuanya sangat tepat waktu dan begitu menghargai waktu yang telah dijanjikan. Salah satu resep menjadi orang berhasil mungkin salah satunya terletak dengan bagaimana mereka menghargai waktunya dan juga waktu rekan bisnisnya. “Hei Akira, Giselle, apa kabar?” Darius tiba di meja mereka seorang diri sambil membawa satu buket bunga besar penuh yang terlihat begitu elegan dan mahal pastinya. Sepertinya bukan kelas Pasar Rawa Belong yang biasa dibeli untuk pemanis rumahnya atau sebagai buah tangan ketika berku
Read more

Chapter 109 - Restu Tante Mira

Dering ponsel di saku celananya begitu mengganggu sepanjang perjalanannya menuju rumah mamanya Giselle yang terletak di kawasan Dharmawangsa, Kebayoran Baru - Jakarta.  “Kamu nggak mau angkat teleponnya?” Giselle yang tadinya sudah gugup seharian ini karena Akira mengiyakan ajakan mama Giselle untuk menemui mereka berdua, akhirnya terdistraksi juga dengan suara ponsel Aira yang bergetar sedari tadi.  “Nanti saja, yang pasti ini bukan dari keluarga. Nada dering mereka aku setting berbeda,” jawab Akira seraya mengernyitkan dahinya.  “Oke kalau begitu,” ucap Giselle pasrah.  “Akira… nanti kita bakal bicara apa sama Mama?” Tak lama Giselle bersuara, menyiratkan kekhawatiran yang dari tadi bergumul di dalam hatinya. 
Read more
PREV
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status